THE OVERNIGHT (2015)
Banyak film termasuk komedi banyak mengusung premis "the craziest night ever". Sebagai contoh paling mudah tengok saja The Hangover. Pada aplikasi terhadap film komedi, premis tersebut selalu diberikan treatment serupa yang berujung pada formula familiar: karakter utama yang menghabiskan malam dengan begitu banyak alkohol dan drugs hingga membuat mereka terlibat dalam kejadian-kejadian gila. Sentuhan komedinya pun tidak akan jauh-jauh dari komedi seks penuh toilet humor. The Overnight yang disutradarai sekaligus ditulis naskahnya oleh Patrick Brice menghadirkan premis serupa. Tapi film ini menawarkan lebih banyak dari sekedar get drunk, get high and get crazy. This movie perfectly described the definition of "the craziest night ever". Bukan itu saja, Patrick Brice masih sempat menyelipkan beberapa konflik drama, bahkan beberapa genre selain sex comedy.
Adegan pembukanya menyuguhkan apa yang jamak terjadi dalam film komedi seks. Sepasang suami istri, Alex (Adam Scott) dan Emily (Taylor Schilling) tengah berhubungan seks sambil diselingi obrolan menggelitik tentang apa yang masing-masing harus lakukan saat itu. Tapi orgasme justru berusaha mereka lakukan dengan cara bermasturbasi. Mungkin mereka tengah menghindari terjadinya kehamilan, begitu pikir saya. Hal tersebut harus mereka akhiri saat putera mereka tiba-tiba masuk kedalam kamar. Lagi-lagi sebuah momen standar. Film dilanjutkan dengan sedikit pengenalan lebih jauh terhadap keduanya. Mereka baru saja pindah ke Los Angeles, dan Alex yang berperan sebagai bapak rumah tangga khawatir dirinya tidak akan mendapat teman baru. Emily sendiri merupakan seorang wanita karir. Mungkin filmnya bakal mengeksplorasi konflik tentang peran mereka dalam keluarga, begitu pikir saya.
Alex dan Emily kemudian bertemu dengan Kurt (Jason Schwartzman) di sebuah taman. Kurt nampak sebagai seorang pria baik, ramah dan playful. Pertemuan itu diakhiri dengan ajakan makan malam oleh Kurt. Merasa itu merupakan saat tepat untuk mendapatkan teman baru, Alex dan Emily pun menyetujui ajakan tersebut. Kurt sendiri telah menikah dengan seorang wanita bernama Charlotte (Judith Godreche). Sama seperti Alex dan Emily, pasangan itu memiliki satu putera dengan usia sepantaran. Jika anda telah mengetahui premis dari The Overnight sebelum menonton, mudah menebak bahwa makan malam itu bakal berujung kepada kegilaan yang dirujuk oleh premisnya. Mungkin saat itulah konflik antara Alex dan Emily bakal dimunculkan. Mungkin akan ada gesekan berkaitan dengan kesetiaan akibat kegilaan di malam itu, begitu pikir saya. Saya banyak berpikir dan menebak selama menonton film ini. Rasanya semua penonton pun demikian. Tapi apapun yang anda pikirkan, entah benar atau salah, The Overnight akan selalu berhasil mengejutkan anda.
Ini adalah tipikal film yang menyelimuti faktanya hingga membuat penonton menebak-nebak apa yang sesungguhnya dan akan terjadi. Bahkan di satu titik, film ini terasa seperti sajian misteri lengkap dengan suasana unsettling yang dibangun oleh Patrcik Brice. Itulah mengapa diawal saya menyebut film ini telah menyuntikkan genre selain komedi. This movie is part sex comedy, part erotic thriller. Setidaknya itu yang berhasil dimunculkan oleh Brice di kepala saya. Saya yakin ada yang tidak beres dengan pasangan Kurt-Charlotte. Ada suatu hal mengerikan bisa jadi tengah mereka tutupi. Beberapa twist mencuat sebagai jawaban. Terasa mengejutkan berkat kepintaran Brice menggiring perspesi dan ekspektasi kearah lain. Bahkan sebelum memasuki konklusi, filmnya sempat menjamah atmosfer drama kelam ala-Lars von Trier (or any other movie by crazy indie director) berisikan twisted character yang depresi karena kehidupan cinta/seksual mereka. But in the end, this is a feel-good movie. Weird isn't it?
The Overnight memang dijejali keanehan yang membuat saya sebagai penonton ikut merasakan perasaan karakternya, bahwa malam itu adalah malam tergila sepanajng hidup mereka. Tapi ini tetap film komedi yang menawarkan beberapa momen menggelikan. Tentu kegilaan itu berpijak pada kegilaan yang membuat penonton dan karakternya berujak "what the fuck?!" Taylor Schilling menjadi pemeran yang paling sukses memancing tawa saya. Dengan berbagai ekspresinya, ia memperlihatkan keterkejutan yang sama dengan penonton. Sebagai komedi seks, film ini tidaklah mengeksploitasi seks lewat cara murahan. Berbagai kelucuan baik itu straight comedy maupun dark comedy mengacu pada aspek seksual. Seks berperan sebagai objek pengikat tiap sisi film, baik karakter, komedi, maupun konflik drama. Itulah kenapa The Overnight disebut sex comedy. Durasi yang hanya 79 menit pun mendukung keberhasilan film ini. Karena lebih dari itu, The Overnight bisa saja kehilangan arah.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar