21/11/20

REVIEW - ROH

0 View

Untuk pertama kalinya, Malaysia (dan Indonesia) mengirim horror ke ajang Academy Awards. Setelah menonton Roh—yang akhir tahun lalu sempat diputar di JAFF—saya memahami keputusan tersebut. Debut Emir Ezwan selaku sutradara sekaligus penulis naskah ini masih jauh dari sempurna, namun mampu merepresentasikan dua hal: 1) Kultur agama di sana; dan 2) Menyiratkan masa depan menjanjikan horor Malaysia melalui suguhan alternatif, yang selama ini dikuasai produk-produk “berisik”.

Filmnya mempunyai gadis misterius, hewan mati, pendekatan atmosferik bertempo lambat, serta latar hutan, yang mengingatkan pada The Witch (2015) buatan Robert Eggers. Di hutan itu tinggal wanita bernama Mak (Farah Ahmad) bersama kedua anaknya, Along (Mhia Farhana) dan Angah (Harith Haziq). Kehidupan damai mereka berubah setelah kedatangan gadis cilik tanpa nama (Putri Qaseh), yang sebelumnya kita temui di adegan pembuka creepy, saat tengah berdiri di depan kobaran api lalu menusuk-nusuk sebuah makam kecil.

Gadis itu tak mengeluarkan sepatah kata pun, tapi sekalinya bicara, dari mulutnya justru keluar ramalan mengenai kematian Mak, Along, dan Angah, tepat pada malam purnama. Itulah awal dari rangkaian teror, yang turut melibatkan kemunculan Tok (Junainah M. Lojong) si dukun wanita dan seorang pria (Namron) yang dipanggil “Pemburu”. Semua dibalut musik mencekam karya Reinchez Ng, juga sinematografi dari Saifuddin Musa, yang menangkap keangkeran hutan. Kedua elemen itu mendukung pendekatan atmosferik Ezwan.

Bulan berawan, pohon-pohon lebat yang bak menyembunyikan suatu kejahatan dalam kegelapan, hingga mayat rusa yang mengingatkan pada kengerian sewaktu kata “mati” dan “hutan” bertemu, jadi pemandangan yang akan membuat penonton tak pernah merasa aman. Nyaris tidak ada jump scare. Setidaknya bukan jump scare berisik. Kombinasikan dengan tempo lambat, Roh mungkin bakal melelahkan bagi banyak penonton arus utama yang belum terbiasa dengan pendekatan serupa.

Pun penceritaan subtil sarat ambiguitas berpotensi menimbulkan beberapa kebingungan, khususnya akibat pemakaian beberapa penyuntingan (tak perlu) yang bermain-main dengan linimasa alurnya. Tapi sejatinya, anda tak perlu memahami seluruh detail guna menangkap poin utamanya. Pemahaman terhadap teks narasi pembuka yang mengutip Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 12 dan 14 mengenai iblis yang menyebut dirinya lebih hebat dari manusia karena tercipta dari api, hingga perkataan Tok tentang iblis yang tak mampu melukai manusia secara langsung, sudah cukup.

Gagasannya sederhana. Bahkan formulaik. Bahwa iblis selalu berusaha menipu manusia demi membuktikan superioritas mereka. Dan sewaktu manusia kehilangan iman, apalagi tatkala kelemahannya terpapar saat bergulat dalam duka, di situlah peluang iblis terbuka. Selain membangun atmosfer berhias creepy imageries sebagai sutradara, sebagai penulis, Emir Ezwan berhasil menjalin cerita yang tak mengandung banyak cabang, tapi tersaji padat, juga cerita bernuansa religi tanpa perlu menyajikan ceramah menggurui. Itulah mengapa Roh pantas mewakili Malaysia. Walau masih menyisakan beberapa pekerjaan rumah, film ini merupakan bukti jika sinema Malaysia sudah siap berkembang.


Available on KLIK FILM

Tidak ada komentar :

Comment Page:

Posting Komentar