Dalam "Wonderful Life", Aqil (Sinyo) sang protagonis merupakan bocah pengidap disleksia, tapi filmnya tidak menempatkan gangguan belajar tersebut sebagai musuh utama, melainkan ketiadaan pemahaman terhadapnya. Amalia (Atiqah Hasiholan) ibunda Aqil menolak diagnosa psikolog, meyakini puteranya dapat disembuhkan seperti penyakit pada umumnya. Sang ayah (Arthur Tobing) menganggap Amalia telah gagal sebagai seorang ibu karena Aqil tidak berprestasi gemilang di sekolah. Sedangkan gurunya (Putri Ayudya) kerap mempermasalahkan ketidakmampuan Aqil membaca dan menulis. Terdapat dua persamaan di antara mereka. Pertama, ketiganya sama-sama menganggap Aqil bermasalah.
Persamaan kedua berupa fakta bahwa mereka sosok terpelajar. Tapi kenapa para sosok berpendidikan ini kurang memahami bahkan cenderung enggan mengerti tentang disleksia? Semuanya kembali pada anggapan umum bahwa kepintaran anak diukur dari nilai yang didapat di kelas, berada di rangking berapa dia, juga sejauh mana penguasaan materi akademis. Walau bocah seperti Aqil menonjol di bidang seni dan olahraga, menjadi percuma bila nilai di pelajaran seperti matematika jeblok. Diangkat dari novel karya Amalia Prabowo, "Wonderful Life" berhasil mengangkat isu penting berupa sempitnya sudut pandang masyarakat soal pendidikan serta keengganan untuk mengerti apalagi menerima suatu hal yang berbeda.
Amalia memutuskan membawa putera tunggalnya dalam sebuah perjalanan untuk mencari orang yang dapat menyembuhkan kondisi Aqil. Namun timbul pertanyaan, apakah pencarian itu sepenuhnya demi sang anak atau sekedar pencarian ketenangan hati Amalia atas sesuatu yang sulit ia terima. Karena tidak hanya pihak psikolog, seorang guru di suatu padepokan dan ahli herbal selalu memberi jawaban serupa; Aqil tidak sakit, hanya kurang istirahat, makan dan tertawa. Amalia tidak puas mendengar berbagai jawaban itu dan terus mencari bahkan hingga tiba di tempat praktik dukun. Ironis mendapati wanita cerdas dari kota dengan karir gemilang ini justru berpaling pada hal mistis.
"Wonderful Life" dipresentasikan dengan amat sederhana. Durasinya pun pendek, hanya 79 menit. Kesederhanaan itu justru menjadikan filmnya tepat guna, tanpa melebarkan ruang lingkup penceritaan ke arah yang tak perlu. Naskah garapan Jenny Jusuf ("Filosofi Kopi") memang tanpa konflik rumit tetapi kuat soal karakterisasi, di mana masing-masing punya peranan signifikan baik membantu pengembangan karakter lain maupun sebagai sarana Jenny menyuarakan kritiknya. Terdapat beberapa informasi bagi penonton mengenai disleksia, dan Jenny mampu mengemasnya supaya tidak berakhir sebagai selipan asal masuk namun selaras, menyatu dengan cerita. Kekurangan terletak pada penyajian unsur road movie khususnya turning point tatkala karakter mengalami kejadian yang memberinya pelajaran hidup aspek penting sebuah road movie yang penyajiannya terlalu "biasa". Ya, tidak semua kesederhanaan membawa dampak positif bagi film ini.
Sutradara debutan Agus Makkie terbukti cukup piawai bercerita, mampu menjaga pace perjalanan Aqil dan Amalia dengan baik serta cermat memformulasikan kadar serta timing curahan emosi, membuatnya terasa dinamis. Turut menguatkan suasana yakni scoring buatan Mc Anderson dan band asal Bandung, Bottlesmoker. Iringan musik mid hingga up-tempo sempurna mewakili kesan feel good yang diusung. Sedangkan tata artistiknya beberapa kali memvisualkan gambar-gambar Aqil, tak hanya menambah estetika, pula memantik rasa kagum saya terhadap kemampuan bocah ini, walau suatu adegan berhiaskan animasi disajikan terlampau singkat, terlanjur berakhir sebelum sempat menggiring penonton menuju imaji penuh fantasi penuh warna sang protagonis.
Atiqah Hasiholan menyuguhkan salah satu akting terkuat tahun ini berkat keseimbangan antara ekspresi mikro beberapa tatapan skeptikal dan frustrasi terpendam dengan intensitas emosi tinggi. Momen saat Amalia bertengkar dengan sang ayah lalu berkata "Aqil nggak sakit Pak, kita yang sakit" adalah puncak pencapaian. Layaklah Atiqah menerima nominasi aktris terbaik FFI 2016. Tapi sungguh saya terkejut sekaligus terpukau menyaksikan penampilan Sinyo. Aktor cilik ini menuturkan baris demi baris kalimat, bertingkah penuh semangat, sampai berteriak meluapkan amarah dengan begitu alami. Sinyo membuat kita semua mudah bersimpati pada Aqil, pencapaian luar biasa bagi bocah yang baru melakukan debut aktingnya.
Bagi Visinema Pictures, film ini memperpanjang winning streak studio ini (total 5 film telah diproduksi), membuktikan walau tanpa keberadaan Angga Dwimas Sasongko di kursi penyutradaraan pun, karya berkualitas tetap sanggup mereka ciptakan. "Wonderful Life" bukan saja solid, tapi ikut membawa pesan teramat penting. Filmnya tidak berusaha memusuhi disleksia, namun mengajak kita memahami bahwa perbedaan yang disebabkan bukan serta merta membuat si penderita lebih buruk dari orang "normal", bahwa prestasi akademis di sekolah bukan satu-satunya hal penting. This is one of the most important movie of the year for all of us (especially parents and teachers) to see.
Good. Ditunggu ulasan tentang nominasi Piala Citra 2016 :D
BalasHapusApa itu road movie ? Dan apa itu turning point ?
BalasHapusRoad movie itu film yang karakternya pergi melakukan perjalanan, ex: Little Miss Sunshine, Sideways.
HapusKalau turning point ya literally titik balik, kalau di konteks review ini, poin saat karakternya "berubah"
Mungkin Atiqah akan jadi saingan berat cut mini di FFI
BalasHapusBenar utk road movie cinematografinya kurang banget, tentang adegan pertengkaran Amalia dg sang ayah memang puncaknya karena adegan itu di trailer yang membawa saya ke bioskop tanpa ragu ..
Masih ada Christine Hakim di "Ibu Maafkan Aku" yang belum rilis. Ine juga kuda hitam walaupun peluangnya kecil karena "Nay" udah lama rilisnya
HapusBaru baca tadi nominasinya semuanya bagus2 siapa saja berpeluang besar buat menang
HapusMenurut saya perubahan karakter amalia terlalu terburu-buru sehingga terasa kurang ngena dihati..
BalasHapusAtiqah mencurahkan akting hebat nya disini jadi wajah dia masuk nominasi FFI...
Yap, terlalu cepat & kurang kuat momentumnya
HapusKalau Sinyo bisa menang FFI gak Bang?
BalasHapusLayak, tapi entah gimana nggak masuk nominasi
HapusKayaknya masuk saya baca tadi
HapusAh yes, sorry. He should win then :D
Hapustemanya mirip Like Stars on Earth.... bagus mana dgn film aamir khan itu?
BalasHapusDuh malah belum nonton itu
HapusBaca sinopnya iya mirip film like a stars on earth..dg cerita hampir sama
HapusBaca sinopnya iya mirip film like a stars on earth..dg cerita hampir sama
Hapus