11/02/16

DEADPOOL (2016)

0 View
Di tengah gempuran film superhero berbujet raksasa, nyatanya Deadpool yang hanya bermodalkan $58 juta mampu merangsek sebagai salah satu sajian paling diantisipasi tahun ini. Alasannya satu, ketika para "koleganya" melakukan berbagai penyesuaian dalam mengadaptasi, debut penyutradaraan Tim Miller ini sebisa mungkin berusaha setia pada komiknya. Kesetiaan itu berarti banyaknya porsi kekerasan, sumpah serapah, juga breaking the fourth wall. Alhasil film ini pun mendapatkan rating "R", dikala mayoritas film superhero memiliki rating "PG-13". Pendekatan ini beserta puluhan marketing campaign kreatif terbukti sukses merebut hati die-hard fans setelah sebelumnya dikecewakan oleh kemunculan perdana sang titular character lewat X-Men Origins: Wolverine.

Daya tarik terbesar film ini yaitu usahanya menjauhkan diri dari formula standar comic book movie pada umumnya. Salah satu formula itu terletak pada pendahuluan berupa background story dalam alur. Berusaha menghindari pola tersebut, filmnya langsung membawa penonton pada aksi Deadpool memburu seorang mutan bernama Francis a.k.a Ajax (Ed Skrein). Francis sendiri bertanggung jawab atas program Weapon X yang memberi Wade kekuatan beregenerasi sekaligus merusak wajahnya -juga adamantium di tubuh Wolverine. Di waktu bersamaan, hadir pula dua anggota X-Men, Colossus (Stefan Kapičić) dan Negasonic Teenage Warhead (Brianna Hildebrand) membawa "misi" tersendiri berkaitan dengan Deadpool.
Bukan berarti Deadpool berjalan tanpa background story, karena alurnya rutin melompat antara masa lalu dan sekarang. Garis waktu masa lalunya bertutur mengenai asmara Wade dengan Vanessa (Morena Baccarin). Melihat paparan kisahnya, sungguh keputusan tepat mencampur aduk timeline daripada menuturkannya satu demi satu layaknya pola standar di atas. Dirilis mendekati Valentine, romansa Wade dan Vanessa pun bak cerita cinta ala film-film hari kasih sayang. Sepasang kekasih mesti menerima ujian dikala sang pria didiagnosa menderita kanker. Bukan berarti buruk ataupun sappy, karena "mulut busuk" Wade selalu menghibur, tapi bayangkan kekecewaan penonton harus melalui sajian drama sekiranya 30 menit dahulu sebelum terjun sepenuhnya dalam kegilaan action
Kombinasi humor vulgar dan kekerasan brutal berujung sebagai aspek terbaik filmnya. Teruntuk hal kedua, jangan harapkan kebrutalan tingkat tinggi layaknya Berandal misalkan. Deadpool tergolong sadis untuk ukuran mainstream comic book movie. Menyaksikan beberapa mayat terpenggal, pisau menancap di kepala atau Deadpool membuat musuhnya seperti sate dengan kedua pedangnya tentu jadi hiburan menyegarkan di antara keseragaman film superhero belakangan ini. Bertambah meyenangkan tatkala sembari membantai lawan-lawannya, Deadpool kerap melontarkan guyonan berisi sumpah serapah juga meta-jokes sambil sesekali berbicara "langsung" pada penonton (breaking the fourth wall). Efektif memancing tawa? Sangat! Namun di banyak lelucon, pemahaman Bahasa Inggris -tidak sekedar membaca subtitle- dan pengetahuan akan film (X-Men franchise, Green Lantern, etc.) amat dibutuhkan. Terbukti pada beberapa line cerdas macam "What's a nice place like you doing in a girl like this" atau "Which Professor? McAvoy or Stewart?" hanya saya yang tertawa.

Namun bukan berarti pula Deadpool adalah sajian adaptasi terbaik dari komik Marvel (baik MCU atau bukan). Di antara rasa terhibur saya merasakan lubang begitu menyadari film ini tak lebih dari gabungan dua aspek terbaik di atas. Paparan ceritanya tidak engaging, cobalah lucuti sentuhan meta-nya, naskahnya hanya menawarkan pencarian anti-hero terhadap seorang villain sambil ditambahi sedikit bumbu romansa. Walau begitu Deadpool cukup cermat menjalin keterikatan dengan X-Men franchise (the timeline is confusing indeed). Intensitas pun selalu turun tatkala alur memasuki flashback romansa Wade dan Vanessa. Karena sehebat apapun Wade, daya pikatnya tak bisa menandingi sewaktu ia beraksi sebagai Deadpool. But still, you should believe the hypeThis movie is highly entertaining and such a "different" superhero movie with a lot of memorable lines. 

NOTE: Jangan beranjak dulu setelah film usai, karena ada post-credit scene "aneh" yang sukses menghadirkan gelak tawa sekaligus memberi tease terhadap lanjutan film ini.


SPHERE X EXPERIENCE
Ulasan tambahan ini merupakan bagian dari program Indonesian Film Critics (IDFC) guna memberi referensi pada calon penonton mengenai "kelayakan menonton suatu film di format layar tertentu". Saya menonton Deadpool pada "SphereX" milik jaringan bioskop CGV Blitz. 

VISUAL: Keunikan "SphereX" terletak pada bentuk layar cekung dan berukuran raksasa. Dari situ diharapkan penonton memiliki dimensi pandang lebih luas. Ukuran layar super besar juga sanggup menghasilkan gambar lebih nyata. Sayang, beberapa adegan Deadpool mendapat sensor berupa zooming. Gambar terpotong hingga buram di beberapa bagian. Hal ini amat mengurangi sensasi visual sebagai salah satu jualan utama format ini. Tapi efek CGI film yang sejatinya "murah" ini nampak lebih jernih dan tak terlalu artificial pada layar ini. (3/5)

SOUND: Tidak banyak perbedaan dalam tata suara. Tidak melempem, tidak pula bombastis. Padahal sound merupakan salah satu jualan utama "Sphere X". (2.5/5)

SEAT: Inilah keunikan kedua "Sphere X" di mana kursinya dapat direbahkan sekitar 45 derajat. Aspek satu ini amat subjektif, tergantung selera masing-masing. Kelebihannya anda bisa bersantai merebahkan tubuh dan sanggup mengikuti tiap sudut gambar. Tapi bisa juga anda merasakan pegal di punggung atau leher jika posisi duduk tegak adalah kesukaan anda. Jangan pilih posisi di deretan terlalu atas jika tinggi badan anda lumayan (170 cm ke atas) atau hanya akan terlihat langit-langit. Tapi terlalu depan juga menciptakan masalah karena besarnya ukuran layar. Baris E sampai J sejauh ini paling aman bagi saya. 

OVERALL: Apakah layak Deadpool ditonton dalam format "Sphere X"? Untuk sekedar "cari pengalaman" cukup pantas dicoba, tapi jangan berharap mendapat suatu movie experience fantastis lewat film ini. (3/5)

Ticket Powered by: ID Film Critics

38 komentar :

  1. Ya gan, pas di line "Which professor? mcavoy atau stewart?" saya juga yg sendiri tertaww. yg disamping saya malah bilang "oh, nama profesornya mcavoy atau stewart toh!" yg keterlaluannya film ini sedikit mengejek Hugh Jackman. lait aja di adegan terakhirnya pas si vannesa mw buak topeng Deadpool eh deadpool malah pake koyakan koran bermuka Hugh Jackman.
    tpi 1 hal yg pasti, sensor di film ini sangat menganggu. sebenarnya dri awalnya saya sudah aneh dengan materi promosi filmnya di Indonseia. jika agan liat di poster yg di tampilkan di XXI di sebelah kiri bawah malah ditulis "REMAJA" dan bukan "Dewasa"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Banyak banget line cakep yang lewat begitu aja di kuping penonton, macam "studio nggak kuat bayar X-Men", "green & animated costume" sama "Alien 3" juga. Haha sempet ngira Jackman bakal keluar di Credit.

      Yah, sayangnya di Indonesia rating usia seringkali sekedar tempelan

      Hapus
    3. haha "Ripley from Alien 3!" lol bgt!
      ya, setidaknya gk separah sensor kuat sampai pemotongan kyk Kingsman!
      ada 1 line yg saya ingat sepeerti yg agan jelasin "aneh sekali rumah sebesar ini hanya kalian berdua yg tinggal di dalamnya. tampaknya studio tidak mampu membayar seluruh Anggota X-men!"

      Hapus
    4. lol , line terbaik di film ini :v

      Hapus
  2. Apakah sensor nya separah itu? Sampai mengurangi keseruan filmnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh enggak kok, cuma mengurangi kenikmatan experience di Sphere X aja :)

      Hapus
  3. Yupp saya setuju sama ulasannya, banyak line di deadpool cuma saya dan beberapa orang yg tertawa, bahkan line tentang "franchise nya liam neeson" juga...haha
    Memang beberapa potongan adegan nya bikin saya jengkel, tapi begitulah kerjaannya LSF. Oya, saya nonton ini dalam format "Starium", lebih worth it menurut saya ketimbang "Sphere X", karena di jogja ga ada Imax, starium pun jadilaah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yak, mending Starium kayaknya untuk ini :)

      Hapus
  4. om review the holy mountain dong, meskipun film lama dan absurd banget...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha masih ragu nonton itu karena ada banyak reptilnya dan nggak berani

      Hapus
    2. wkwk percaya sama ane om trailer nya aja yg gitu :v filmnya lebih parah :p

      Hapus
    3. wkwk percaya sama ane om trailer nya aja yg gitu :v filmnya lebih parah :p

      Hapus
    4. Kapok nontonin fetishism Jodorowsky sama reptilia haha

      Hapus
  5. setuju banget sama komen2 d sebelumnya! bahkan beberapa orang ngerasa filmnya Biasa aja alias ga selucu dan ga sebagus itu...padahal gw ngerasa ini lucu banget! ya itu, pemahaman jokes amerika dan tentang pemahaman film2 sebelumnya sih yang penting, kalo miss disitu, jokes2 cerdas dan line gebleknya deadpool pasti meleset...kayak semisal ada line nakal yg paling gw inget dan yakin beberapa org pasti miss banget sama jokes ini, pas si Ajax blg "oh, so now we're doing fist...(tangan kosong)" trus si deadpool blg, "oh, you're imagine your last weekend?" pasti org2 ga ngerti maksud jokes itu...artinya kan agak jorok gtu...berhubungan dengan "fisting" dalam hubungan sex, that's crack me up dan org2 ga ngerti kenapa gw ketawa...LOL

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha yeah that line too. Well, hampir semua line keren film ini ngggak dimengerti banyak orang sih

      Hapus
  6. review The Godfather Trilogy dong, mau liat reviewnya kyk gimana :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah yang jelas film pertama & kedua perfect score :)

      Hapus
  7. Film ini menurut saya bagus dalam hal action dan keabsurdan nya, tapi untuk humor ya biasa2 saja. Saya tahu reference dari sebagian besar humornya seperti liam neeson profesor careless whisper dll tapi ya tetep cuma bisa tersenyum kecut. Mungkin karena saya memang susah terhibur humor ala amerika dan lebih suka humor slapstick, bahkan saya lebih terhibur sama humor inside llewyn davis daripada film ini. Cerita juga biasa2 saja tapi bisa tertutupi oleh keabsurdan keseluruhan filmnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kalo tentang selera humor itu lain lagi. Wajar perbedaan selera :)

      Hapus
  8. Anonim4:14 PM

    Perlu aku ceritain pengalaman jadi the only perv in cinema? Sumpah film e ini membuatku menjadi asshole beneran di bioskop. Kesampaian dah jadi buah bibir haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ini ragu deh, emang penonton lain yang nggak paham jokes-nya atau dasar situ yang beneran pervert hahaha

      Hapus
  9. Kira kira deadpol bakal gabung gak yah di the avengers?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mustahil 20th Century Fox kasih hak Deadpool/karakter X-Men lain ke Marvel. Plan mereka cukup oke & stok karakter banyak, beda sama kasusnya Spider-Man di Sony

      Hapus
  10. Saya setuju, film ini memang lucu, tapi hanya "lucu", usahanya untuk menjadi film superhero (if i could name it as superhero) antimainstream terlalu berlebihan dan istilah kills the marvel universe dari film ini lebih cenderung seperti mengejek dan tidak lucu. Lebih lucu mendengar dialog seth McFarlane in my opinions. Saya tertarik mengikuti deadpool karena marketing campaign nya yg memang menjual "punchline joke", tapi justru kekecewaan besar karena saya adalah penggemar marvel sekaligus penggemar film superhero.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang film ini menjual istilah itu? Kalau komik "Deadpool Kills the Marvel Universe" mah emang ada :))

      Hapus
  11. Gan kalo remaja ga boleh nntn dong ini film? Soalnya untuk 17+?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo sama bioskopnya sih boleh boleh aja :D

      Hapus
  12. Keren bgt filmnya padahal aku plg mls liat film superhero tp kejem abis pembunuhan nya. Bikin merinding pas nonton

    BalasHapus
  13. menurut aku ya ada beberapa adegan yg bikin saya tertawa meski kayak dialog lucu yg di sebuti di atas...saya dengar beberapa penonton tertawa ...tapi mendengar deanpool nya berkata kotor ya sangat menyengankan sekaligus menjijikan sih...

    BalasHapus
  14. Secara cerita sih, ya begitu deh, berjalannya cerita cuma dimotori keinginan balas dendamnya deadpool ke orang yang udah bikin dia jadi mutan sekaligus ngerusakin mukanya (juga dengan harapan bisa maksa orang itu untuk bisa ngembaliin mukanya kayak semula lagi), yang sebenernya kan dia sendiri yang pertama kali mutusin untuk ikut jadi percobaan, (ga dipaksa juga kan sama si francis, malah dia jadi sembuh dari kanker, lah terus salahnya francis dimana ya?)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi kan yang dijanjikan bukan percobaan nggak manusiawi gitu

      Hapus
  15. Aq jg ngerasain ga enaknya cmn ketawa" sendiri dlm bioskop yg hampir smuanya cmn diem baca text n sensor dimana mana.. bikin hilang mood menonton.. pffft.. I wish I was born in U.S

    BalasHapus
    Balasan
    1. If you were born in US, you won't get the pleasure of watching Indonesian movie, then :)

      Hapus
  16. bener gan sebelum masuk bioskop aku udh siapin mood sama ekspetasi yg tinggi. justru yg bikin mood jd turun bukan karena sensor ataupun humornya gan, tapi pihak bioskopnya ngizinin anak balita ikutan nnton juga,, alhasil sepanjang film aku jd risih sama kehadiran para balita2 tersebut yg harus melihat adegan dan lelucon yg mereka pun gk ngerti.. sumpah ga tega.. aku juga ngalamin momen ketawa sendiri dibioskop, parahnya cmn gua seorang diri beneran cuman gua. koplak. lain kali kalo nnton film superhero harus ngajak temen yg hatam juga biar ada temen diskusinya (red=ketawaketiwi).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semestinya pihak bioskop memang lebih ketat masalah rating untuk anak di bawah umur, tapi semisal orang tua tetap maksa ya mau gimana. Lagian rating 'R' sendiri artinya "di bawah 17 tahun harus didampingi orang tua"

      Hapus
  17. Line; "pernah nonton 127 hours? Awas ini spoiler. " wkwkwkwk

    BalasHapus
  18. "Which Professor? McAvoy or Stewart?" :v

    BalasHapus