Berbeda dibanding kisah tentang figur
bermasalah kebanyakan, Anelka:
Misunderstood tidak mengusung alasan “dia bengal karena masa lalunya berat”.
Seperti diakui Nicolas Anelka sendiri, keluarganya tak terjerat kemiskinan,
harmonis, pun masa kecilnya bahagia. Lalu apa penyebab kepribadian
kontroversial sang bintang lapangan hijau? Sayangnya itu urung terjawab.
Sebagaimana judulnya, dokumenter ini hanya berusaha menyatakan bahwa Anelka
kerap disalahpahami, ketimbang mengeksplorasi lebih jauh sisi personal apalagi
psikisnya.
“Salah satu penyerang terbaik
sepanjang masa”. Kalau pujian itu terlontar dari mulut seorang Thierry Henry
jelas itu tidak main-main. Tapi memang begitulah adanya. Di mata pecinta sepak
bola masa kini yang tak menyaksikan langsung lesatan karirnya pada usia muda
dan sebatas membaca statistik (210 gol dari 671 penampilan di level klub, 14
gol dari 69 penampilan di timnas), mungkin Anelka terkesan biasa. Tapi penonton
era akhir 90an dan awal 2000an pasti tahu, jika tak dibarengi setumpuk kontroversi,
Anelka dapat mencapai lebih dari itu.
Anelka adalah journeyman. Selama 19 tahun berkarir, total ia memperkuat 12 tim
(terlama di Chelsea, yakni dari 2007 sampai 2012). Otomatis bakal banyak
cerita. Bahkan sejak usia 17 tahun, Anelka sudah menyulut masalah melalui
transfernya dari Paris Saint-Germain (PSG) ke Arsenal yang menyalahi regulasi
Liga Prancis terkait kontrak pemain muda. Nantinya, keributan-keributan
senantiasa mengiringi, membuatnya tak pernah bertahan lama di satu tempat, dan
hampir semua kepindahannya dibarengi masalah.
Baru dua setengah musim di Arsenal,
Anelka angkat koper ke Real Madrid, tempat di mana dia merasakan penolakan dari
rekan-rekan setim, juga untuk kali pertama, mengalami gesekan dengan media.
Sesuatu yang hingga penghujung karir akan terus terulang. Begitu pula di timnas.
Walau berhasil meraih double winners bersama
Arsenal, pelatih Aimé Jacquet tak membawanya ke Piala Dunia 1998, tatkala
Prancis meraih gelar juara di rumah sendiri. “Ini hal biasa”, kata Jacquet
singkat kala mengirim sang penyerang pulang. Anelka sakit hati mendengarnya.
Tapi sekali lagi, talentanya tak
diragukan. Penampilannya luar biasa, dengan catatan, situasi dan kondisi
mendukung. Di Arsenal, ia berhasil menggantikan peran Ian Wright (salah satu
striker terbaik sepanjang masa tim) berkat bimbingan Arsène Wenger, yang
menurut Anelka, selalu berada di pihaknya. Sewaktu memperkuat Real Madrid di
Piala Dunia Antarklub 2000, Anelka sukses menjadi top skorer, padahal
performanya di liga mengecewakan. Mengapa? Karena kompetisi tersebut digelar di
Brazil, di mana press tak menguntitnya, sehingga Anelka bisa berkonsentrasi
total bermain.
Sepanjang film, Anelka yang kala
produksi tingga bersama keluarganya di Dubai, memberian pernyataan sebagai interviewee. Tidak ketinggalan muncul
adalah berbagai pesohor lapangan hijau seperti Henry, Wenger, Pires, Evra,
Petit, Cissé, dan Dacourt. Pun aktor Omar Sy yang kebetulan merupakan teman
masa kecil sang pemain turut hadir. Bagi pecinta sepakbola, kehadiran mereka
sudah memberi hiburan tersendiri.
Tapi sebagai studi terkait
kompleksitas sesosok individu, Anelka:
Misunderstood cuma menyentuh permukaan. Banyak konflik cuma numpang lewat,
sebutlah era kedua Anelka di PSG, yang hanya dijabarkan sebagai “satu setengah
musim yang bermasalah” lewat teks pendek. Sedangkan para narasumber, ketimbang
memberi pemahaman baru, seolah muncul sebatas untuk membela Anelka. Kalimat “Dia
sebenarnya baik”, atau “Dia pria berpendirian teguh, makanya sering salah
dikira arogan dan keras kepala”, bakal sering anda dengar.
Anelka pun demikian. Memang benar,
film ini memperlihatkan sosoknya yang paling jujur dan terbuka, namun itu lebih
disebabkan selama ini ia dikenal tertutup. Tapi untuk standar dokumenter, ia
terasa masih banyak menahan diri. Belum semua kebenaran dalam hati terungkap, walau
sejenak, Anelka sempat mengakui beberapa kesalahannya. Bagaimana dahulu ia
masih terlalu muda untuk memahami banyak kesempatan yang terbuang akibat perangainya.
Kurang mendalamnya Anelka: Misunderstood paling terasa
ketika membahas kontroversi tahun 2013, tatkala Anelka melakukan selebrasi
memakai gestur quenelle yang identik
dengan antisemitisme, selepas mencetak gol. Isu tersebut adalah persoalan
sensitif nan kompleks, yang takkan cukup dipahami hanya dengan paparan singkat
sambil lalu.
Lalu tiba kontroversi Piala Dunia
2010, saat Anelka terlibat perselisihan dengan pelatih timnas Prancis, Raymond
Domenech, yang berujung aksi mogok latihan seluruh tim, bahkan kehebohan
negara. Berisi intrik dan momen mencengangkan, paruh ini menjalankan tugas utama
filmnya, yakni membuat penonton menyetujui perspektif bahwa Anelka memang
disalahpahami, bahkan korban dari persoalan lebih besar yang menggerogoti
timnas Prancis kala itu.
Politik olahraga, manipulasi media, konspirasi organisasi. Di tangah sineas dokumenter yang lebih berpengalaman (ini adalah debut sutradara Éric Hannezo menggarap dokumenter), konflik Piala Dunia 2010 dapat dijadikan perjalanan penuh intensitas, bahkan bukan mustahil, dokumenter panjang tersendiri. Sedangkan untuk Anelka: Misunderstood, saya tak bisa merekomendasikannya bagi penonton umum, tapi bagi pecinta bola, ini adalah hiburan ringan yang membuat kita berharap, suatu hari, nama-nama lain yang urung menggapai puncak dunia akibat kontroversi meski punya bakat luar biasa (Fowler, Cassano, Adriano, Balotelli, Robinho, atau mungkin sang legenda Freddy Adu), dibuatkan dokumenter yang jauh lebih baik.
Available on NETFLIX
Berharap ada yg mengangkat dokumenter karir tragis adriano
BalasHapusWah kalo Adriano, mau jadi dokumenter, mau drama, mau crime-thriller, bisa semua. Materinya banyak bener
HapusDari genre sport drama ke crime-thriller kartel narkoba.. multi genre gitu cocok digarap Bong Joon-ho😂
HapusOo Scorsese jelas 😁
HapusAdriano ajib tuh. Sempet jadi cover PES 2009
BalasHapus