18/10/19

PEREMPUAN TANAH JAHANAM (2019)

0 View
Setelah sedikit dikecewakan oleh Gundala, Perempuan Tanah Jahanam mengingatkan lagi alasan kekaguman saya terhadap film-film Joko Anwar. Tidak ada batasan, baik terkait moralitas maupun kreativitas, sehingga terlahir karya yang bebas nan segar. Kali ini Joko mengawinkan gagasan soal kasih sayang orang tua dalam keluarga disfungsional dengan lingkaran setan bernama kutukan.

Kredit pembuka di mana nama-nama bak terlukis di atas kelir (layar pertunjukan wayang kulit) diiringi musik bernuansa gamelan (digawangi trio Aghi Narottama-Bemby Gusti-Tony Merle plus Mian Tiara, scoring-nya ampuh membangun atmosfer sepanjang durasi), membuat Perempuan Tanah Jahanam langsung mencengkeram sedari awal.

Bahkan sejak sebelum itu, tepatnya pada adegan pembuka saat dua sahabat yang bekerja sebagai penjaga gerbang tol, Maya (Tara Basro) dan Dini (Marissa Anita), mengobrol lewat telepon sembari menanti berakhirnya shift malam mereka. Kembali, Joko memamerkan kebolehan merangkai interaksi kasual, yang tak jarang mengandung pokok pembicaraan remeh cenderung nyeleneh, namun di situlah realisme terbangun. Meski sayang, lagi-lagi karakter Joko mengidap “penyakit” berupa artikulasi yang sering rancu.

Pembicaraan Maya dan Dini ditutup teror mencekam, yang turut menyibak sebuah rahasia. Maya akhirnya mengetahui siapa orang tua sekaligus kampung halamannya, yang terletak di Desa Harjosari. Bukan cuma itu, ada kemungkinan sebuah warisan melimpah telah menantinya. Sedang kesulitan uang, kedua wanita ini memutuskan berangkat ke Harjosari, tanpa tahu jika selain warisan, bahaya besar pun menanti mereka.

Sense of impending doom. Perasaan itu yang Joko ingin penontonnya rasakan. Dari penampakan-penampakan makhluk gaib—walau tak semencekam dan sekreatif Pengabdi Setan, jump scare buatan Joko masih jauh dari murahan—sampai keanehan suasana Desa Harjosari. Sekilas warga di sana bersikap ramah, termasuk Ki Saptadi (Ario Bayu) si kepala desa yang tinggal bersama sang ibu, Nyi Misni (Christine Hakim), namun aroma ketidakberesan tercium pekat.

Aroma yang makin kuat sewaktu Dini mengambil sebuah keputusan nekat, yang bagai jadi gerbang pembuka menuju kegilaan-kegilaan Perempuan Tanah Jahanam. Perihal intensitas, kelebihan Joko dibanding sutradara lain adalah kemampuan memanfaatkan talenta pemain untuk menghidupkan ketakutan di tengah suasana darurat. Mentah, bak tanpa polesan. Tara Basro, dengan penampilan memadai, boleh jadi tokoh utama, tapi Marissa Anita adalah bintang pertunjukan. Diperlihatkannya definisi “efortless” dalam akting, entah lewat luapan rasa takut yang akan membuat jantung penonton ikut berdebar, atau menangani obrolan santai dengan sedikit bumbu komedi.

Dua metode penghantaran horor Joko terapkan di sini, yaitu melalui pemandangan disturbing dan atmosfer. Saya tidak bisa mengungkap detail kekerasan apa saja yang film ini simpan, tapi pastinya Joko tak ragu bermain-main dengan tubuh manusia. Darah jelas mengalir di tanah jahanam Harjosari. Mengenai atmosfer, Joko, dibantu sang sinematografer langganan, Ical Tanjung, menggunakan sorotan lampu kuning kala malam hari, khususnya pada tempat di mana mistisisme berpusat. Bagai ada kabut pekat menyesakkan dari alam lain sedang menyelubungi Harjosari. Ditambah latar rumah-rumah remang, keangkeran timbul tanpa perlu ada makhluk halus bertampang mengerikan menampakkan diri.

Kelemahan Perempuan Tanah Jahanam terletak di satu elemen naskah. Setelah secara apik mengimplementasikan budaya klenik tanah Jawa, naskahnya tersandung urusan pemaparan jawaban misteri. Joko menyisihkan dua titik di alur untuk menjabarkan tabir kebenaran secara gamblang. Saya merasa ini bentuk kompromi Joko kepada penonton awam, mengingat kegamblangan bukan sesuatu yang identik dengan karyanya. Tapi masalah terbesar bukan soal “seberapa gamblang”, melainkan bagaimana proses menyuapi informasi itu, terjadi berkepanjangan, dan diletakkan di tengah babak ketiga, sehingga melucuti intensitas.

Klimaksnya sendiri, meski tetap mengalirkan darah pula menampilkan tragedi, kekurangan daya bunuh. Ketika saya sudah bersiap menerima dikecewakan oleh resolusinya, Joko melemparkan momen final. Momen penutup ini—menghadirkan wajah familiar selaku cameo serta Christine Hakim yang melengkapi keberhasilannya memancing ngeri sepanjang film—menusuk jantung bermodalkan intensitas luar biasa, berkat kemampuan Joko memadukan timing kejutan, grafik disturbing, tempo tinggi, serta dua sumber suara, yakni musik dan teriakan manusia. Hanya segelintir sutradara bisa mengkreasi kegilaan semacam itu. Berbagai kekurangan yang sebelumnya muncul pun terbayar lunas, menegaskan film ini memang jahanam!

53 komentar :

  1. Gila... Impetigore yg muncul berbarengan dengan modus anomali akhirnya rilis juga. Dulu posternya lebih 'ngena' daripada poster yg sekarang. Bang mau tanya, film Ratu ilmu hitam menurut bang rasyid bakalan gimana hasilnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Ratu Ilmu Hitam" looks crazy! Nggak tahu kalo ternyata kacau 😁

      Hapus
    2. Liat setting hutan dan desa-nya malah kepikiran apa kayak gini ya desa penari? wqwqwq

      Kenapa ya bang, joko anwar tiap jadi sutradara kadang suka sedikit ngecewain dibanding pas bikin skrip aja. Kecuali film janji joni.

      Hapus
    3. Kebalik malah. Kecuali Gundala, termasuk di PTJ ini, Joko selalu lebih kuat di directing. Naskahnya pasti selalu ada hal mengganggu

      Hapus
  2. Gila sih.. yg paling salut itu castnya hampir smua gak ada yg sia2.. marissa anita di spotlight paruh pertama dan spotlight utama menurut gw yah bu christine hakim,, waktu jokan ngomong di cine crib kalo bu christine hakim gak bisa diganti.. dan nonton ini yah wajar sj kyknya emang gak ada yg pas dgn kematangan/kharismanya utk isi karakter nyi misni

    Setuju sih ini filmnya jokan paling "gampang" selain gundala
    Terlalu gamblang aja.. gak banyak memancing perdebatan kyk pengabdi setan (gw ingat blog ini trafficnya udah kyk sore2 ke depok,, padat tiarap wkwk)
    8/10

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sore ke depok? Itu mah cawang jam pulang kantor 😂

      Hapus
  3. Anonim8:46 AM

    sakit hati sih kalo film sejahanam ini jumlah penontonnya kalah dari horor studio sebelah yang makin kesini makin bapuk tapi bisa tetep tembus 2 juta penonton lebih

    kemarin sih pas saya nonton full satu studio.. dan tdi pas ngecek lagi hari ini jumlah layarnya udah ditambah.. semoga aja jumlah layarnya terus stabil

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hari pertama 117 ribu, layar nambah buat weekend. Lumayan gede itu. Selama WoM kuat, enteng ini 2 juta

      Hapus
  4. Atmosfer mencekamnya ga ngenakin banget. Btw selain Marisa Ama Christine Hakim, Asmara Abigail juga bagus banget kok meranin karakter orang Jawa yang lugu tapi misterius

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gw malah berharap asmara abigail nge twist di akhir.. ikut gorok2an..wkwk
      Tapi yah segitu aja

      Hapus
    2. Gue juga berharap ada something wrong with Ratih, apalagi dengan tagline "kerasa nggak" di teaser trailer sambil nyengir jahat. Eh taunya...

      Hapus
  5. Anonim9:47 AM

    Apakah sesaat lagi komentar bernuansa spoiler akan bermunculan.

    "Jadi si A itu sebenarnya hantu ya?"

    "Gue juga kaget waktu diungkap siapa pembunuh si C"

    Cuih

    BalasHapus
  6. Apa yg bikin scene penutup itu such a big deal for you mas ? Apakah murni dari eksekusinya saja, atau scene itu punya makna yang lebih besar ?. Mungkin saya yang gk nangkep, tp saya rasa scene itu gk ngasih kita apa-apa yg berkaitan dengan cerita selain tentang kutukan dan (mungkin) clue tentang sequel.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eksekusinya. Ya gabungan elemen-elemen di paragraf terakhir. Sekilas sederhana, tapi satu aja meleset (satu shot kepanjangan apa kependekan beberapa detik/salah pilih sudut kamera buat nangkep eskpresi Aghniny, dll) bubar semua.

      Hapus
  7. seriously, jujur adegan yang paling aku suka ketika pembuka dipintu tol. tektokan keduanya bener2 lucu, tegangnya dapet bgt. i wish marissa anita get another role. tampil ga lama tapi mencuri perhatian

    BalasHapus
  8. Lumayan, atmotsfir mencekamnya justru berkurang menjelang akhir. Misterinya terbuka terlalu gamblang, jadi twistnya gak bikin kaget.

    Tapi ini lebih baik dari Gundala yg meh bgt

    BalasHapus
  9. Spoiler : Ada satu adegan yg mengecewakan, adegan di hutan pas tara ikut naik mobil bak. Mesti harus kek gitu penampakan nya? Hantu nya tiba tiba ada disamping supir dan mobil nabrak pohon? Knp gk hantunya di tengah jalan aja, lalu supir kaget sehingga mobilnya banting stir ke pohon. Lebih bagus kan? Apalagi Efek CGI nya juga kurang, terlebih pas hantunya ngilang..

    BalasHapus
  10. Tara tara. ...Agaian and again
    Ga ada yg lain apa ????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya?? Sama tuh Scorsese juga. De Niro lagi, DiCaprio lagi. Mbok pake Iqbaal Ramadhan!

      Hapus
    2. Pake Iqbaal? Jangaan.. berat, nggak akan kuat..

      Hapus
    3. Sutradara pasti bakal pake aktris atau aktor yang udah dia paham banget sama karakternya, emang lau mau siapa yang jadi aktrisnya?Nikita Willy

      Hapus
  11. menurut gue ini film mengecewakan, ga beda jauh sama gundala, storytelling-nya jelek walau ide dasarnya bagus, apalagi pas adegan flashback panjang yg membongkar misterinya secara gamblang dan tuntas, sinetron banget, cuma 2 adegan yg bagus, adegan pembuka di pintu tol, dan adegan paling akhir, itu 2 adegan itu yang sangat powerful, sisanya MEHHH, kalo ini film rilis awal dekade 2000an mungkin kegilaannya bisa menghibur, tapi untuk tahun 2019, film macam ini berasa biasa banget apalagi eksekusinya overall berantakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, adegan pembuka dan adegan penutupnya itu luar biasa, tapi adegan-adegan di antara itu biasa aja, hit and miss

      Hapus
  12. Jujur sih, di bawah ekspektasi 😞
    Tidak se wow yang dibayangkan...

    BalasHapus
  13. dari segi penuturan dan pola ceritanya, berasa nonton J-Horror tahun 2000-an dicampur dengan tema Horor Indonesia tahun 80-an

    BalasHapus
  14. Flashback yg ngerusak cerita imho 😭😒

    BalasHapus
  15. Nunggu film lampor deh jadinya

    BalasHapus
  16. Kalo kita mau jujur dan ga kejebak hype dr markwtingnya yg emang oke.. Film ini buruk, walau eksekusi visualnya emang oke. Flashbacknya bener-bener bikin ilfil. Mungkin film terlemah dari jokan. Jangan-jangan sekedar untuk ngisi slot di antara bumi langit universe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, Gundala dan PTJ film terlemah Jokan, plotnya rumit ambisius tapi konklusinya payah.

      Hapus
    2. Well, saya jujur kok, dan bilang bagus bukan karena kejebak hype, tapi emang meyakini itu dengan alasan2 di atas.

      Tapi iya, kalau diurutin, emang PTJ, bareng Gundala & Modus Anomali itu ada di bottom three

      Hapus
    3. Setuju kalau PTJ masuk bottom three karya nya jokan, flashback menghancurkan misteri di film ini

      Hapus
  17. 2 hal yg mengganggu gue:

    1. Keputusan-keputusan bodoh karakternya, kenapa nginep di rumah tua yg udah mau hancur? Kenapa ga di rumah warga? Padahal awalnya si Ario Bayu itu baik, si Asmara Abigail juga baik. Minimal ada adegan yg menunjukkan effort mereka utk cari penginapan yg layak di rumah warga. Atau minimal ada diskusi soal itu. Ini mah ga ada sama sekali, langsung nginep aja di rumah bobrok yg ga layak gitu. Apa ga ngeri? Misal ada makhluk halus atau ada penjahat? Aneh bgt. Lalu si Marissa ngaku Rahayu juga keputusan konyol.

    2. Flashback, udah jelas itu melucuti separuh nyawa film ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. Ini karena ego & kebohongan mereka. Maya (dan Dini) merasa itu rumah mereka, ya udah, mending di situ daripada ambil risiko habisin waktu banyak bareng warha yang bisa bikin kebohongan mereka ketahuan. Plan mereka kan "secepat mungkin cabut dan sesedikit mungkin berinteraksi". Kenapa Dini ngaku rahayu? Ya itu dia, emang kebodohan dia yang mau ditunjukkan. Kebodohan yang disebabkan keserakahan (kepancing omongan warga kalau Pak Kades bakal langsung kasih surat rumahnya ke Rahayu)

      2. Ya, quality wise, ini merusak. Sayang banget, walaupun itu bentuk kompromi Joko ke pasar.

      Hapus
  18. Kolom komentar mas Rasyid selalu rame saat film2 nya bang Jok tayang yah hehe

    BalasHapus
  19. Cukup puas dengan ini , expect asmara ga overacted ,disini malah jadi keren, lugu lugu tapi pahlawan :)) .

    Christin hakim emg kualitasnya seperti itu sih disini maksimal banget padahal katanya ini horor pertamanya yah ?

    Tara , yaudah sih ya langganan Jokan, sudah jatuh hati semenjak Copy of my mind

    Dan, best part of this film adalah OPENING NYA YANG WOWW ! KOCAK DAN MENCENGKERAM

    Tapi sorry dory , saya masih setia ,Pengabdi masih yg terbaik IMHO

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh jelas, Pengabdi Setan itu benchmark horor lokal modern. Susah disaingi, bahkan sama Joko sendiri

      Hapus
  20. Opening filmnya adalah bagian terbaik dari film ini.

    Yg kurang di film ini adalah Jokan gak bisa mempertahankan misteri dlm film ini sampai akhir yg berimbas ke atmosfir film yg menurun setelah flashback itu.

    Yg kedua, mengakhiri film dgn menggorok leher beberapa karakter itu koq aneh bgt menurutku, motivasinya apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyah yah. Ngapain ngegorok leher -,- glorifying suicide ?

      Hapus
    2. Yang gorok leher ini fatal banget menurutku sih. Disitu kan disaksikan warga. Warga jadi tau bahwa penyebab kutukan didesa mereka selama ini adalah ibu si kades. Akan lebih masuk akal klo seandai nya si ibu sama pak kades diamuk oleh masa

      Hapus
  21. Gk jelek..tp y gk greget jg..biasa aja

    BalasHapus
  22. ALL JOKAN'S MOVIES RANKED

    1. A Copy of My Mind
    2. Pintu Terlarang
    3. Pengabdi Setan
    4. Arisan! (Penulis)
    5. Fiksi. (Penulis)
    6. Janji Joni
    7. Kala
    8. Perempuan Tanah Jahanam
    9. Modus Anomali
    10. Gundala
    11. Quickie Express (Penulis)
    12. Orang Kaya Baru (Penulis)
    13. Stip & Pensil (Penulis)
    14. Jakarta Undercover (Penulis)

    BalasHapus
  23. Walaupun gak fair kalau dibandingkan dengan pengabdi setan. Tapi kok rasanya kurang aja, udah punya ekspetasi yg luar biasa sama ptj dan film2 jokan. Apalagi yg main ibu christine hakim, definisi nenek-nenek sakit jiwa tp porsinya berasa kurang banyak. Asmara abigail justru curi perhatian. Sangat disayangkan media pembuka flashbacknya kayak gt. Dan entah kenapa jd ngerusak momen nih film. Berharap lebih banyak adegan darah-darah haha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, PTJ ga sesolid Pengabdi Setan, Kala, atau Pintu Terlarang.

      Mau dibawa ke atmospheric, kurang creepy. Mau dibawa ke Gory, kurang Gore. Mau dibawa ke Mistery, kurang Twisted.

      Hapus
  24. Adegan bikin melongo dan masih teringat yaitu pas Marisa Anita disayat lehernya dan adegan Christin Hakim ngejemur kulit. Itu anjir bgt buat aku yg baru suka nonton film di bioskop.
    Karena Cine Crib biasanya nonton di bioskop sebulan sekali itu jg filmnya pilih-pilih, sekarang dri september sampe sekarang udah 15 film wkwk. Kapan ke cine crib lagi???

    BalasHapus
  25. Ada yang bisa jelasin fungsi tulisan jawa (mantra) yg ditanem di kaki rahayu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar gak diganggu arwah 3 anak kecil yg jadi tumbal bapaknya rahayu.

      Hapus
  26. Mas Rasyid,

    Artikulasi yg sering rancu itu maksudnya bagaimana?
    Beda yak kritikus dan penonton awam like me..

    Gw sih menikmati ajah obrolan mereka malah kadang bikin ketawa kecil..

    Sukak sih sama penampilan Asmara Abigail yg serem tapi kalem..
    Gara² nuntun PTJ, gw jadi follow akun IG doi, wkwkwkwkwk..

    BalasHapus
  27. Gak tahu yaaa ini ciri khas, atau emang Joko menggunakan formula gabungan dari film-film sebelumnya. Di A Mothers Love marrisa anita jatuh dari motor sampai pincang, di Gundala lari dan kesandung, di sini juga kesandung dan ujung2nya sama-sama pincang. Trus di Pengabdi Setan endingnya satu tahun kemudian, di PTJ juga satu tahun kemudian. Overall aku ketagihan banget sih sama filmnya, gore, sadis tapi gak bikin depresi dan trauma, malah fun. Menurutku selemah-lemahnya film ini, masih jauh level lebih tinggi ketimbang film-film horor indonesia lainnya untuk tahun ini. Saya setuju Joko Anwar bikin filmnya jdi lebih gamblang, kadang suka heran, ketika dia bikin kita mikir, ada yang bilang filmya bolong-bolong, ketika dibuat gamblang, katanya merusak cerita. Hmmm tau ah, yg jelas saya sangat menikmati filmnya.

    BalasHapus
  28. Coba kita sedikit ubek ubek ceritanya biar lebih gurih (menurut saya) hehe..

    - Metode membuka fakta masa lalu tidak usah pakai adegan trance / kesurupan. Coba pakai adegan Tole (si bocah tanpa kulit yg dibiarkan hidup) untuk membuka fakta yang terjadi. Bagaimana si Tole bisa tahu, ya dia punya ikatan batin dengan seluruh anak anak yang mati di tanah Harjosari. Secara dia ditinggal di tengah hutan sejak lama, sehingga secara logika pun lebih masuk akal buat dia untuk 'berinteraksi' dengan arwah anak-anak yang mati. Biarkan Maya dan tole berdialog sambil disisipi adegan flashback. Kasian juga si tole efek visualnya udah ciamik gitu munculnya sekelebat doang..hehe..

    - Konklusinya dibikin lebih gore dong. Saya membayangkan Maya bisa kaya julie estelle di Rumah Dara. Badass di ending..kasihlah si maya kesempatan untuk membela diri dengan menyayat ki Saptadi atau Nyai Misni sampe berdarah darah.

    BalasHapus
  29. (SOP ILER)
    PTJ diselametin ama opening mpe si Dini dieksekusi nyi misni. Seterusnya mpe ending asli ga mutu. Anomali bejibun, flashback bener2 flash, serem kagak, apalagi jahanam. Adegan paling lucu, setan di pick up samping pak supir. Maksa banget. Akting terbaik : Marissa Anita. Adegan terbaik : Loket tol. 6/10.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gerfa A79:23 PM

      Setuju. Adegan pembuka PTJ adalah adegan pembuka terbaik di film Indonesia sepanjang masa. Tapi film PTJ sendiri secara keseluruhan adalah film paling mengecewakan sepanjang masa, karena ekspektasi dan hype udah tinggi bgt, tapi ternyata gitu doang.

      Hapus
  30. Film jokan paling jelek
    Apalagi endingnya

    Paling bagus cuma awalnya doang

    BalasHapus