REVIEW - ASIH 2
Pada ulasan untuk Danur (2017), saya menyebut bahwa
filmnya bagai eksperimen seputar "Berapa banyak ekspresi mengerikan yang
mampu Shareefa Daanish perlihatkan?". Tiga tahun berselang, franchise-nya sudah mempunyai lima film,
termasuk dua spin-off bagi Asih yang
diperankan Shareefa. Di Asih 2, sang
hantu rupanya mendapat upgrade. Selain
jago nampang, sekarang Asih mampu mengeluarkan suara memekakkan yang niscaya
membuat para vokalis band screamo minder,
sementara di bangku penonton, saya mengkhawatirkan keselamatan gendang telinga.
Masih ingat
pasutri Andi (Darius Sinathrya) dan Puspita (Citra Kirana) dari film pertama? Keduanya
kembali muncul. Yah, setidaknya dalam beberapa menit awal, karena Asih langsung
menghabisi, kemudian menculik bayi mereka. Beberapa tahun berselang, seorang
dokter bernama Sylvia (Marsha Timothy), kedatangan pasien seorang gadis cilik (Anantya
Rezky) yang tertabrak mobil. Dia tidak punya keluarga, dan diyakini hidup sendirian
di tengah hutan. Teringat puterinya yang meninggal akibat kecelakaan empat
tahun lalu, Sylvia memutuskan mengadopsi bocah itu dan menamainya Ana, meski
sang suami, Razan (Ario Bayu) sempat menentang.
Tapi merawat Ana
tak semudah itu. Selain tidak bisa bicara, ia kerap tertawa sendiri, juga
bersikap aneh. Ya, Ana adalah bayi Andi dan Puspita yang diculik Asih. Sebagai
hantu narsis yang gemar memasang ekspresi-ekspresi ajaib, pastilah Asih cemburu
melihat perhatian Sylvia kepada Ana. “ANAK SAYAA!”, begitu teriaknya
berulang-ulang, dengan suara yang tidak kalah menusuk dibanding feedback dari sound system di acara kumpul-kumpul desa. Tentu Sylvia tidak mau
kalah, sehingga menghasilkan klimaks di mana kedua karakter secara bergantian
meneriakkan, “ANAK SAYAAAA!!!” berulang kali sambil menarik-narik tangan si
bocah, seperti dua ibu-ibu komplek tengah berebut sisa cabai di tukang sayur.
Mungkin di akhirat, Puspita juga ikut berteriak, “ANAAAAK SAYAAAA!!!!”.
Masih setia
menulis naskah sejak Danur adalah
Lele Laila. Melanjutkan pendekatan di Asih,
teror film ini pun digerakkan secara bertahap cenderung lambat. Menginjak
satu jam pertama, barulah Razan berkonfrontasi langsung dengan Asih. Niatnya
untuk tidak menghasilkan tontonan yang cuma diisi jump scare mungkin baik, namun lebih baik lagi jika sang penulis
coba menjalin cerita mumpuni. Karena praktis, filmnya kosong. Nihil misteri,
kecuali kalau anda menganggap kebingungan Sylvia soal lirik lagu Indung Indung (apakah “di udik” atau “diusik”?)
sebagai misteri. Saya juga dulu pernah kebingungan memahami lirik di reff lagu Kau Auraku, tapi tidak menganggapnya sebagai misteri. Daripada soal
lagu, saya lebih penasaran, mengapa karakternya kadang menyebut diri sebagai “aku”,
namun di waktu lain memakai “saya”.
Kualitas terornya
pun menurun drastis. Walau tak selalu berhasil tampil menyeramkan, setidaknya
Awi Suryadi masih bersedia membangun momentum sebelum hantunya muncul. Di sini,
Rizal Mantovani hanya berhasil melahirkan satu-dua jump scare yang mampu tampil mengagetkan. Sisanya, bersiaplah
mendengar teriakan “ANAK SAYAAAAA!!!!” di banyak kesempatan.
Padahal saya cukup
menaruh harapan bagi Asih 2,
mengingat keberadaan nama-nama besar di jajaran cast. Marsha Timothy tetap solid, berusaha sekuat tenaga mengangkat
materi kelas teri yang ia dapatkan. Ario Bayu tidak buruk, tapi ketimbang
akting, rasanya fokus penonton bakal lebih sering tertuju ke arah wignya.
Sedangkan Ully Triani menyia-nyiakan bakatnya kala memerankan Suster Rita, yang
seperti Sylvia, lebih banyak memikirkan soal lirik lagu Indung Indung.
8 komentar :
Comment Page:Wah agak bertolak belakang nih reviewnya sama cinecrib, walau sama-sama bilang jumpscarenya mampu pecahin gendang telinga wkwk
sudah kuduga itu wig, itu wig, itu wig pas liat trailer
karena biarpun Asih kembali, Rizal Mantovani kembali, rambut Ario Bayu sulit untuk kembali
Apakah hasilnya bakalan mendingan kalo yg nge-direct Awi S?. Beberapa tahun belakangan karya horror-nya Rizal banyak yg buruk sih (kecuali Gerbang Neraka), jadi ngga kaget kalo asih2 ini bernasib sama kyak film horror-nya Rizal sebelumnya, dan gedeg banget kenapa penulisnya Danur Universe ini masih mbak L.L trus, kek ngga ada screenwriter yg lain aja.
Jadi ngebayangin deh kalau bang Rasyid ngereview bareng bang Arya di Cine Crib wkwkw. Beda skornya bakal lumayan jauh.
Agak heran sih, biasanya reviewnya Cine Crib terhadap film horror Indonesia selalu kurang lebih sesuai dgn blog ini.
bang kenapa mba marsha sama ario bayu yang bisa dibilang pemain film kelas atas mau maen di film yang keliatan banget bakal jelek ini.apa karena faktor pandemi
Mungkin bakal mending, tapi nggak akan jauh juga. Naskah yang beneran urgent
Marsha & Ario main di big budget popular horror masih kelihatan lebih normal daripada Christine Hakim & Slamet Rahardjo di felem-felem Screenplay
Posting Komentar