07/11/19

DOCTOR SLEEP (2019)

0 View
The clarity of the storytelling is what makes it special”, puji Stephen King pada Doctor Sleep, film adaptasi novel berjudul sama karyanya. Apakah ucapan itu bermakna ganda? Apakah King diam-diam sedang membandingkan film ini dengan The Shining (1980), yang sebagaimana publik tahu, kerap ia kritisi? Pastinya, penuturan Doctor Sleep memang lebih “jelas”, menyisakan lebih sedikit ambiguitas, pula menjawab beberapa pertanyaan yang ditinggalkan horor klasik milik Stanley Kubrick tersebut.

Disutradarai sekaligus ditulis naskahnya oleh Mike Flanagan (Hush, Ouija: Origin of Evil, Gerald’s Game), Doctor Sleep ibarat jembatan visi King dan Kubrick, di mana elemen novel serta filmnya digabungkan. Flanagan mengkreasi ulang beberapa momen dari film Kubrik, baik berupa flashback (Danny bersepeda mengitari Hotel Overlook) maupun easter eggs, misalnya saat Danny Torrance (Ewan McGregor) ditawari pekerjaan, yang punya latar, konteks, bahkan shot serupa adegan wawancara kerja sang ayah, Jack Torrance.

Flanagan bukan sedang pamer gaya semata. Sekitar 31 tahun pasca tragedi Hotel Overlook, Danny memang bak cerminan Jack. Trauma ditambah usaha menekan kemampuan supernaturalnya (disebut “shining”) menenggelamkannya dalam alkoholisme. Dia hidup tanpa arah, sampai bertemu Billy Freeman (Cliff Curtis), yang membantunya lepas dari kecanduan serta mendapat pekerjaan sebagai perawat rumah sakit. Di sana, Danny mulai memakai lagi shining-nya, guna membantu pasien menemukan ketenangan menjelang ajal. Julukan “Doctor Sleep” pun melekat padanya.

Tapi sejak opening, kita tahu bahwa pemilik shining bukan Danny seorang, kala tokoh Rose (Rebecca Ferguson) diperkenalkan. Rose memimpin kelompok kultus bernama True Knot, yang memburu anak-anak spesial seperti Danny. Memakai “topi tukang sulap”, Rebecca Ferguson kembali sanggup menyihir lewat pesonanya. Dialah satu dari sedikit aktris modern yang punya pancaran aura layaknya bintang-bintang Hollywood era Golden Age. Kali ini pancaran itu ia salurkan ke arah mistisisme, menjadikan karakternya antagonis yang berkesan.

Melompat ke tahun 2019, Danny memulai komunikasi dengan sesamanya, gadis 13 tahun bernama Abra Stone (Kyliegh Curran). Keduanya berinteraksi melalui tulisan kapur di dinding kamar Danny. Dan sejak titik ini Flanagan mulai membelokkan pendekatan filmnya. Seperti The Shining, Doctor Sleep enggan mengandakan jump scare. Tapi tidak seperti The Shining, pasca melalui fase kontemplatif di awal, Doctor Sleep bertransformasi jadi film pahlawan super membumi berkedok horor psikologis.

Walau berjalan dalam tempo medium penuh kesabaran, film ini cenderung action-oriented, bahkan menyimpan adegan baku tembak. Flanagan melakukan apa yang dilakukan James Cameron dalam Aliens (1986), yakni mengambil esensi pendahulunya, kemudian mengeksplorasi potensinya, membawa kelanjutan kisahnya ke ranah baru berskala lebih besar. Penulisan Flanagan membuat transformasi itu terasa seperti progres alamiah ketimbang usaha mengkomersialkan karya.

Sebab fokus Doctor Sleep tetap soal proses karakternya berdamai. Danny mesti berdamai dengan ayahnya, dengan trauma masa lalu, juga dengan dirinya sendiri termasuk shining miliknya. Artinya, merupakan hal logis saat filmnya berfokus pada kekuatan super karakternya. Di sinilah kreativitas Flanagan berperan. Konfrontasi shining antar karakter tidak cuma baku hantam generik, melainkan visualisasi magis nan imajinatif, yang tidak mengenal batasan ruang dan waktu. Pun napas horor tak lupa Flanagan hembuskan, dari sentuhan gore hingga deretan creepy imageries.

Seperti Kubrick, Flanagan, yang juga mengemban posisi editor, menerapkan efek transisi dissolve yang kerap memancing ilusi, seolah dua gambar berbeda menyatu di satu frame. Tapi teknik penyuntingan Flanagan yang paling memikat adalah ketika di sebuah adegan, ia secara cerdik memvisualisasikan situasi di mana dua karakter berada dalam satu sudut pandang. Bukan saja dinamis, momen tersebut membuktikan kebolehannya sebagai seorang pencerita gambar yang baik.

Setelah melalui perjalanan panjang namun padat dan tidak melelahkan, babak ketiganya membawa kita kembali mengunjungi lokasi familiar. Sempat terbuai nostalgia sehingga bergulir agak terlalu lama (nostalgia yang mestinya bisa lebih berdampak andai Flanagan bersedia memakai bantuan CGI), Doctor Sleep menyuguhkan klimaks sekaligus konklusi memuaskan atas kisah yang membentang selama puluhan tahun. Tidak semua babak lanjutan suatu film klasik berujung pencemaran nama baik, selama—seperti Flanagan—fokusnya bukan pada usaha replikasi, melainkan eksplorasi.

33 komentar :

  1. Ada ke-distract ama pernyataan Hollywood era Golden Age. Golden age yang dimaksud rentang tahun berapa ya? Biar satu persepsi aja bang. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Golden Age of Hollywood" itu istilah umum yang digunakan untuk merujuk pada Hollywood era 1920-1960an. Bukan persepsi pribadi Mas Rasyid, itu emang istilah umum. Search aja di Google, "Hollywood Golden Age".

      Hapus
    2. Golden Age of Hollywood itu era 1920-an sampai 1960-an (akhir era film bisu sampai awal dominasi Hollywood di industri film dunia)

      Hapus
    3. @Lord Mahendrata: golden age of hollywood itu sekitar 1920's - 1960's

      Hapus
    4. ya, 1920 sampai 1960

      Hapus
    5. Hollywood Golden Age itu dimulai tahun 1920an ketika film dengan suara mulai diperkenalkan sehingga profit box office berkali-kali lipat meningkat, lalu muncul film berwarna, makin melonjak lagi pendapatannya.. dari segi teknis dan penceritaan pun mulai berkembang.. era ini berakhir memasuki tahun 1970 di mana pendapatan relatif stagnan (mungkin cuma nampak meningkat karena inflasi mata uang) dan dari segi penceritaan filmnya cuma pengulangan-pengulangan era sebelumnya, hanya dengan teknis visual yg lebih modern

      Hapus
    6. Darmawan7:57 AM

      Golden Age = 1920 - 1960
      New Hollywood = 1960 - 1980
      Modern Era = 1990 - Sekarang

      Hapus
    7. Definisi Golden Age udah dijawab yes. Coba aja diperhatiin, Rebecca Ferguson itu auranya ngingetin sama Lauren Bacall, Vivien Leigh, dll. Ethereal.

      Hapus
  2. Wow bintang 4. Langsung cus nonton sore iniπŸ‘ŒπŸ˜‚

    BalasHapus
  3. Sayang ngga pake jack Nicholson lagi sih. Berharap banget padahal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan mati di es si jacknya, lagian dah tuir

      Hapus
    2. Itulah maksud "berharap ada bantuan CGI" di review :)

      Hapus
  4. Anonim6:57 AM

    mau nonton ini tapi nunggu review Ratu Ilmu Hitam dulu biar tau mana yg lebih recomended... saldo mtix lagi cekak gak bisa nonton dua-duanya πŸ˜‚πŸ˜‚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh, keduanya bangsat 😁

      Hapus
  5. semalam habis nonton, gila keren bgt, one of the best movie of the year lah menurut gw. durasi 2.5 jam tapi ga bosan dan melelahkan. gilaaaaaaaaaa, ugh lemme rewatch the shining again

    BalasHapus
    Balasan
    1. btw katanya danny lloyd jadi cameo di doctor sleep, ada yg tau adegan yg mana?

      Hapus
    2. Baca di IMDB, Danny Lloyd jadi penonton game baseball.

      Hapus
  6. Anonim12:16 PM

    Mas Rasyid ntn The Farewell ga? Review singkat ama score dong, pen ntn soalnya

    BalasHapus
  7. SYAHRUL TRI12:30 PM

    Doctor Sleep adalah Sequel menawan yang berhasil. Scoring dan Replika Overlook masih jelas terasa walau tidak segila Shining, banyak tricky plot dan untuk yg belum nonton shining , nonton dulu dah, serius bakalan lebih puas untuk mencapai momen konklusi di doctor sleep. Eat Well, Long Live !!!!

    BalasHapus
  8. Mas, om, mba... Ini ada film sebelumnya yah yg harus ditonton?

    Urutan filmnya apa aja? Saya baru tau. Suerr...

    BalasHapus
  9. Jadi bukan lebih ke horor malah lebih kaya fantasi ya om?

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anjing. Tulis spoiler lah, gw kena nih belum nonton

      Hapus
    2. Anonim9:11 PM

      Bangsat spoiler cok

      Hapus
    3. Maaf, aku kira bukan spoiler.

      Hapus
  11. Bang Rasyid, klo abang kenal abang Teguh Raspati, blh tolong bilangin jgn nyerah...buat baru lg aja...yg sederhana jg boleh...krn selain Movfreak, web asuhannya jg jd salah satu referensi sblm nonton

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim8:53 PM

      Setuju.
      RIP UlasanPilem :"(

      Hapus
    2. Wah dulu sih sering interaksi lewat twitter, tapi dia juga ngilang udah lama di situ

      Hapus
  12. Baru nonton setelah lihat BINTANG 4 nya. Dan ternyata jadi tontonan terbaik di awal bulan ini. Oiya kang Rasyid, kalo boleh tanya adegan dua karakter yg berbeda tapi satu sudut pandang itu pas kapan ya? Jadi penasaran saiya πŸ˜ŠπŸ™

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas Abra nyamperin Rose di supermarket. POV dia langsung sama kayak Rose kan.

      Hapus
  13. Ini apa ada disturbing scene nya bang ? Rencana bawa istri soalnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada pembunuhan bocah sih. Lumayan brutal di situ

      Hapus