Naskah merupakan salah satu pondasi paling penting bagi sebuah film. Dengan naskah kuat, kesederhanaan seperti apapun dapat disulap menjadi tontonan mengesankan, apalagi bila terdapat eksplorasi mendalam akan suatu tema. Teruntuk komedi, naskah bagus wajib hukumnya jika membicarakan satrical comedy. Perlu kecerdikan supaya bukan hanya tawa yang muncul, namun juga sindiran tepat sasaran. Tapi lain halnya bagi generic comedy yang "hanya" bertujuan mengundang tawa sesering mungkin. Kualitas naskah ataupun akting bukanlah kewajiban, melainkan bonus. Utamanya penonton bisa dibuat tertawa. "Daddy's Home" yang kembali menduetkan Will Ferrell dan Mark Wahlberg (pasca "The Other Guys") jelas punya potensi naratif tentang konflik antara ayah kandung dan tiri. Namun disaat filmnya memposisikan diri sebagai komedi "biasa" lalu menempatkan tema hanya untuk latar, itu bukan suatu pilihan keliru.
Will Ferrell berperan sebagai Brad, seorang pria yang berusaha keras menjadi ayah tiri yang baik bagi kedua anak dari istrinya, Sara (Linda Cardellini). Setelah berjuang cukup lama, akhirnya Brad mendapat pengakuan ketika masing-masing anak bersedia membuka diri dan menghabiskan family time bersama. Sial bagi Brad, ketika situasi mulai nampak berpihak padanya, Dusty (Mark Wahberg) yang tak lain adalah suami pertama Sara sekaligus ayah kandung bagi anak-anaknya justru hadir kembali. Dusty adalah pria tampan dengan gaya badass (jaket kulit, motor besar), punya segudang pengalaman, pandai bergaul, memiliki banyak kenalan dan jago dalam banyak hal. Berbeda jauh dengan Brad yang penampilannya kebapakan (baca: kuno) dan tak ahli dalam banyak bidang. Contohnya, Dusty mampu membuat rumah pohon dalam semalam, sedangkan Brad hanya berhasil memasang beberapa tangga selama dua bulan. Keduanya pun mulai berebut mencuri hati Sara dan kedua anaknya.
Brian Burns, Sean Anders dan John Morris selaku penulis naskah jelas tidak tertarik membawa "Daddy's Home" menuju eksplorasi tema secara mendalam. Nyaris semua konflik dikemas komikal, bahkan pada momen ketika karakternya mencapai titik terendah sekalipun (ex: Brad mabuk-mabukan karena cemburu pada Dusty). Mayoritas lelucon berupa kebodohan karakter dan physical comedy, sehingga kalau kita lucuti perseteruan 'dua sosok ayah' lalu aplikasikan jokes ke film dengan konsep berbeda, perbedaan berarti tak akan banyak ditemukan. It's a typycal Will Ferrell's comedy, dimana sang aktor melucu sebagai karakter pecundang dengan banyak kebodohan, serta berbagai improvisasi. But is it a bad thing? Tidak. Film ini memang nihil kedalaman, tapi sebagai komedi yang dibuat murni dengan intensi menghibur penontonnya, "Daddy's Home" mampu memberikan kesenangan selama 96 menit durasinya.
Kunci keberhasilan terbesar ada pada sosok Sean Anders selaku sutradara dengan notable films macam "That's My Boy" dan "Horrible Bosses 2". Tidak diragukan lagi "Daddy's Home" jadi karya terbaik Anders, ketika absurditas komedi (bukan absurd macam "Anchorman". Lihat adegan Brad naik motor guna memahami definisi "absurd" disini) ia bawa ke tingkatan ekstrim penuh kreatifitas. Untuk memancing tawa, formula dimana seorang karakter menerima siksaan fisik masih jadi senjata. Tapi berbeda dengan komedi (tak lucu) milik Kevin James misalkan, eksekusinya tidak malas. Adegan "Will Ferrell with motorcycle" atau "Will Ferrell with skateboard" menjadi highlight sekaligus pembuktian kreatifitas yang jarang ditemui pada kebanyakan mainstream comedy dewasa ini. Anders turut memperhatikan timing, sehingga seklise apapun lelucon, tidak jarang kemunculannya unpredictable. Hasilnya saya berulang kali tertawa lepas sepanjang film.
Ferrell dan Wahlberg menjalin chemistry komikal yang kuat, berujung menggelikannya tiap interaksi karakter mereka. Saya yakin Mark Wahlberg punya kualitas dramatic acting cukup baik, sebagai action hero pun, otot besarnya sempurna. Tapi biar bagaimanapun, pesona Wahlberg selalu termaksimalkan dalam sajian komedi, entah sebagai imbisil sejati atau parodi untuk tampilan fisiknya yang macho seperti pada film ini. Sedangkan Ferrell seperti biasa, akan banyak tertolong jika mendapatkan materi bagus dan sutradara dengan sense of comedy kuat. "Daddy's Home" punya kedua aspek tersebut, dan Ferrell pun tampil menghibur, bukan sosok annoying dengan banyak tingkah bodoh berlebihan sekaligus menyebalkan. I still prefer to read his funny tweets, though.
"Daddy's Home" memang tidak akan memuaskan pencarian anda terhadap eksplorasi tema yang ada. Caranya menggelontorkan keping demi keping kisah terasa menggampangkan, begitu pula konklusi yang dipilih. Walau begitu, perjalanan dari awal sampai akhir (termasuk konklusi) menawarkan kelucuan luar biasa yang bersinergi sempurna dengan semangat utama film, yaitu hiburan pemancing gelak tawa. Semuanya terasa menyenangkan, bahkan adegan dance yang sudah barang tentu terasa formulaik sebagai klimaks diiringi lagu "Like A G6" (bukan "lagu masa kini") tetap enjoyable berkat arahan Sean Anders dan penampilan cast-nya. Just set your expectation right, and the pleasure will be yours.
Saya suka komentar anda. Jujur apa adanya.... Secara tontonan memang saya kurang puas dengan komedi2nya, tapi konklusi otot bisa digantikan dengan dansa itu keren...
BalasHapusMakasih ya :)
HapusYap, adegan itu bagus karena pembawaan Wahlberg yang asyik
ada yang tau informasi backsound jazz smooth difilm itu siapa artisnya?
BalasHapus