Eyes on Me: The Movie sejatinya tayang pada November 2019,
sebelum mengalami pengunduran selama setengah tahun lebih. Pertama akibat
skandal pemalsuan suara Mnet, dan kedua, sebagaimana film-film lain,
perilisannya diganggu wabah corona. Tapi bukankah jadwal baru ini lebih sesuai?
Hanya sekitar lima bulan lagi, tepatnya April 2021, Iz*One bakal mengakhiri
masa promosinya sebagai satu grup. Tidak ada cara yang lebih baik untuk menyambut
perpisahan itu dengan dokumenter ini, yang merayakan pencapaian mereka kala
menggelar konser solo perdana.
Sedikit informasi bagi anda yang
bukan termasuk penggemar Kpop. Berbeda dengan mayoritas grup, Iz*One terbentuk
lewat kompetisi Produce 48 milik
saluran televisi Mnet, selaku musim ketiga dari seri Produce 101, di mana publik berkesempatan “memproduksi” grup idola
sendiri, mulai dari anggota, nama, konsep, sampai lagu debut. Bisa ditebak dari
namanya, di musim ketiga ini Mnet berkolaborasi dengan AKB48. Alhasil, dari 12 anggota
Iz*One, ada Hitomi Honda yang berasal dari AKB48, serta Sakura Miyawaki dan
Nako Yabuki dari HKT48. Para pemenang dikontrak selama dua setengah tahun, dan
begitu kontrak usai, mereka akan kembali ke company
masing-masing.
Apa perbedaan Eyes on Me: The Movie dibanding jajaran dokumenter Kpop yang
belakangan makin rajin ditayangkan di bioskop Indonesia? Sebenarnya hampir
tidak ada. Kisahnya bergerak non-linear, secara bergantian menampilkan rekaman
konser Eyes on Me yang digelar di
Seoul pada 7-9 Juni 2019 dan proses persiapannya. Para Wiz*One (nama penggemar Iz*One)
bakal puas menyaksikan satu demi satu lagu ditampilkan di atas panggung megah
Jamsil Arena, sedangkan penonton seperti saya, yang familiar namun tak sampai menyebut
diri sebagai penggemar, mungkin mendapat kejutan menyenangkan, saat tahu bahwa
grup ini punya nomor-nomor seperti Highlight
dan Ayayaya, yang membawa Iz*One
sejenak menjauhi citra “cerah dan ceria”.
Kisah di bawah panggung sayangnya
tak banyak mengajak kita memasuki ruang-ruang personal para anggota, padahal
filmnya sudah dibuka dengan sekelumit curahan hati mereka tentang terwujudnya
impian menjadi penyanyi idola. Pun tata gambar dan suara yang membungkus persiapan
menuju konser tidak berada dalam kualitas terbaik, yang terlalu jomplang jika
disandingkan dengan rekaman konsernya sendiri.
Tapi sekali lagi, rasanya Wiz*One
takkan terlalu mempermasalahkan tetek bengek di atas. Menyaksikan Choi “Si
Bebek” Yena berkelakar, maupun gerakan-gerakan bertenaga penuh karisma dari sang
leader Kwon Eunbi dan Lee Chaeyeon
selaku main dancer kala melatih
koreografi baru, sudah amat memuaskan. Meski cukup mengejutkan, mendapati
Sakura, yang notabene salah satu anggota paling populer, tidak mendapat banyak
porsi.
Di antara setumpuk proses,
persiapan menampilkan dua lagu baru, Ayayaya
dan So Curious mendapat sorotan
terbesar. Dan sewaktu penampilan itu akhirnya tiba, hasilnya memang luar biasa.
Disambung deretan hits lain seperti Violeta
dan La Vie en Rose (salah satu
lagu debut terbaik sepanjang masa), paruh akhir Eyes on Me jelas merupakan titik terbaik.
Apalagi saat jelang konser
berakhir, satu demi satu anggota Iz*One berbicara pada penggemar, dan tangis
mulai tumpah. Pipi Yena yang biasanya jenaka dibanjiri air mata, An Yujin
bicara tentang kekhawatirannya terbangun dan mendapati semua kebersamaan ini
sudah berakhir, sedangkan Nako, dalam speech
paling personal dan menyentuh sepanjang film, menyampaikan rasa terimakasih
terhadap sang ibu yang bersedia datang dari Jepang guna menonton konsernya. Dan
sekarang giliran kita mengucapkan terimakasih pada 12 gadis luar biasa ini,
atas kerja keras serta keengganan mereka dijatuhkan oleh berbagai rintangan.
Semua demi mimpi dan penggemar.
Oot... Setuju ngga bang 18 again jauh lebih baik dari karya originalnya yaitu 17 again???
BalasHapus