20/08/19

EXIT (2019)

0 View
Film bagus sanggup menyajikan beberapa momen menegangkan, namun saat ketegangan berlangsung sepanjang durasi, artinya kita sedang menyaksikan suatu karya spesial. Diproduseri oleh Ryoo Seung-wan sang ekspertis film crowd pleaser (Veteran, The Battleship Island), Exit—yang sampai tulisan ini dibuat merupakan film Korea Selatan terlaris ketiga selama 2019—untuk sementara merupakan sajian paling intens tahun ini.

Sutradara sekaligus penulis naskah debutan, Lee Sang-geun tahu, bahwa untuk mendobrak tembok pemisah antara fantasi (film) dan realita (penonton), wajib hukumnya memunculkan kepedulian atas karakter. Di situlah partisipasi elemen cerita keluarga dibutuhkan, yang membuka kisahnya lewat papara komedik mengeai kehidupan Yong-nam (Jo Jung-suk).

Yong-nam tak ubahnya pecundang. Seorang pengangguran, yang sebagaimana ia deskripsikan sendiri, mengisi hari-hari hanya dengan tidur, makan, dan buang air besar. Gaya hidup itu kerap memancing amarah kakak perempuannya, sedangkan kedua orang tua Yong-nam gemar cekcok akibat hal kecil. Ketika ulang tahun ke-70 sang ibu datang, Yong-nam seolah melangkah memasuki neraka dunia, di mana ia banyak dipandang remeh oleh keluarga besarnya.

Pembukaan itu bukan sebatas pemenuhan obligasi layaknya banyak film bertema bencana lain, yang mengawali kisah melalui drama hampa sebelum kekacauan pecah. Prolognya ceria, menggelitik, dan terpenting, memberi pondasi bagi karakter. Kita mengenal satu per satu saudara Yong-nam melalui celaan yang dilontarkan, dan nantinya, masing-masing mendapat peran penting meski kecil. Alhasil, jajaran karakter pendukungnya pun menancap di ingatan.

Yong-nam memilih menggelar ulang tahun ibunya di lokasi yang jauh dari rumah. Dia beralasan, tempat itu memperoleh ulasan positif di internet, tapi kita tahu, alasan sebenarnya adalah karena Eui-joo (Yoona), gadis yang menolak cintanya  semasa kuliah, bekerja di sana sebagai Vice Manager. Tapi keduanya punya satu kemiripan, yaitu ketertarikan pada panjat tebing. Satu-satunya talenta yang bisa Yong-nam banggakan.

Malam berjalan damai hingga seorang teroris melepaskan gas beracun yang dapat mengakibatkan kematian bila dihirup atau mengenai tubuh manusia. Gas itu mampu memperluas jangkauan, lalu dengan cepat mengakibatkan kekacauan di seluruh kota. Dibantu Eui-joo, Yong-nam berusaha menyelamatkan keluarganya, tapi hanya ada satu jalan keluar: atap gedung. Sebab, selain gas yang pelan-pelan naik, itulah satu-satunya tempat yang mampu dijamah helikopter penyelamat.

Exit tidak pernah kehilangan cengkeraman berkat naskah yang muncul dengan beragam rintangan. Deretan rintangan gila didesain secara kreatif oleh Lee Sang-geun, dan mayoritas melibatkan kegiatan memanjat, melompat, atau meniti. Kita dibuat menduga-duga bagaimana karakternya bisa lolos, dan Exit terus menampilkan solusi kreatif, yang biarpun gila, tidak sepenuhnya tanpa otak. Kurang tepat disebut realistis, namun bukan pula suatu kemustahilan.

Karena itu, karakternya bukan pahlawan super. Mereka individu rapuh yang “kebetulan” memiliki kemampuan yang cocok untuk menyelamatkan diri. Pun Yong-nam maupun Eui-joo tak digambarkan sebagai sosok heroik. Mereka hanya nekat, masih merasakan takut, bahkan sesekali, hati kecil keduanya menyesali pengorbanan yang dilakukan. Bagi Yong-nam, kenekatannya didasari sikap “nothing to lose”, mengingat keluarga Yong-nam memandangnya tidak berguna. Dia merasa kenekatan tersebut bisa membuktikan bahwa ia berguna. Alasan itu memicu kepedulian dalam segala aksi gila yang ia lakukan.

Kata “gila” bukanlah hiperbola. Selain set pieces kreatif dengan kadar bahaya yang terus meningkat, tanpa penyutradaraan solid Lee Sang-geun, semuanya akan berakhir di ranah konsep belaka. Dibantu musik ritmis gubahan Mowg (I Saw the Devil, The Age of Shadows, Burning) yang efekif memacu detak jantung tanpa menciptakan distraksi, Sang-geun piawai memilih sudut kamera, mengatur tempo, serta mengatur penempatan momen guna menjaga kestabilan tensi. Meneruskan track record sineas Korea Selatan, baik selaku sutradara atau penulis, Sang-geun kompeten melahirkan dramatisasi melalui unsur keluarga.

Keluarga adalah pondasi. Contohnya di babak ketiga, saat kita menyaksikan perjuangan dua protagonisnya bersama keluarga Yong-nam. Kita tegang seperti mereka, bersorak seperti mereka, ketakutan seperti mereka. Nyawa Yong-nam dan Eui-joo jadi lebih berharga, sebab kepulangan mereka dinantikan orang-orang tercinta.

Terkait akting, Jo Jung-suk sempurna menghidupkan sosok “everyday guy”. Dia bukan jagoan super, sebatas pria bertalenta, dan kita mempercayai talenta tersebut, tatkala Jong-suk melakoni deretan stunt secara meyakinkan. Sedangkan penampilan Yoona mencerminkan personanya di variety show yang mencuri hati jutaan orang. Begitu mudah jatuh cinta pada dua sisinya: Si gadis lucu nan menggemaskan, serta wanita tangguh yang mampu mencetuskan ide-ide cerdik bahkan di situasi darurat sekalipun.

Sewaktu berbagi layar, Jong-suk dan Yoona menawarkan interaksi dinamis sebagai tim sempurna yang mendorong kita bersorak kala menyaksikan keberhasilan mereka. Dan dalam usaha Exit menjadi hiburan ringan, keduanya tampil bak duo komedik yang telah sekian lama berduet. Ya, biarpun menegangkan, Exit sarat kelucuan, yang (lagi-lagi) dibalut kreativitas tinggi. Siapa sangka mode panggilan video bisa dipakai sedemikian rupa seperti yang dilakukan karakter film ini?

Saya siap menganugerahkan nilai sempurna andai bukan karena kemasan konklusinya. Usaha Exit “menipu” penonton terkait nasib kedua protagonis justru mengorbankan intensitas yang susah payah dibangun, lalu mengakhiri perjuangan mereka secara antiklimaks. Tapi itu sebatas lubang kecil dibanding pencapaian keseluruhan film, yang menyuguhkan ketegangan luar biasa.

14 komentar :

  1. Min, ini kok premis ceritanya mirip film Just A Breath (Dans La Brume) ya? Tentang gas berbahaya yang menyelimuti kota dan mereka menyelamatkan diri dengan naik ke gedung paling tinggi.
    Sekedar terinspirasi atau adaptasi dari film tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak ada kaitannya sih. Dan soal naik ke gedung tinggi itu cuma bagian kecil dari keseluruhan Exit

      Hapus
  2. Bang midsommar kok tayang mundur jauh skali ke bulan 10?

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah sudah ada pernyataan resmi di bulan oktober ya tayangnya? q kira gk jadi tayang malahan.

      Hapus
    2. Belum ada. Untuk sementara statusnya adalah batal tayang

      Hapus
    3. Yahhh... Nunggu bluray ny aja gt. Ad alasan kenapa batal tayang gak bang ? Kemarin liat d coming soon ny cgv ada tanggalnya padahal

      Hapus
  3. (Out Of Topic)

    Ada yang punya refensi film yang inspiratif gak? Sprti Pursuit Of Happines, Bruce Almithy, Forrest Gump. Komedi/Drama

    Buat diskusi bareng nih film2 inspiratif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa coba:

      One Flew Over the Cuckoo's Nest
      The Intouchables
      Good Will Hunting
      Life of Pi
      Rain Man

      Hapus
  4. "film terlaris korea ketiga tahub ini", emg yg peringkat pertama sama kedua apa ya min??

    BalasHapus
  5. Penggemar running man juga kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu. Sekarang setelah pada makin tua dan makin dikit "running", lebih demen Knowing Brothers & Idol Roon.

      Hapus
  6. Baru saja nonton parasite n saya tebak menjadi film korea terbaik tahun ini.. eh masih ada Exit yg blm di tonton

    BalasHapus