12/04/19

SUNYI (2019)

0 View
Sunyi merupakan remake dari Whispering Corridors (1998), yang mana ambil bagian dalam era baru perfilman Korea Selatan pasca pembebasan dari penyensoran selepas kediktatoran militer berakhir. Alhasil, film tersebut dimanfaatkan selaku media menyuarakan kritik terhadap banyak isu, khususnya perundungan dan kerasnya sistem pendidikan. Itulah alasan mengapa karya Park Ki-hyung tersebut jadi fenomena populer, meski kualitasnya sendiri agak mengenaskan. Berbeda dibanding pendahulunya, Sunyi tak kebingungan menentukan jati diri, mencampur horor dan drama dengan cukup apik, menjadikannya remake yang superior.

Tema perundungan bukan saja dipertahankan oleh Sunyi, bahkan diberi eksplorasi lebih dalam. Kisahnya berlatar tahun 2000 di SMA Abdi Bangsa yang prestisius namun digelayuti isu perundungan yang konon telah berlangsung turun-temurun. Pun tersebar rumor bahwa pada dekade lalu, hal tersebut merenggut nyawa tiga siswi, yang hingga kini arwahnya senantiasa bergentayangan di sekolah.

Protagonis kita bernama Alex (Angga Yunanda), putera mediang paranormal terkenal, yang jelang hari pertamanya bersekolah di Abdi Bangsa, makin mengkhawatirkan senioritas di sana. Ketika ia nyatakan kekhawatiran tersebut, sang ibu (Unique Priscilla) merespon, “Senioritas kan bagus buat character building”. Dari situ kita bisa melihat pola yang menyebabkan perundungan terus lestari.

Pada malam pertama, siswa-siswi tahun pertama dikumpulkan oleh ketiga senior mereka: Andre (Arya Vasco), Erika (Naomi Paulinda), dan Fahri (Teuku Ryzki), guna menghadiri malam orientasi. Saat itulah hukum senioritas mulai diberlakukan. Murid tahun pertama adalah budak (tahun kedua disebut “manusia”, tahun ketiga disebut “raja”, alumni disebut “dewa”) yang wajib menuruti perintah senior yang berhak mengambil barang apa pun milik mereka, bahkan dilarang memasuki area-area seperti perpustakaan, kafetaria, juga toilet.

Bu Ningsih (Dayu Wijanto) selaku kepala sekolah merasa khawatir, tapi atas nama tradisi, memilih membiarkan. Sedangkan para junior tetap diam, karena melawan bukan saja menjadikan mereka musuh publik, pula menghilangkan kesempatan mendapat jaringan luas milik alumni. Sampai titik ini, naskah buatan sutradara Awi Suryadi (Danur, Badoet) bersama duet Agasyah Karim dan Khalid Kashogi (Badoet, Mau Jadi Apa?, Reuni Z), terbukti mampu menyediakan pijakan solid dalam penggambaran lingkaran setan budaya perundungan. Tidak berhenti di situ, naskahnya melangkah lebih jauh menelusuri soal kontribusi pola asuh orang tua lewat tro Andre-Erika-Fahri. Orang tua mereka sama-sama bermasalah, entah menerapkan hukuman fisik, menuntut terlalu tinggi, atau tidak hadir di rumah.

Ketiganya membuat hari-hari Alex bak neraka. Beruntung, ia bertemu Maggie (Amanda Rawles). Keduanya semakin dekat, dan dunia SMA Alex tak lagi sesunyi itu. Sialnya, begitu identitas ayahnya diketahui Fahri, Alex dipaksa memanggil arwah para siswi yang konon bergentayangan di sekolah. Awalnya usaha itu nampak gagal, namun tak lama berselang, kematian mulai menyebar dan darah mulai tumpah di SMA Abdi Bangsa.

Sewaktu Whispering Corridors seolah melupakan hakikatnya sebagai horor, Sunyi menerapkan pendekatan familiar sembari tetap memberi jalan bagi elemen-elemen di atas agar mengalir sebagai pondasi cerita, alih-alih sekedar jump scare layaknya banyak horor medioker lokal belakangan. Di luar adegan “listening class” dan “kolam renang” (yang sudah muncul di trailer), terornya tak banyak memperlihatkan kreativitas. Mayoritas formulaik, ditambah riasan hantu seadanya. Tapi saya mengapresiasi penolakannya untuk melempar jump scare membabi-buta atau memakai efek suara berisik. Serupa judulnya, film ini tidak takut menerapkan kesunyian, tahu kapan mesti berdiam diri, kapan mesti tampil menggelegar (yang juga tak pernah terlampau berisik). Tata musik garapan Ricky Lionardi (Danur, Sakral, Lukisan Ratu Kidul) juga sesekali terdengar atmosferik.

Sunyi pun menempatkan hati di tempat yang tepat. Kembali ke adegan “kolam renang”, secara mengejutkan momen tersebut menyimpan bobot emosi. Ada kesedihan di sana, tatkala senior pelaku perundungan ditampakkan kerapuhannya, digambarkan sebagai salah satu korban kegagalan sistem pendidikan, tentunya tanpa berusaha menjustifikasi perbuatan mereka kepada junior. Momen itu meyakinkan saya bahwa mereka tidak pantas mati. Sehingga saya mengamini ketika Alex mengonfrontasi sang hantu di klimaks sambil menyampaikan pernyataan serupa. Semakin memuaskan kala Sunyi ditutup oleh konklusi hangat, sesuatu yang dikorbankan film aslinya demi tambahan twist tak perlu.

Ya, jika sudah menonton Whispering Corridors, anda tahu akan ada twist. Sepanjang durasi, filmnya menyiratkan itu melalui beberapa petunjuk subtil. Apa yang membuatnya spesial adalah, sekalinya kejutan tersebut diungkap (sayangnya lewat eksekusi antiklimaks), penonton tidak dijejali rekap, selaku penjabaran atas sebaran petunjuk-petunjuk tadi. Seolah semua itu adalah “bonus” bagi penonton yang bersedia menaruh perhatian lebih.

22 komentar :

  1. Makin ke sini, Awi Suryadi adalah contoh sutradara yang belajar dari kesalahan karya sebelumnya. Setahap namun pasti. Btw,opini sementara buat teaser Danur 3: Sunyaruri gimana menurut Mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, Awi pelan-pelan tapi progresnya ada. Sekarang udah masuk tahap benerin naskah. Keren itu teaser. Walau kurang cocok sama make up hantunya, efek pas Peter ditarik itu langsung bikin intensitasnya naik

      Hapus
  2. Setuju kalo Sunyi lebih bagus dari Whispering Corridors, walau seri Whispering terkenal banget tapi menurut saya kualitasnya ga terlalu bagus. Film horror korea yang menurut saya bagus tuh The Wailing, Train to Busan, A Tale of Two Sisters, I Saw the Devil, sama Death Bell

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya itulah, Whispering Corridors jadi fenomenal karena salah satu yang berani angkag isu sosial pertama setelah sensor dilepas

      Hapus
  3. Whispering nya Song Ji Hyo bukan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu film ketiganya, Wishing Stairs. Kalau yang di-remake Sunyi itu film pertamanya

      Hapus
  4. Waaaw sebegitu keren kah film ini sampai rating bintangnya mendekati Pengabdi Setan dan Sebelum Iblis Menjemput?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Skripnya solid. Biar masih jauh dari Pengabdi Setan, jarang banget horor kita perhatiin skrip. Urusan teror sih masih jauh dibanding 2 judul itu ya

      Hapus
  5. Anonim6:01 PM

    naomi paulinda ajib bana dah <3

    BalasHapus
  6. Masuk jajaran horror terbaik tahun ini enggak bang? :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya iyalah, gimana lagi, orang sejauh ini baru Sunyi & MatiAnak yang waras 😅

      Hapus
  7. Anonim9:11 AM

    Seri whispering corridors itu filmnya jelek semua ya? Atau ada yg bagus? Soalnya Sunyi lumayan lah kualitasnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru nonton yang pertama sih, mau lanjut tapi udah jelek gitu, males

      Hapus
  8. Bang rasyid. Ini review gak sarkas kaya dulu reviewnya kain kafanhitam kan ? Mau nonton nih mumpung buy 1 get 1

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha nggak kok. Kalau sarkas kan pasti ratingnya tetep normal

      Hapus
  9. Awi Suryadi kayanya semakin teruji ini kualitasnya, apalagi lepas dari duet penulis terdahulunya di Danur series, dikasih projek horor semakin terasah kemampuannya, patut dinantikan karya Awi selanjutnya, beda ya sama Trio Baginda Jose Purnomo, Rizal Mantovani dan Rocky Soraya, makin banyak filmnya makin ngga karuan kualitasnya dan sungguh tidak jelas mau dibawa kemana horornya, hehehe

    BalasHapus
  10. Betul. Directing Awi terus naik. Tepat juga keputusan ganti penulis. Naah kalau Rocky malah kebalikannya. Awal meyakinkan, tapi stuck terus malah cenderung turun

    BalasHapus
  11. Directing Awi yg saya suka = Asmara Dua Diana, i know what you did on facebook, Badoet , Asih , dan Sunyi
    sunyaruri ada potensi bagus sih..

    BalasHapus
  12. Saya udah nonton tadi malam, dan jujur ja nih film ngasih pengalaman nonton film horor yg asyik bgt, gk cuma nyeremin tapi jg emotional. Tapi sayang krn MD sering bikin film horor jelek, jdix bnyak yg skeptis dg film Sunyi. Semoga naskah Danur 3 gk ngaco kyak film danur sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah, harga yang harus dibayar mahal itu. Tapi kecenderungan MD emang cuma garap serius beberapa horor yang jadi andalan

      Hapus
  13. bikin rangking film horor lokal terbaik versi movfreak dong..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Someday. Belum ngerasa pantes. Masih banyak horor klasik yang belum ketonton

      Hapus