PEMBURU DI MANCHESTER BIRU (2020)
Rasyidharry
Februari 09, 2020
Adipati Dolken
,
Biography
,
Donny Alamsyah
,
Ganindra Bimo
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
Rako Prijanto
,
REVIEW
,
Titien Wattimena
9 komentar
Berdasarkan buku non-fiksi berjudul
sama buatan Hanif Thamrin, Pemburu di
Manchester Biru berusaha menuturkan kisah inspiratif. Mengapa inspiratif?
Sebab Hanif merupakan orang Indonesia pertama yang bekerja di kelab sepak bola Inggris, Manchester
City. Sebagai apa? Indonesian Content
Producer. Apa detail pekerjaannya? Kurang jelas. Apa kemampuan terbaik
Hanif? Juga kurang jelas. Jangankan inspiratif, akibat ketidakjelasan tersebut,
memedulikan perjuangan tokoh utamanya saja sulit.
Sejak awal kita diperlihatkan
bagaimana Hanif (Adipati Dolken) kesulitan mencari pekerjaan setelah pendidikannya
di London usai. Walau tanpa pekerjaan, kesulitan uang, dan harus terus menumpang
di apartemen milik sahabatnya yang kaya, Pringga (Ganindra Bimo), Hanif menolak
pulang ke Indonesia sebelum menepati janji kepada mendiang ayahnya (Donny
Alamsyah). Lau kesempatan datang saat ia diterima bekerja di Manchester City,
dan gerbang terwujudnya mimpi Hanif menjadi jurnalis pun terbuka, meski jalan
terjal masih harus ditempuh.
Di sebuah flashback, Hanif kecil mengerjakan tugas sekolah tentang cita-cita,
lalu sang ayah mengatakan bahwa menjadi orang baik juga sebuah cita-cita.
Kisahnya, yang diadaptasi ke dalam naskah oleh Titien Wattimena (Dilan 1990, Aruna & Lidahnya),
memaparkan perjalanan Hanif menjadi orang baik. Walau sempat jatuh kala diperlakukan
keras oleh atasan, Hanif akhirnya merespon positif, termasuk bersikap ramah
dengan membuatkan makanan untuk si atasan. Bukan pesan yang buruk, tapi itu
saja tidak cukup. Hanif harus terbukti kompeten agar perjuangannya patut didukung.
Tapi, selain keputusan membuat akun
YouTube, tidak banyak keunggulan dipamerkan protagonisnya. Justru ia banyak
mendapat kemudahan berkat orang-orang di sekitarnya, yang tetap setia
mengulurkan bantuan, bahkan ketika Hanif kerap bersikap egois di tengah
keputusasaannya. Begitu memperoleh kesempatan, ia justru membuangnya akibat
tindakan ceroboh. Jangan pula berharap mendapat gambaran lebih jauh mengenai profesi
Hanif, karena Pemburu di Manchester Biru merupakan
film mengenai tokoh yang bekerja di kelab sepak bola namun jarang membicarakan
sepak bola maupun detail pekerjannya.
Setidaknya Pemburu di Manchester Biru masih cukup tertolong berkat departemen
teknis juga penyutradaraan Rako Prijanto (Teman
tapi Menikah, Warkop DKI Reborn) yang memadai. Selain penanganan pacing yang baik—sehingga biarpun
naskahnya dangkal film ini tetap nyaman diikuti layaknya catatan harian yang
menghibur—Rako pun bisa mengemas filmnya supaya terlihat lebih mahal dari
seharusnya. Salah satu “manipulasi” tersebut diterapkan dalam beberapa adegan
berlatar Stadion Etihad. Jika teliti, anda akan tahu kalau itu bukan Etihad, melainkan
Loftus Road milik Queens Park Rangers, tapi “kepalsuan” itu takkan mudah
dideteksi.
Akting para pemainnya juga ikut
membantu. Adipati Dolken punya kenaturalan dalam menangani kalimat dan emosi,
sementara Ganindra Bimo menghibur dengan penampilan berenerginya. Sedikit kejutan
hadir dari pemeran sosok legendaris Les “Chappy” Chapman (maaf, saya melupakan
namanya). Biasanya, aktor pendukung bule di
film kita, hadir dengan performa kaku, tapi tidak dengannya, yang menghembuskan
kehangatan di tengah dinginnya rekan-rekan kerja Hanif. Sayangnya, sebagai
biografi seorang figur yang karirnya sempat ramai diperbincangkan, Pemburu di Manchester Biru juga terasa
dingin.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:".Sebab Hanif merupakan orang pertama yang bekerja di kelab sepak bola Inggris, Manchester City..."
Kurang kata 'Indonesia'.. kali mas??
Ah yes, makasih koreksinya 🙏
Maaf bang mau koreksi kl skrng stadionnya qpr namanya kiyan prince foundation stadium. Soalnya gw main fm namanya itu
Sebagai fans geek bola dan red devils.. sy bru dengar kisah ini
Ah udah dijual haknya ternyata macem Highbury ke Emirates. Maafkan, penggemar bola tua soalnya 😅
Besok2 ada film tentang orang Indonesia pertama yang bekerja di Manchester United, sebagai Cleaning Service
Kt tunggu..
This film is the real definition of Indo Overproud kwkwk
Daripada bikin film ini, lebih layak bikin film tentang Erick Thohir mengakuisisi klub-klub olahraga di luar negeri termasuk Inter Milan dan membuat Persib jadi pelopor sepakbola profesional di Indonesia tahun 2010.
Kabarnya Hanif Thamrin ini bukan orang Indonesia pertama yang bekerja untuk Manchester City sebagai International Content Producer, sebelumnya sudah ada 3 orang Indonesia yang pernah bekerja di posisi yang sama. Jadi tagline film ini yang bilang "Satu-satunya orang Indonesia yang pernah bekerja di Manchester City" rasanya tidak tepat. Mungkin lebih tepatnya, "Satu-satunya orang Indonesia yang pernah bekerja di Manchester City pada periode tersebut".
Posting Komentar