Saya mengira Kain Kafan Hitam bakal menghasilkan satu lagi bencana di industri
perfilman Indonesia. Sungguh salah kaprah yang parah. Dalam debut
penyutradaraan yang dilakukan bersama Yudhistira Bayuadji, siapa sangka Maxime
Bouttier berani bereksperimen guna melahirkan horor arthouse yang menyatukan jiwa Roma-nya
Alfonso Cuaron, pendekatan Terrence Malick, gerakan Dogma 95 yang diprakarsai
Lars von Trier dan Thomas Vinterberg, dan surealisme David Lynch.
Mari kita bedah satu per satu. Roma merupakan lukisan aktivitas
sehari-hari, sebagaimana Kain Kafan Hitam
bercerita soal Evelyn (Haico Van Der Weken) yang sedang mencari rumah baru
ditemani kekasihnya, Bimo (Maxime Bouttier). Pencarian tersebut berujung di
sebuah rumah besar dengan harga sewa murah. Ketimbang hanya mengintip beberapa
sudut mengerikan, film ini mengajak kita mengikuti paket lengkap tur
berkeliling yang dipandu Egi (Egi Fedly) si penjaga rumah.
Egi memamerkan seluruh penjuru,
pelan-pelan menjelaskan “ini ruang apa”, “ruang itu di mana”, dan sebagainya. Beberapa
kali, gemuruh keras musik buatan Joseph S. Djafar (Jailangkung, Jaga Pocong, Orang Kaya Baru) datang menemani meski
tiada satu pun peristiwa supranatural terjadi. Hingga akhirnya Evelyn menetap
di sana, hal-hal aneh mulai menampakkan wujudnya.
Adik-adiknya lebih dulu jadi
korban. Suatu malam, saat Arya (Rayhan Cornellis) si bungsu henak buang air
kecil, hantu berwajah mirip versi busuk dari topeng Aku Aku di serial gim Crash Bandicoot menerornya. Ketakutan,
Arya pun ngompol. Berikutnya kita menyaksikan: Evelyn membawa Arya ke kamar – Evelyn mencari
celana ganti – Evelyn menggantikan celana Arya – Evelyn menidurkan Arya. Film
mana yang amat murah hati mau memperlihatkan proses mengganti celana secara
lengkap? Bahkan musik yang sepanjang durasi punya kebiasaan menggedor gendang
telinga pun seketika senyap. Apa ini kalau bukan usaha Maxime menciptakan post-horror ala A24?
Sutradara muda harapan bangsa ini
bahkan menggerakkan filmnya selambat mungkin. Para skeptis akan berkata bahwa
itu sebatas usaha mengakali naskah tipis karya Girry Pratama (Revan & Reina) yang mungkin cuma
berisi sekitar 30-40 halaman. Tapi saya berbeda pendapat. Saya yakin, Maxime berusaha
meniru kesabaran Ari Aster kala merangkai tempo Hereditary.
Kain Kafan Hitam juga merupakan penghormatan terselubung kepada
Terrence Malick. Sang sutradara legendaris gemar mengambil gambar tanpa naskah,
membiarkan aktor berimprovisasi demi memperoleh kejujuran luapan rasa. Bukan
mustahil, para pemain Kain Kafan Hitam juga
bernasib sama seperti Brad Pitt di The
Tree of Life atau Ben Affleck di To
the Wonder, yakni hanya menerima arahan singkat di secarik kertas tiap
hari, yang kurang lebih berbunyi, “Hari ini kamu berjalan keliling rumah, lalu
buka semua gorden. Lakukan perlahan. Resapi cahaya matahari yang menyelinap di
antara kisi-kisi jendela”.
Hasilnya bisa kita saksikan, ketika
Haico Van Der Weken berakting sama naturalnya dengan Yalitza Aparacio. Caranya
membuka gorden sungguh meyakinkan, bisa saja suatu hari nanti lapangan kerja
baru sebagai pembuka gorden ia ciptakan. Akting Maxime masih secanggung
biasanya, namun bisa dimaklumi. Dia mengampu tugas berat membuat horor
eksperimental, sehingga wajar bila tugasnya di depan kamera agak terbengkalai.
Walau tidak begitu kental, jejak
Dogma 95 yang berprinsip pada micro-budget
filmmaking masih dapat kita temui di sini lewat kemunculan beberapa establishing shot dengan resolusi rendah
yang bak diambil memakai kamera telepon genggam.
Menginjak 15 menit akhir,
eksperimen Kain Kafan Hitam menggila.
Ranah surealisme berani dijamah sewaktu menampilkan kilas balik yang bila
dilihat dengan mata telanjang, timing kemunculannya
terasa dipaksakan. Tapi melalui kacamata sinematik tingkat tinggi, surat cinta
kepada gaya David Lynch yang sering mendadak membawa alur melompat ke dunia
absurd bisa dirasakan. Di dalam dunia Lynchian,
tindakan maupun motivasi yang melatarinya terkadang sukar dipahami.
Sama seperti di film ini, tatkala
seorang ibu mertua mendorong menantunya yang sedang hamil tua dari tangga
hingga tewas. Dia memutuskan mengubur sang menantu diam-diam, membungkus
jenazahnya memakai gorden berwarna hitam alih-alih kain kafan. Kenapa ia tidak
berbohong saja, mengatakan jika menantunya tidak sengaja jatuh dari tangga alias
kecelakaan. Melihat kondisi kehamilannya, kebohongan tersebut sejatinya lebih
aman, logis, sekaligus mudah dilakukan. Tapi sekali lagi, ini eksperimentasi.
Lupakan logika beserta hal-hal mudah lain. Now
please welcome Mr. Maxime Bouttier, the new auteur of Indonesian cinema.
Gosh, I need Vodka.
Keren nih pelem π€£
BalasHapusYeeeay.. hari ini nuntun kaen kafan item, wkwkwkwkwk..
BalasHapusAslee ngakak baca review'nya..
Mantuuul..
Yaelah.. masi ada stngah bintang..
BalasHapusMas rasyid.. segera hubngi aria ama razak kalo perlu berkolaborasi utk review film masterpiece iniπ€£π€£
Aria lagi nikahan sodaranya hahaha. Tapi nanti kita bikin video soal Oscar kok.
HapusWkwwk...pake pendeketan sutradara hollywood berkelass.semua nih..bakalan tayang nih ddluar negeri kekny nih
BalasHapusReview penuh sarkasme ππ
BalasHapusWKWKWK ku senang kalo mas rasyid review jele
BalasHapusSarcasm Level 99999999999999999
BalasHapusBusyeet..baca awal ga langsung liat rating kirain paket lengkap banyak bagian bagus dari film keren...ga taunya paket ganti celana yg lengkapnya...ππ
BalasHapus(((PAKET GANTI CELANA)))
Hapus"Gosh, i need vodka." Sumpah, gue ngakak baca bagian itu. Ditambah sarkasnya yang bikin ngakak.
BalasHapusBTW, Dragon Ball Super Broly ntar di-review kan, kalau filmnya udah rilis?
Oo jelas, big fan of the series. Suka banget sama seri Super juga. Nanti malem nonton midnite.
Hapus" Caranya membuka gorden sungguh meyakinkan,"
BalasHapusCara buka gorden yg meyakinkan itu kayak apa sih kak jadi penasaran tp ga mungkin nonton filemnya ��
Hahaha that's a sarcasm
HapusReview nya masterpiece π Pasti nanti disadur oleh IG nya film ini
BalasHapusMaxime Bouttier is the new auteur of Indonesian cinema - Rasyid Harry (Movfreak)
Hapusππ
Bang oot nih, saranin film tentang duo Polisi tp yg rada kocak kyk Bad Boys nya Will Smith, The Other guys nya Mark Whelberg atau itu yg Kevin hart ft Ice Cube. Lagi demen nonton yg gtuan. Thanks before..^
BalasHapusWajib coba jelas 4 film Lethal Weapon. Terus 21 Jump Street, Hot Fuzz, Tango & Cash
HapusJangan bilang mas rasyid nonton film ini sebagai penugasan wkwkwkw, dari judulnya aja udah gak menarik minat nonton, kenapa harus kain kafan hitam, bukankah kain kafan itu putih, apakah karena yang memakai kain kafan itu banyak dosa sehingga dosa2nya terserap oleh kain kafannya sendiri atau maxime lagi mengalami penyakit buta warna sehingga tidak bisa membedakan warna hitam dan putih
BalasHapusIyalah, sayang banget duit buat filem beginian haha
HapusOh itu beneran kain kafannya dari gorden hitam, bukan ngelawak doang π
Ibu mertua pembunuh menantu yang sedang hamil kain kafannya berubah menjadi hitam pekat dan mendadak menjadi setan
BalasHapusHahahaha, pas baca paragraf awal sangat meyakinkan sampai saya sangat serius bacanya, pas scroll ke bawah saya tidak sanggup lagi, sakit perut , luar biasa twistnya ππππππ
BalasHapusSampe gw liat bintang ratingnya, gw masi kemakan kl ini film artsy horror yg oke... %®¢£=€
BalasHapusWelcome to the dark of Rasyid Harry. Ada kemungkinan buat bersanding dengan azrax ga bang tingkat cult legendnya?
BalasHapusKalau masanya Hanum & Rangga dulu ada review spt ini, niscaya bakal dipasang di IG filmnya. Seperti hujan bintangnya yg legendaris itu. Hahahahaa
BalasHapusMas Rasyid,
BalasHapusAkhirnyaaaa diriku nuntun film epic ini, wkwkwkkwkwk..
Memang sih filmnya nggk berkesan,"B"ajah..
Tapi nggk ada film yang jeleknya melebihi film Wahana Rumah Hantu..
Sejelek jeleknya film apapun, saya nggk pernah bilang film itu jelek, karena saya tau bikin film itu susah..
Tapi film Wahana Rumah Hantu sih keterlaluan, wkwkwkwk..
Njir sarkas
BalasHapus