“Again, in this dark place, light up the sky”. Begitu bunyi petikan
lirik lagu How You Like That yang
dipakai untuk dokumenter ini. Dan memang, bagi banyak kalangan, baik Kpop
secara umum maupun Blackpink secara khusus, membantu memberi cahaya penerang di
masa-masa gelap. Melalui debut penyutradaraan Caroline Suh ini, yang mengiringi
perilisan album penuh pertama Blackpink, tiba waktunya bagi kita (sekilas)
mengunjungi ruang personal empat megabintang global, yang selalu dituntut
menjadi cahaya yang sempurna.
Tentu ini bukan investigasi
mendalam yang menyibak segalanya, hingga ke sisi tergelap industri. Walau
demikian, saya cukup terkejut menemukan beberapa kejujuran. Bukan fakta baru,
sebab penggemar Kpop pasti tahu, bahwa yang muncul di sini cuma puncak kecil
dari gunung es raksasa. Apa yang mengejutkan adalah kesediaan para anggota
Blackpink menceritakannya, juga keputusan YG Entertainment yang terkenal ketat (cenderung
kolot) memberi lampu hijau. Alhasil, Light
Up the Sky bukan sebatas fan service.
Di awal cerita, kita melihat Jisoo,
Jennie, Rosé, dan Lisa, berdiri di atas panggung dalam rangka showcase debut. Mereka tersenyum, namun
ada kegugupan. Blackpink yang gugup merupakan pemandangan langka. Jelang akhir,
kita melihat situasi serupa. Lisa yang biasanya cerah (anggota lain menganggapnya
“vitamin” dalam grup) tampak tegang. Bedanya, itu adalah pemandangan di
belakang panggung, sebelum mereka mencatatkan sejarah sebagai group wanita Kpop
pertama yang tampil di Coachella, tiga tahun selepas debut.
Dua momen di atas menyiratkan dua
hal: bahwa ini perjalanan luar biasa yang pantas dibuatkan dokumenter, dan
bahwa seglamor apa pun, Blackpink tetap manusia biasa. “We can do it. It’s fine”, ucap mereka sambil
berpelukan sebelum panggung bersejarah itu. Bahkan setelah menjual jutaan
keping album, menyambangi ribuan panggung, punya tiga video klip yang menembus
satu milyar penonton di Youtube, serta berkolaborasi dengan nama-nama seperti
Lady Gaga, Dua Lipa, Selena Gomez, dan Cardi B, keempatnya masih seperti kita.
Tidak sempurna.
Masalahnya, industri tempat mereka
bernaung, menuntut kesempurnaan. Persoalan itu dibicarakan, sembari filmnya
memberi segmen individual bagi tiap personel. Latihan bertahun-tahun, 14 jam
selama 13 hari beruntun dengan jatah libur cuma sehari tiap dua minggu.
Hasilnya adalah kesuskesan global. Tapi di saat bersamaan, kehidupan personal
jadi korban, sesuatu yang disebut Rosé sebagai “lubang di hidupku”. Rutinitas
harian mereka luar biasa melelahkan, khususnya kala menjalani tur dunia tahun
lalu. Di atas panggung, ada kebahagiaan terasa, namun setibanya di hotel,
kesepian kembali menyerbu.
Kondisi tersebut dialami mayoritas idola Kpop, tetapi untuk Blackpink (yang seperti banyak grup zaman sekarang) bukan cuma terdiri atas anggota asli Korea, tingkat kesulitannya berlipat ganda. Lisa dari Thailand, sedangkan Rosé dan Jennie, meski berdarah Korea, tumbuh di Selandia Baru. Satu poin yang saya suka dari Light Up the Sky adalah caranya menangani perbedaan itu, dengan membiarkan keempatnya bicara memakai bahasa masing-masing. Menyegarkan, karena meski kerap melakukannya di variety show dan talk show, fungsinya cuma hiburan singkat. Pun kerap muncul pertanyaan, “Apa kamu sudah bermimpi dalam Bahasa Korea?”. Warga Korea Selatan begitu bangga terhadap negara dan kulturnya, namun seringkali pengekspresiannya salah arah, sehingga berujung xenofobia dan rasisme.
Satu hal yang agak disayangkan,
dokumenter ini lebih terasa seperti rekap ketimbang eksplorasi. Banyak hal
ditampilkan, dari kisah personal Blackpink, sampai sejarah Kpop beserta kultur
industrinya, tapi mayoritas cuma numpang lewat. Caroline Suh belum piawai
bercerita, termasuk dalam membangun momentum. Momen Coachella
semestinya lebih "besar" dan emosional, meski bagi para penggemar (termasuk saya),
sudah cukup memancing haru. Tapi tidak masalah. Saya percaya akan ada film-film
lain mengenai Blackpink, entah membahas aspek lebih kelam dari perjuangan
mereka, atau berfokus pada sisi artistik keempatnya. Selalu akan ada kisah yang
layak diangkat. Because Blackpink is the
revolution that light up the sky in your area.
Available on NETFLIX
Kata kunci "kesempurnaan"
BalasHapusKata ini yg dijadiin overproud bagi sbagian fans toxic atas "kesempurnaan" idol mereka sbagian keliatan norak sehingga sy pribadi alergi sm kpop2an
Trus faktor kesempurnaan ini kah jg yg jadi salah satu faktor bunuh diri bbrapa idol??
Ya semuanya berawal dari fans (tepatnya netizen Korea sih), yang nuntut kesempurnaan di semua sisi, bukan cuma urusan kpop. Kalo publik nggak nuntut kesempurnaan, company juga nggak akan mengharuskan itu
Hapus