Semua orang berusaha terus bergerak
maju dalam hidup, hingga tiba pada titik di mana kita mempertanyakan arah serta
jalan yang ditempuh. Datanglah tekanan yang menyulitkan gerak maju itu. Tapi
terkadang, yang perlu kita lakukan justru “bergerak mundur”, mengingat
identitas, akar, dan tujuan kita saat dahulu hendak memulai langkah. Mendekati kepala
empat, itulah yang melandasi Radha Blank melahirkan suguhan semi-autobiografi ini,
yang terinspirasi dari pengalamannya kala berkarir sebagai dramawan di New
York.
Radha memproduseri, menyutradarai,
menulis naskah, serta memerankan (versi fiktif) dirinya sendiri. Pun pengambilan
gambar dilakukan di apartemen Radha, semakin menekankan nuansa personal di The 40-Year-Old Version. Di sini, Radha
adalah dramawan berbakat, yang memenangkan penghargaan “Best Playwright Under 30”. Tapi kini usianya hampir menyentuh 40
tahun. Sudah lama sejak ia menulis naskah dan lebih banyak menghabiskan
kesehariannya mengajar kelas drama bagi remaja-remaja pemberontak, yang
sebagian, tak menaruh minat pada teater.
Dari situlah Radha mengingat masa
mudanya, kala ia terobsesi pada rap dan rajin menulis rima. Kata-kata mulai
tertuang lagi, kali ini bukan dalam wujud naskah pertunjukan, melainkan
bait-bait. Radha ingin membuat album kompilasi rap yang bercerita tentang
kesulitannya menyongsong usia 40 tahun. Niatan tersebut mempertemukannya dengan
seorang pencipta lagu bernama D (Oswin Benjamin). Muncul dilema, karena di saat
bersamaan, melalui sahabat sekaligus manajernya, Archie (Peter Kim), Radha
mendapat tawaran menulis naskah dari J. Whitman (Reed Birney), yang kerap
memproduseri drama-drama bertemakan wanita dan ras, namun dalam kemasan white male gaze.
Radha harus memilih, antara menjual
idealisme (dan kaum sendiri) demi kesuksesan, atau mengunjungi lagi masa muda,
budaya, dan keluarganya (DNA seni Radha menurun dari mendiang ibunya), demi
sesuatu dan orang-orang yang ia cinta. Konfliknya memang terdengar klise, tapi penulisan
Radha yang tajam namun menggelitik dalam melempar kritik, ditambah kentalnya sentuhan
keintiman (foto-foto asli Radha dan keluarganya sesekali diselipkan), membuat The 40-Year-Old Version, meski tak
sepenuhnya baru, terasa begitu segar.
Humornya mengajak penonton
menertawakan beragam situasi tanpa dilebih-lebihkan. Kita tertawa bukan hanya
karena situasi tersebut konyol, tapi karena kekonyolan itu benar-benar terjadi
di realita. “Apa benar orang kulit hitam yang menulis ini?”, ucap Whitman, si
produser kulit putih, mengomentari naskah mengenai kehidupan kulit hitam, yang
tak menyertakan poverty porn. Seolah,
di mata orang-orang kulit putih berkantong tebal, drama ras yang relevan wajib
menyertakan penderitaan dan kemiskinan hingga tingkat tertinggi. Ketika
berakting, Radha mampu memerankan sosok yang terjebak di tengah kekonyolan
tersebut. Dia pun tertawa. Dia merasa situasi itu menggelitik. Tapi di balik
tawanya ada kebingungan, sakit hati, perasaan miris, bahkan keputusasaan.
Sebagai penulis, Radha paham betul
apa yang membuat situasi di atas menggelitik, lalu menerapkannya di
penyutradaraan, untuk menciptakan timing komedi
yang sempurna. Sesekali ia juga mengolok-olok diri sendiri. Seorang wanita 40
tahun yang sendinya berbunyi setiap hendak duduk. Seorang rapper pemula yang
terlalu teler di atas panggung (momen lucu yang sayangnya terkesan dipaksakan
sebagai cara membuat protagonisnya menghadapi konflik terkait “selling out”), sehingga cuma bisa
bernyanyi “yo, yo, yo”, membuatnya dijuluki “frozen yo-ghurt” dan “the
human yo-yo”. Kultur rap modern yang lebih banyak bernyanyi soal keseksian
wanita dan omong kosong lain ketimbang menuturkan “cerita sungguhan” juga tak
lupa disentil.
Available on NETFLIX
Review Extraction nya Netflix dong mas Rasyid hehehee sebagai film non box office kira kira bagus gak gitu hehehee
BalasHapusReview Extraction dan Spencer Confidential
BalasHapus