Alam dapat menjadi kawan terbaik manusia. Kita bisa memperoleh berbagai sumber kehidupan atau sekedar menikmati keindahannya. Namun terkadang alam juga dapat menjadi lawan mematikan. Tidak harus disebabkan oleh suatu bencana, karena alam yang tenang pun mampu memberikan cobaan teramat berat. Dua sisi kontradiktif itu tergambar jelas dalam "The Revenant", film terbaru karya Alejandro G. Inarritu yang awal tahun ini baru memenangkan Oscar untuk "Best Director" melalui filmnya, "Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance)". Dalam film ini, Inarritu dibantu sinematografer Emmanue Lubezki beberapa kali meramu sequence dimana indahnya sinar matahari yang terpancar diantara sela pepohonan hadir bergantian dengan horor berisikan hewan buas atau badai salju ganas. Lebih jauh lagi, hampir semua aspek yang ada mampu menyelamatkan sekaligus merenggut nyawa seseorang.
Ber-setting pada tahun 1823 di tengah alam liar Louisiana, para pemburu di bawah pimpinan Kapten Andrew Henry (Domhnall Gleeson) sedang mengumpulkan kulit-kulit hewan. Perburuan yang tenang itu berubah menjadi pembantaian ketika sekelompok Indian menyerbu mereka demi merebut kulit yang telah terkumpul. Penyerbuan tersebut menewaskan 33 orang, atau lebih dari separuh anggota pemburu. Tapi rintangan belum selesai sampai disitu, ketika Hugh Glass (Leonardo DiCaprio), pemburu berpengalaman sekaligus satu-satunya orang yang mengetahui jalan pulang diserang oleh beruang grizzly. Glass yang tak lagi mampu berjalan pun terpaksa ditinggalkan di bawah penjagaan tiga orang; Hawk (Forrest Goodluck), putera Glass yang memiliki darah Indian, Bridger (Will Poulter) dan John Fitzgerald (Tom Hardy). Ketika Fitzgerald akhirnya meninggalkan Glass untuk mati di tengah hutan, dimulailah usaha Glass bertahan hidup dengan kondisi sekarat, tanpa senjata, tanpa makanan dan dikelilingi cuaca tak bersahabat.
Kita bisa melihat semua kontradiksi dalam ceritanya. Selain dari sisi visual, alam tampak berbahaya ketika ia membuat Glass membeku di tengah badai. Tapi juga bersahabat tatkala arus deras sungai membantunya kabur dari kejaran para Indian. Begitu pula hewan-hewan liar. Beruang nyaris membuat Glass tewas, tapi berkat hewan pula ia mendapat alat transportasi dan makanan demi bertahan hidup. Sumber penghasilan para pemburu pun berasal dari hewan. Para Indian memang langsung melakukan pembantaian di awal film dan sejak itu terus memburu mereka tanpa henti, namun pada satu titik Glass memperoleh bantuan salah seorang dari mereka, lalu menjalin pertemanan singkat. Seiring berjalannya film kita pun mengetahui alasan penyerangan Suku Indian, hingga tak semudah itu mengutuk perbuatan mereka. Sama kompleksnya dengan "penilaian" kepada Fitzgerald. Dia kejam, egois, berdarah dingin (tak ragu meninggalkan Glass juga menarik picu senapan kearah Bridger), tapi itu berasal dari rasa takut manusia sekaligus usaha bertahan hidup yang pastinya manusiawi.
"The Revenant" yang diangkat dari novel berjudul sama karya Michael Punke ini adalah sajian kontemplatif dengan penuturan lambat minim dialog -DiCaprio lebih banyak mengerang, menggeram atau berteriak daripada bicara- yang lebih banyak bermain di ranah atmosfer dalam kesubtilan cerita. Ini merupakan tipikal film yang di permukaan hanya sebatas tontonan survival didominasi adegan DiCaprio berjalan, berlari, kedinginan, kesakitan, makan, atau tidur, tapi secara lebih dalam punya banyak perenungan berupa pertanyaan mengenai perbuatan seseorang. Setumpuk kontemplasi dihadirkan, tapi sayangnya minim gejolak emosi mampu dimunculkan. Saya tidak merasa emosional melihat Glass yang dihantui masa lalunya, tersakiti dan ingin balas dendam, bahkan momen-momen kala sang protagonis mampu mengalahkan berbagai rintangan pun tak membuat hati saya tergerak. Memang ini dikarenakan tone kontemplatif yang diusung. Filmnya dingin, begitu pula emosinya.
Tapi "The Revenant" punya kekuatan lain sehingga kekurangan aspek emosi itu mampu tertutup rapat. Sebagai drama emosional, filmnya flat, tapi sebagai sajian survival, tak bisa dipungkiri ini tontonan mencekat. Glass harus melalui berbagai rintangan berat, dan kesan itu tersaji sempurna. Serangan brutal dari beruang tampak menyakitkan, begitu pula melihat luka cabikan di sekujur tubuh Glass. Serupa dengan keharusan memakan hati bison mentah atau menembus badai salju. It looks hard, because it looks real. Keengganan Inarritu mengeksploitasi CGI ditambah kegamblangan visualisasi adegan minim "off-screen moment" jadi faktor keberhasilan. Perjuangan proses produksi sembilan bulan di bawah cuaca tak bersahabat terbayar tuntas. Akan lain hasilnya bila Inarritu memilih latar green screen sebagai sumber penciptaan adegan. Tapi tentu saja alasan terkuat kenapa setiap momentum tampak nyata adalah akting Leonardo DiCaprio.
Totalitas adalah kuncinya. Total dalam ekspresi, gestur serta rasa. Terdapat banyak contoh sebagai bukti, tapi saya ambil satu adegan ketika ia sekuat tenaga merangkak keluar dari "liang kuburnya". Lihat bagaimana dia tampak susah payah hanya untuk menggerakkan tangan guna meraih pegangan. Lihat getaran tubuhnya yang menggambarkan perjuangan mati-matian di tengah rasa sakit. Atau ekspresi sekaligus tatapan matanya yang penuh penderitaan. Bahkan ketika dalam banyak adegan DiCaprio hanya terbaring tak berdaya, tiap hal yang ia rasakan, emosi yang dikemukakan, semuanya muncul nyata ke permukaan. He was going through hell, and I could feel his desperation, his anger, his pain, everything. Pada proses pengambilan gambar pun ia menjalani banyak penderitaan. Dan ketika scene terakhir DiCaprio menatap lurus kearah kamera, disitulah ia berhasil mengunci kemenangannnya di Oscar tahun depan yang telah lama kita semua nantikan.
Departemen artistik juga memiliki kualitas luar biasa. Scoring garapan Ryuichi Sakamoto, Alva Noto dan Bryce Dessner menguatkan atmosfer. Musik banyak berisi perkusi bertempo cepat yang terdengar layaknya genderang perang. Tiap perkusi mulai terdengar, ketegangan serta merta mencengkeram. Tapi kita tahu jika sinematografi karya Emmanuel Lubezki menjadi salah satu daya tarik utama film ini. Chivo (panggilan Lubezki) dan Inarritu bersikeras mengambil gambar hanya dengan cahaya natural, yang menambah perjuangan proses produksi. Sepadan? Hell, yes! Hampir tiap scene adalah keindahan yang mendukung "alam" sebagai pemegang peran penting narasi. Pergerakan kamera yang "terbang" kesana kemari dan banyaknya gambar diambil dari bawah demi menonjolkan kemegahan setting memunculkan pesona keindahan layaknya film-film Terrence Malick. Tidak mengherankan, karena Chivo pernah menjadi sinematografer "The New World" sedangkan Jack Fisk selaku production designer adalah langganan Malick. Overall it's cold and emotionally flat, but "The Revenant" is a gripping beauty yet also a horrific terror at the same time.
Oscar masih tak berpihak pada Leo
BalasHapusSemoga akhirnya berpihak berkat film ini :)
Hapusberpihak ama Leo juga buat oscar, tapi abis nonton Steve Jobs (2015)dan sepertinya tahun ini oscar bakal berpihak ama Fassbender.
HapusOh sulit itu. Walaupun belum nonton "Steve Jobs" tetep yakin kans Leo lebih gede dari Fassy. Secara "politik industri" kalah jauh dibanding "The Revenant"
Hapus:)
wah kurang paham nih apa maksud dari "politik industri" haha. tapi Leo kan udah dari dulu lebih gede dari actor lain tapi kok belum dapat oscar juga ya? :|
HapusOscar mah sering gitu, liat aja Al Pacino yang baru menang tahun 92. Pasti mereka nggak mau kasus itu keulang (aktor menang di peran yang secara kualitas jauh dari akting terbaiknya). "The Revenant" itu momen sempurna buat menangin Leo, karena:
Hapus1.Belum tentu kedepan dia bisa akting sebagus ini lagi
2.Leo menang = membahagiakan publik = menaikkan kredibilitas
3.Rating bakal naik
4.Pesaingnya nggak ada yang "se-urgent" ini buat dikasih Oscar
:)
udah ada di bioskop gan?
BalasHapusDi bioskop sekitar Januari/Februari, ini nonton di screener-nya
Hapuskak menurutmu film leo paling bagus apa ya?
BalasHapusPokoknya semua yang di-direct Scorsese :))
Hapusinception direct nolan
HapusSetelah menonton film ini wajar Dicaprio menang oscar akting nya di filn ini ajeb banget :D
BalasHapusSayang beruang nya tidak dapat oscar juga :P
BalasHapus