11/06/18

TARGET (2018)

0 View
Target lebih bagus daripada Hangout (2016). Sesama komedi meta di mana para aktor memerankan diri sendiri bercampur misteri whodunit, proses Raditya Dika mempermainkan image jajaran pemainnya di Target jauh lebih berhasil. Dia memberi Cinta Laura kesempatan jadi sosok paling tangguh. Dia memberi penokohan tak terduga kepada Willy Dozan dan Samuel Rizal  yang tak pernah kita kira ingin kita lihat. Tapi kita ingin melihat Ria Ricis kena batunya akibat lawakan-lawakan tak lucu ciri khasnya, dan Radit pun memberikan itu. Walau Hangout juga bermain-main dengan image dunia nyata itu, dalam Target peran mereka signifikan dan punya momen puncak masing-masing. Radit menepi, membiarkan sorotan terbagi rata, membuka kesempatan bagi humor yang lebih variatif. Alhasil, jadilah film soal ensemble cast, bukan “Radit dan kawan-kawan”.

Kredit pembukanya langsung menggigit lewat desain grafis yang mengingatkan akan karya-karya Saul Bass yang jadi langganan Alfred Hitchcock. Pun ditambah musik suspense garapan Andhika Triyadi (Dear Nathan, Dilan 1990, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss) aroma Hitichcockian seketika merebak, mengawali pertemuan sembilan selebritis yang bermain bersama dalam film berjudul Target: Raditya Dika, Cinta Laura Kiehl, Samuel Rizal, Willy Dozan, Abdur Arsyad, Hifdzi Khoir, Ria Ricis, Romy Rafael, Anggika Bolsterli. Mengharapkan proses cepat nan mudah selama sehari, para pesohor ini justru mendapati diri mereka tengah dikurung sosok misterius bertopeng bernama Game Master di sebuah gedung kosong. Bukan itu saja, mereka dipaksa melakukan berbagai permainan maut sembari direkam gerak-geriknya melalui kamera yang tersebar di tiap sudut gedung. Game Master ingin menciptakan film yang nyata, dengan konflik nyata, serta kematian nyata.

Penjahat bertopeng, perangkap dengan perintah dilematis yang memaksa para korban mengorbankan diri sendiri atau orang lain, praktis Target adalah modifikasi dari Saw. Hanya saja tiada peralatan canggih dengan cara kerja rumit, karena perangkapnya monoton, cuma “lubang lantai” dan pistol. Hanya ada hidup atau mati, tanpa ada kehilangan bersifat parsial. Dampaknya, saat seseorang meregang nyawa, momen itu cuma numpang lewat. Apalagi karakternya menganggap kematian-kematian itu bak angin lalu. Terdapat beberapa adegan perkelahian dengan eksekusi kurang meyakinkan, canggung, meski salah satunya membuat Cinta Laura terlihat badass sementara satu momen lain bakal membuat penonton bersorak, khususnya bagi yang menghabiskan masa kecil bermain peran sebagai tokoh-tokoh dalam sinetron laga Deru Debu (1994-1996) seperti saya.

Perangkapnya memang bersifat sekunder. Bagaimana para korban menyikapi perangkap itulah yang diutamakan. Karena bukan slasher yang bergerak secara “kill-and-run”, Target mampu menjalin dinamika tersebut. Willy Dozan si legenda laga diubah jadi pria genit yang membenci kekerasan dan berjualan obat anti-wasir. Samuel Rizal yang rasanya seumur hidup terjebak oleh typecast Adit si pria keren dalam dua film Eiffel...I’m In Love tampil memparodikan image itu, sebagai pria yang bangga atas status selebritisnya dan acap kali bertingkah bodoh karenanya. Dari situ komedinya bisa bekerja. Kita suka melihat seseorang memerankan sosok yang berlawanan dengan tipenya. Ada satu potensi lain, yakni Anggika Bolsterli sebagai aktris yang mengkhawatirkan tampang selaku asetnya, sayang opsi itu urung dimanfaatkan. Menyenangkan melihat nama-nama di atas memperoleh fokus besar, sebab “dick jokes” murahan jelas terdengar lebih lucu saat dilontarkan Samuel Rizal ketimbang Raditya Dika dengan gaya yang kita sudah hafal betul.

Apakah Target film pintar? Tentu tidak. Beberapa permainan mautnya tidak diberi aturan pasti, yang mengakibatkan intensitas minimalis, dan saat permainan itu dikaitkan dengan motif pelaku yang diungkap di paruh akhir, modus operandinya menyisakan setumpuk pertanyaan di ranah logika pula menghadirkan kesan penggampangan. Radit enggan repot-repot memikirkan segenap detail tadi, terpenting ada permainan misterius plus twist soal pelaku. Mungkin kesederhanaan pikir itu yang ada di kepalanya. Tapi berkat kesederhanaan itu, Radit lebih mudah menjalin konstruksi yang rapi. Dia menyempatkan diri menebar petunjuk, sehingga walau ditempatkan bukan dengan cara yang memancing keterlibatan penonton memecahkan teka-teki, tatkala jawaban diungkap, poin-poinnya saling terhubung, meninggalkan saya dengan rasa puas ketimbang kesan tiba-tiba nan dipaksakan.

Mengapa lagi-lagi Raditya Dika membuat meta whodunit? Entahlah. Mungkin ia tidak puas dengan eksperimen perdananya dua tahun lalu, mungkin dia memang mencintai konsep itu, atau mungkin sekedar “cari gampang” karena dia tidak perlu menciptakan karakter (plus lelucon) yang sepenuhnya baru, melainkan cukup sedikit menggali lalu memparodikan image jajaran nama-nama tenar. Namun berapa banyak sineas kita berani menjamah ranah itu? Tidak banyak. Berapa banyak film liburan secara umum, atau lebaran secara khusus, yang bersedia melangkah ke sana alih-alih mengangkat konsep familiar macam horor dan sajian religius? Jauh lebih sedikit. Saya akan menyambut gembira jika Raditya Dika terus kembali lewat eksperimennya.

30 komentar :

  1. Bisa jadi film lebaran terbaik tahun ini ga bang?

    BalasHapus
  2. @Yoan Bisa, soalnya jelas lebih bagus dari Kuntilanak, dan 3 yang belum nonton kelihatan meragukan.

    @Suprianto Sorry, nggak level ya dititipin review.

    BalasHapus
  3. yang menghabiskan masa kecil bermain peran sebagai tokoh-tokoh dalam sinetron laga Deru Debu (1994-1996) seperti saya.

    Hahaha ketauan nih umurnya..

    BalasHapus
  4. waow. sepertinya harus nonton

    BalasHapus
  5. waow. sepertinya harus nonton

    BalasHapus
  6. Tdinya ragu klo liat dri trailernya...tapi hrus nntn sih..hangout aja yg ktanya biasa aja aku suka dan terbahak2..mdah2n ini lbh dri itu, oya komedinya bagus ga?..

    BalasHapus
  7. @dimas Ada "Jalan Makin Membara" punya Dede Yusuf, tapi "Deru Debu" tetep the best. Jagoannya lebih keren & ganteng 😁

    @Zamal Peningkatan kok dibanding Hangout. Soal komedi udah dibahas tuntas di review.

    BalasHapus
  8. Kalau dibanding The Guys mending mana mas?

    BalasHapus
  9. OOT sih
    Hereditary kira-kira bakal masuk Indonesia gak?sampe sekarang belum ada coming soon di bioskop manapun?atau memang ada tapi aku yang gatau?udah penasaran banget ama itu film soalnya hehe.

    BalasHapus
  10. Anonim3:59 AM

    @Bobby katanya rilisnya tanggal 27 Juni di indo, mudah"han sih jadi. Khawatir ga jadi gara" dapet score D+ di Cinemascore

    BalasHapus
  11. @Alvan Oke Target. Personally The Guys is one of Radit's worst.

    @Bobby Rencana akhir Juni. Tapi bukan di XXI ya. Udah di-share coming soon kok, tapi belum berani kasih tanggal pasti, tunggu respon penonton Amrik dulu. Bener itu, dapet D+ di Cinemascore bikin bioskop pikir ulang, tapi selama Box Office di sana jalan (nggak kayak mother!) mestinya tetep.

    BalasHapus
  12. kalau menurut Bang Rasyid film Raditya Dika terbaik film apa?

    BalasHapus
  13. kalau menurut Bang Rasyid film Raditya Dika terbaik film apa?

    BalasHapus
  14. @mukhlis Cinta dalam Kardus kali ya. Paling sweet.Single juga suka sih.

    BalasHapus
  15. Hanya film Single yg gw suka dari Raditya Dhika.

    Semoga saja yg ini bagus

    BalasHapus
  16. Anonim11:23 AM

    Sepertinya Target ini akan sama kayak Sweet 20 taun lalu, satu-satunya film Lebaran yang wajib tonton.

    BalasHapus
  17. Selamat Idul Fitri mas Rasyid ,maaf lahir batin , asyiiiiik baca review2 nya,

    BalasHapus
  18. @Okiyadi Selamat idul fitri juga, thanks a lot!

    BalasHapus
  19. Bg knapa review film Incredibles 2 nggak di upload ya? Btw saya udah 14 kali cek blog ini dari 14 juni tapi gak muncul2 hehe. Maaf sebelumnya, Minal aidzin wal faidzin :)

    BalasHapus
  20. Saya dari kemaren nunggu review incredibles 2 karna saya sangat mempercayai blog ini. blog ini menurut saya adalah reviewer film terbaik di indo. jadi sebelum menonton film saya selalu cek review disini, tapi munculnya skarang lama*saya tau kalo ini lebaran☺

    BalasHapus
  21. Ntah knapa ekspektasi yg terlalu tinggi kali ya ..ko filmnya garing banget jauh lbh bagus hangeout secra ekting pemain juga ko kya yg nanggung kogok gtuh..untuk ending sih lmayan twist ya..tapi syang bngt ..bneran ..

    BalasHapus
  22. Dtg dgn ekspetasi tinggi, menanti komedi khas Raditya, Pas filmnya kelar...istri bilang, udah gitu doang. Dan sy pun tertunduk lesu.

    BalasHapus
  23. @Totti Wow, thanks, that's a lot. Tunggu ya, karena lagi di kampung akses bioskop susah. Baru tanggal 16 tonton langsung 4 film, jadi publish bertahap 😊

    @Zamal Hehe jangan expect akting di film Radit. Tapi Willy keren kok,Sam juga pas jadiin parodi imej dia. Cinta, well, emang cuma mau dijadiin cewek tangguh, and she fits.

    @Ricky Masih khas Radit ini. Sejak Hangout, kan dia jadi punya 2 style: Miserable guy jokes (gaya lama) & meta jokes (gaya baru). Buat sekarang dia gak akan ulang gaya lama, khawatir penonton bosen. Terbukti di The Guys yang jumlah penonton biasa buat ukuran Radit

    BalasHapus
  24. Anonim6:45 PM

    Nonton film ini dan begitu selesai, rasanya bland banget, kayak ada yang missing. Radit mesti find new perspective, no more romance aka mantan/ cinta lama, basi banget. Ada scene2 yang oke, tapi ya gitu deh.

    BalasHapus
  25. Gue nonton nih film merem melek ketiduran. Sumpah busuk bgt!!!!!
    Jelas lebih bagus HANGOUT menurut gue. Willy Dozen super failed sbg gadun ngondek. Samuel Rizal si aktor kaku juga gak cocok bgt dan makin keliatan dibuat buat difilm ini. Satu satunya cast penyelamat di film ini Abdur Arsyad doang yg masih bisa bikin penonton ngakak. Dari segi lainnya? Blah!
    Rating dari gue 0,5 dari 5 !

    BalasHapus
  26. ahmad prabangkara2:52 PM

    paling gue suka dari film radit sih "single" aja ya, hangout boleh lah, klo Target belum ada kepengen nonton, malah weekend ntar mau lihat incredibles 2 aja, terlebih ada beberapa komen dr yg udh nnton "target" di sini, jd mundur dulu deh, hehe

    BalasHapus
  27. Film gagal ni. Kayak nonton di youtube aja. Wtf

    BalasHapus