Saya tidak pernah memainkan Monster Hunter, apalagi mengetahui alur gimnya. Seperti apa pun ceritanya, saya yakin pasti lebih kaya dibanding adaptasi filmnya, yang disutradarai sekaligus ditulis naskahnya oleh Paul W. S. Anderson. Tapi berbeda dengan seri Resident Evil yang memaksakan jalinan kisah kompleks tanpa dibarengi penulisan memadai, Monster Hunter memang sejak awal diniati menjadi tontonan yang murni menjual pertarungan melawan monster-monster raksasa. Di luar dugaan hasilnya memuaskan, mengingatkan pada awal karir sang sutradara, kala melahirkan deretan judul brainless menyenangkan.
Pasca terjebak badai petir, Kapten Artemis (Milla Jovovich) beserta pasukannya terdampar di New World, sebuah dunia berisi monster-monster buas. Satu per satu dari mereka tewas, hingga hanya menyisakan Artemis. Usaha Artemis bertahan hidup mendapat bantuan dari sesosok pemburu monster (Tony Jaa). Si pemburu tak mempunyai nama, dan kredit hanya menyebutnya sebagai "Hunter".
Berikutnya, selama kurang lebih 103 menit, Monster Hunter praktis nihil cerita. Sungguh. Saya tidak sedang membesar-besarkan. Satu-satunya yang mendekati definisi "cerita" adalah penjelasan singkat dari Ron Perlman, bahwa Artemis bukan orang pertama yang tersesat di New World. Tapi mengenai penyebab terbukanya portal penghubung dua dunia, asal-usul pedang sakti yang mampu mengeluarkan api yang diberikan untuk Artemis, maupun detail mitologi lain, sama sekali tidak dijamah.
Tapi sekali lagi, dangkalnya alur merupakan kesengajaan, sebagai salah satu bukti bahwa Anderson memahami apa yang mayoritas target penontonnya inginkan. Mereka ingin melihat monster, monster, dan monster. Itulah yang Anderson berikan: pertarungan manusia melawan monster dengan latar siang hari, ditambah dengan pemakaian banyak wide shot, sehingga wujud para makhluk raksasa itu tampak jelas, dan tentu saja, masif. Pun meski cuma bermodalkan $60 juta, kualitas CGI-nya cukup mumpuni. Alhasil, serbuan Diablos si monster subterranean, hingga amukan naga penyembur api bernama Rathalos di klimaks, semua adalah wujud kejayaan kaiju blockbuster.
Anderson kali ini tidak asal melempar aksi. Pengadeganannya bukan sekadar "besar", pun memunculkan intensitas, tiap nyawa protagonisnya terancam, meski kita semua tahu ia bakal selamat. Selain film kaiju, Anderson juga menerapkan formula survival action-horror, khususnya di first act, tatkala Artemis, dengan tubuh penuh luka, masih belum sanggup balik melawan monster-monster yang menyerangnya. Jovovich masih bintang laga yang sangat bisa diandalkan, tampak meyakinkan kala membantai monster berukuran ratusan kali tubuhnya. Chemistry-nya dengan Jaa sayangnya gagal terjalin, di mana beberapa humor yang bertujuan menyegarkan suasana malah berakhir canggung. Bukan semata-mata kesalahan Jovovich atau Jaa. Naskahnya juga bertanggung jawab. Yah, apa pun yang berkaitan dengan naskah di film ini memang tidak pernah berakhir positif.
Untuk adegan action nya gimana mas?wort it gak kalau di tonton di layar imax? Apa cukup di layar biasa aja?
BalasHapusKeren scene pertarungan lawan Monster nya
HapusBagus detail keren
Hapus