06/08/20

REVIEW - ANELKA: MISUNDERSTOOD

0 View

Berbeda dibanding kisah tentang figur bermasalah kebanyakan, Anelka: Misunderstood tidak mengusung alasan “dia bengal karena masa lalunya berat”. Seperti diakui Nicolas Anelka sendiri, keluarganya tak terjerat kemiskinan, harmonis, pun masa kecilnya bahagia. Lalu apa penyebab kepribadian kontroversial sang bintang lapangan hijau? Sayangnya itu urung terjawab. Sebagaimana judulnya, dokumenter ini hanya berusaha menyatakan bahwa Anelka kerap disalahpahami, ketimbang mengeksplorasi lebih jauh sisi personal apalagi psikisnya.

“Salah satu penyerang terbaik sepanjang masa”. Kalau pujian itu terlontar dari mulut seorang Thierry Henry jelas itu tidak main-main. Tapi memang begitulah adanya. Di mata pecinta sepak bola masa kini yang tak menyaksikan langsung lesatan karirnya pada usia muda dan sebatas membaca statistik (210 gol dari 671 penampilan di level klub, 14 gol dari 69 penampilan di timnas), mungkin Anelka terkesan biasa. Tapi penonton era akhir 90an dan awal 2000an pasti tahu, jika tak dibarengi setumpuk kontroversi, Anelka dapat mencapai lebih dari itu.

Anelka adalah journeyman. Selama 19 tahun berkarir, total ia memperkuat 12 tim (terlama di Chelsea, yakni dari 2007 sampai 2012). Otomatis bakal banyak cerita. Bahkan sejak usia 17 tahun, Anelka sudah menyulut masalah melalui transfernya dari Paris Saint-Germain (PSG) ke Arsenal yang menyalahi regulasi Liga Prancis terkait kontrak pemain muda. Nantinya, keributan-keributan senantiasa mengiringi, membuatnya tak pernah bertahan lama di satu tempat, dan hampir semua kepindahannya dibarengi masalah.

Baru dua setengah musim di Arsenal, Anelka angkat koper ke Real Madrid, tempat di mana dia merasakan penolakan dari rekan-rekan setim, juga untuk kali pertama, mengalami gesekan dengan media. Sesuatu yang hingga penghujung karir akan terus terulang. Begitu pula di timnas. Walau berhasil meraih double winners bersama Arsenal, pelatih Aimé Jacquet tak membawanya ke Piala Dunia 1998, tatkala Prancis meraih gelar juara di rumah sendiri. “Ini hal biasa”, kata Jacquet singkat kala mengirim sang penyerang pulang. Anelka sakit hati mendengarnya.

Tapi sekali lagi, talentanya tak diragukan. Penampilannya luar biasa, dengan catatan, situasi dan kondisi mendukung. Di Arsenal, ia berhasil menggantikan peran Ian Wright (salah satu striker terbaik sepanjang masa tim) berkat bimbingan Arsène Wenger, yang menurut Anelka, selalu berada di pihaknya. Sewaktu memperkuat Real Madrid di Piala Dunia Antarklub 2000, Anelka sukses menjadi top skorer, padahal performanya di liga mengecewakan. Mengapa? Karena kompetisi tersebut digelar di Brazil, di mana press tak menguntitnya, sehingga Anelka bisa berkonsentrasi total bermain.

Sepanjang film, Anelka yang kala produksi tingga bersama keluarganya di Dubai, memberian pernyataan sebagai interviewee. Tidak ketinggalan muncul adalah berbagai pesohor lapangan hijau seperti Henry, Wenger, Pires, Evra, Petit, Cissé, dan Dacourt. Pun aktor Omar Sy yang kebetulan merupakan teman masa kecil sang pemain turut hadir. Bagi pecinta sepakbola, kehadiran mereka sudah memberi hiburan tersendiri.

Tapi sebagai studi terkait kompleksitas sesosok individu, Anelka: Misunderstood cuma menyentuh permukaan. Banyak konflik cuma numpang lewat, sebutlah era kedua Anelka di PSG, yang hanya dijabarkan sebagai “satu setengah musim yang bermasalah” lewat teks pendek. Sedangkan para narasumber, ketimbang memberi pemahaman baru, seolah muncul sebatas untuk membela Anelka. Kalimat “Dia sebenarnya baik”, atau “Dia pria berpendirian teguh, makanya sering salah dikira arogan dan keras kepala”, bakal sering anda dengar.

Anelka pun demikian. Memang benar, film ini memperlihatkan sosoknya yang paling jujur dan terbuka, namun itu lebih disebabkan selama ini ia dikenal tertutup. Tapi untuk standar dokumenter, ia terasa masih banyak menahan diri. Belum semua kebenaran dalam hati terungkap, walau sejenak, Anelka sempat mengakui beberapa kesalahannya. Bagaimana dahulu ia masih terlalu muda untuk memahami banyak kesempatan yang terbuang akibat perangainya.

Kurang mendalamnya Anelka: Misunderstood paling terasa ketika membahas kontroversi tahun 2013, tatkala Anelka melakukan selebrasi memakai gestur quenelle yang identik dengan antisemitisme, selepas mencetak gol. Isu tersebut adalah persoalan sensitif nan kompleks, yang takkan cukup dipahami hanya dengan paparan singkat sambil lalu.

Lalu tiba kontroversi Piala Dunia 2010, saat Anelka terlibat perselisihan dengan pelatih timnas Prancis, Raymond Domenech, yang berujung aksi mogok latihan seluruh tim, bahkan kehebohan negara. Berisi intrik dan momen mencengangkan, paruh ini menjalankan tugas utama filmnya, yakni membuat penonton menyetujui perspektif bahwa Anelka memang disalahpahami, bahkan korban dari persoalan lebih besar yang menggerogoti timnas Prancis kala itu.

Politik olahraga, manipulasi media, konspirasi organisasi. Di tangah sineas dokumenter yang lebih berpengalaman (ini adalah debut sutradara Éric Hannezo menggarap dokumenter), konflik Piala Dunia 2010 dapat dijadikan perjalanan penuh intensitas, bahkan bukan mustahil, dokumenter panjang tersendiri. Sedangkan untuk Anelka: Misunderstood, saya tak bisa merekomendasikannya bagi penonton umum, tapi bagi pecinta bola, ini adalah hiburan ringan yang membuat kita berharap, suatu hari, nama-nama lain yang urung menggapai puncak dunia akibat kontroversi meski punya bakat luar biasa (Fowler, Cassano, Adriano, Balotelli, Robinho, atau mungkin sang legenda Freddy Adu), dibuatkan dokumenter yang jauh lebih baik.


Available on NETFLIX

5 komentar :

  1. Berharap ada yg mengangkat dokumenter karir tragis adriano

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah kalo Adriano, mau jadi dokumenter, mau drama, mau crime-thriller, bisa semua. Materinya banyak bener

      Hapus
    2. Dari genre sport drama ke crime-thriller kartel narkoba.. multi genre gitu cocok digarap Bong Joon-ho😂

      Hapus
    3. Oo Scorsese jelas 😁

      Hapus
  2. Adriano ajib tuh. Sempet jadi cover PES 2009

    BalasHapus