24/10/20

REVIEW - BORAT SUBSEQUENT MOVIEFILM

0 View

Berbeda dengan tahun 2006 saat film pertama Borat rilis, 2020 adalah era di mana prank makin menjamur. Beragam kejahilan dilakukan muda-mudi, tapi semata hanya demi konten, yang dibuat dengan tujuan mendongkrak popularitas di media sosial. Tanpa esensi, bahkan menghibur pun tidak. Melalui Borat Subsequent Moviefilm: Delivery of Prodigious Bribe to American Regime for Make Benefit Once Glorious Nation of Kazakhstan, Sacha Baron Cohen bak mengajari cara melakukan prank, menjadikannya eksperimen sosial nyeleneh dengan tujuan melempar kritik tajam.

Borat Sagdiyev (Sacha Baron Cohen) dihukum penjara seumur hidup di gulag, karena aksinya di “US&A” 14 tahun lalu membuat Kazakhstan jadi bahan olok-olok dunia. Sampai sang pemimpin agung, Premier Nazarbayev (Dani Popescu) memberinya misi untuk mengirimkan seekor monyet bernama Johnny the Monkey kepada Mike Pence, selaku orang kepercayaan Donald Trump, guna membersihkan nama Kazakhstan. Bukan sembarang monyet, sebab Johnnny juga berstatus Menteri Kebudayaan.....dan bintang porno ternama.

Sampai sini saja kita sudah bisa menyimpulkan kalau Borat tidak berubah. Masih gila, absurd, dan politically incorrect. Sesampainya di Amerika, saat kargo yang membawa Johnny dibuka, sang monyet sudah tidak ada di sana. Justru Tutar (Maria Bakalova) yang muncul. Dialah puteri Borat, yang selama ini keberadaannya tak diketahui oleh ayahnya. Tutar menghabiskan seumur hidupnya dalam kandang, karena di Kazakhstan, para wanita hidup layaknya hewan ternak. Semua diatur oleh buku panduan, yang juga menyebut, kalau wanita menyentuh vaginanya, vagina itu bakal mengeluarkan taring, lalu menelan seluruh tubuh mereka bulat-bulat.

Rupanya Tutar memakan Johnny, sehingga rencana pun berubah. Mengetahui bahwa para pemimpin Amerika menyukai wanita, Borat berniat menawarkan puterinya sebagai istri Mike Pence. Perjalanan untuk mengajari Tutar sebagai “wanita yang pantas dinikahi” pun dimulai. Perjalanan yang melibatkan deretan prank, kali ini dalam skala yang tak terbayangkan sebelumnya, dengan kenekatan yang cuma dimiliki Sacha Baron Cohen.

Masih bergaya mockumentary, tim produksi dibebani PR besar mengingat sekarang Borat sudah terkenal, sehingga kesulitan untuk berkeliaran di jalan tanpa ada yang mengenalinya. Elemen itu diaplikasikan ke alur filmnya, di mana protagonis kita lebih banyak mengenakan samaran (pakaian, jenggot, dan aksesoris lain). Begitulah, dan Borat Sagdiyev  siap menelanjangi kebodohan masyarakat negara adidaya, yang konon telah memperoleh kembali kehebatannya sejak “McDonald Trump make America great again”.

Borat merupakan sosok seksis, rasis, dan anti-Yahudi. Semua yang bertentangan dengan asas kemanusiaan melekat padanya. Pun dia luar biasa bodoh. Artinya, saat kita menertawakan tingkahnya, kita tengah menertawakan betapa bodohnya seksisme, rasisme, dan anti-semitis. Dan jika masih menganut hal-hal tersebut, kita sama bodohnya dengan Borat. Hanya saja, kemasan hiperbolis membuat para kaum intoleran tak menyadari sedang menertawakan diri sendiri.

Kebodohannya juga berfungsi membuat para target lengah. Misalnya ketika Borat dan Tutar memesan kue bertuliskan “Jews will not replace us”. Si pemilik toko kue menurut saja, tidak terkejut, tidak terganggu, bahkan merespon dengan begitu ramah. Situasi serupa muncul juga di film pertama, namun keunggulan Borat Subsequent Moviefilm adalah keterikatan antara sketsa dengan gagasan besar cerita yang lebih kuat, di mana tiap prank memiliki konteks yang lebih jelas dan relevan dengan problematika dunia nyata. Urgensi masing-masing kritik juga lebih tinggi, mengingat Amerika Serikat tengah memasuki masa krisis. Krisis keadilan, juga kesehatan di tengah pandemi COVID-19.

Film ini diproduksi di tengah masa karantina, yang sejatinya memancing pertanyaan, “Bukankah berarti Sacha Baron Cohen dan tim juga melanggar protokol kesehatan?”. Nilai minus, tapi harus diakui, dampak yang ditimbulkan memang luar biasa, khususnya di 30 menit terakhir, sewaktu level prank-nya ditingkatkan sampai ke titik tak terbayangkan,

Borat sempat menetap bersama dua pria yang percaya Barrack Obama harus dipenjara, sedangkan COVID adalah konspirasi, sebuah virus yang sengaja disebarkan oleh Cina. Menyaksikan bagaimana keduanya menganggap serius tiap perkataan konyol Borat, membuat kita menyadari betapa bodohnya mereka. Lucunya, ketika membaca buku panduan tentang wanita yang dipunyai Borat, keduanya berkata kalau itu hanya teori konspirasi (di saat mereka sendiri menganut teori konspriasi soal COVID).

Dari situ kegilaan Sacha Baron Cohen tak terbendung. Dia mendatangi demonstrasi March for Our Rights, membawakan lagu yang membuat ratusan peserta ikut bernyanyi tentang kepalsuan COVID, dan Obama serta para ilmuwan yang harus dimusnahkan. Puncaknya adalah wawancara palsu dengan pengacara personal Donald Trump, Rudy Giuliani. Silahkan tonton sendiri momen tersebut (juga keseluruhan filmnya), dan bersiap tercengang, baik oleh keliaran Sacha Baron Cohen, maupun realita yang ia tangkap.


Available on PRIME VIDEO

7 komentar :

  1. Menurut sampeyan gimana si Sacha Baron ini ngurus izin lokasi, izin ngambil pidio orang, dan lain-lainnya? Atau memang semua kontennya pure nekat kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beberapa ada yang izin lebih dulu, dan ngomong kalo Borat adalah SBC. Tapi ada yang ngetrik (adegan tarian menstruasi misal), ada juga yang beneran candid

      Hapus
  2. Nahy Robot12:08 AM

    Menghina trump, rudy, obama. Mungkin kalo di indonesia sudah habis disiksa dipenjarakan seumur hidup. Ditambah menuduh seolah-olah Kazakhstan penyebar virus covid-19 melalui Borat. Di balik itu semua, film ini sangat menghibur. Acting cohen sekaligus dia writer dan producer sangat luar biasa. Sayang cohen tidak menerima ajakan untuk menjadi Freddie Mercury kala itu, padahal kalo dia yg ambil, kemungkinan besar dia yg dapat Best Actor.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soal Kazakhstan penyebar virus bukan nuduh. Malah sebaliknya, itu sindiran buat mereka yang percaya teori konspirasi kalau covid itu buatan. Seolah ngomong, "Nih, setolol ini lho konspirasi yang lo percaya"

      Hapus
  3. Bang, yg interview dgn Rudy itu, memang real kah? Masih shock dgn "posisinya" Rudy sebelum borat menyela dgn masuk kamar itu 🤣😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beneran itu. Sampe sekarang orangnya masih sibuk klarifikasi di twitter 😁

      Hapus
  4. Anonim8:58 AM

    8/10 dari saya.. bisa 10/10 sih kalo borat jangan dulu masuk sampe anaknya udah dieksekusi sama rudy 🤣

    BalasHapus