16/11/20

REVIEW - NOCTURNE

0 View

Sekilas, dibanding installment Welcome to the Blumhouse lain, Nocturne tampak menonjol. Pendekatan dreamy nan atmosferik pada materi horor psikologisnya berbeda dari mayoritas produk studio arus utama. Bagai kombinasi Black Swan, Suspiria, dan Whiplash, meski dibanding judul-judul tersebut, debut penyutradaraan sekaligus penulisan naskah Zu Quirke ini lebih formulaik, serta mengandung lebih sedikit intensitas dan kengerian.

Dua kakak beradik kembar, Juliet (Sydney Sweeney) dan Vivian (Madison Iseman), sama-sama seorang pianis yang tengah menempuh pendidikan di SMA musik. Tapi bagi Juliet, tidak peduli sekeras apa pun berlatih, ia tak mampu menandingi Vivian. Bukan karena Vivian lebih bertalenta. “She plays like the devil is at the door”, ucap Dr. Henry Cask (Ivan Shaw), mentor Vivian, yang digambarkan begitu hebat, hanya mau melatih murid yang ingin serius bermusik, tapi sepanjang film, nyaris tak pernah kita lihat seperti apa metode mengajarnya hingga mendapatkan citra tersebut.

Padahal Juliet sudah mengorbankan segalanya. Dia tidak pernah minum alkohol, memakai narkoba, dan masih perawan, sedangkan Vivian menikmati hidup, termasuk berpacaran dengan Max (Jacques Colimon), yang diam-diam disukai Juliet. Ketika pihak sekolah memilih Vivian untuk bermain solo, kecemburuan Juliet membuncah. Sampai Juliet menemukan buku harian milik (Ji Eun Hwang), teman sekelasnya, yang di adegan pembuka, diperlihatkan bunuh diri. Buku itu berisi gambar-gambar aneh, yang diyakini Juliet, membuka jalan baginya untuk mengalahkan Vivian.

Kisah soal “seniman yang terobsesi atas kesempurnaan dan/atau status terbaik hingga menggiringnya menuju kegilaan” bukan lagi barang baru. Judul-judul yang saya sebut di paragraf pembuka telah mempresentasikannya dengan amat baik. Naskah Zu Quirke tak menawarkan gebrakan, memilih mengikuti formula, termasuk dalam penyertaan elemen supernatural (yang eksistensinya dibuat ambigu hingga akhir) tentang seniman yang “menjual jiwanya” pada iblis.

Di departemen penyutradaraan, metode yang Quirke pakai sayangnya tak pernah berhasil membangun kengerian.Beberapa sekuen sureal yang membawa Juliet dalam perjalanan-perjalanan dreamy memang dibalut visual menarik, sementara lagu-lagu hasil komposisi Gazelle Twin (plus deretan efek suara) mampu menghadirkan kesan atmosferik, namun sekali lagi, tidak menyeramkan.

Setidaknya, walau belum menghasilkan dampak sesuai harapan, Quirke mampu menjaga supaya 90 menit Nocturne tak memunculkan rasa bosan, berkat pacing solid, diperkuat gaya penyuntingan cepat nan taktis dari Andrew Drazek. Turut berjasa adalah penampilan Sydney Sweeney, yang menghidupkan dinamika kompleks seorang artis (sekaligus remaja), yang mengawali segalanya dari bawah dengan penuh kegamangan, lalu menemukan kepercayaan diri (atau waham?), hingga kepercayaan diri itu menguasai dan menghancurkannya.


Available on PRIME VIDEO

Tidak ada komentar :

Comment Page:

Posting Komentar