01/01/21

REVIEW - SYLVIE'S LOVE

0 View

Sylvie’s Love adalah throwback ke era Golden Age Hollywood. Bukan cuma karena aspek teknisnya, di mana sutradara Eugene Ashe (juga menulis naskah) memakai visual grainy, pula melakukan pengambilan gambar di soundstage guna menghasilkan latar artificial namun memikat mata khas romansa-romansa klasik. Jiwa film ini pun “sangat Golden Age”. Sebuah romansa berlatar tahun 1950an sampai 1960an, di mana cinta terasa luar biasa, seolah merupakan segalanya. Di antara romansa modern, kesan serupa dimiliki oleh A Star is Born (2018), yang mana film aslinya juga berasal dari era tersebut (1937).

Hanya ada satu perbedaan. Golden Age takkan memberi tontonan bertema black love. Bahkan hingga kini, di mana masih sulit menemukan cerita cinta kulit hitam yang tak dijejali persoalan rasial maupun trauma-trauma kemanusiaan lain. Seperti judulnya, Sylvie’s Love semata bertutur tentang cinta milik Sylvie Parker (Tessa Thompson), yang sembari bekerja di toko musik ayahnya, terus menggantungkan cita-cita menjadi produser acara televisi. Di situ ia bertemu Robert Halloway (Nnamdi Asomugha) yang melamar pekerjaan di toko tersebut.

Ketertarikan segera timbul di antara mereka. Karisma Robert, yang juga seorang pemain saksofon di sebuah kuartet jazz, segera memikat Sylvie. Masalahnya Sylvie sudah bertunangan. Berbeda dengan Robert yang hanya bermusik secara reguler di kelab, calon suami Sylvie, Lacy (Alano Miller), adalah pengusaha sukses dari keluarga kelas atas. Adegan pembukanya menunjukkan bahwa Sylvie dan Robert sempat berpisah sejak pertemuan pertama keduanya itu. Tapi apakah perpisahan juga menjadi akhir kisah mereka?

Jika akrab dengan sederet tontonan klasik yang selalu menempatkan cinta protagonisnya dalam ujian besar, anda takkan terkejut ketika mengetahui Sylvie dan Robert sempat menjalani hidup sendiri-sendiri selama lima tahun. Robert merintis kesuksesan bersama bandnya, sedangkan Sylvie memulai karir di industri televisi, sembari menjalani peran sebagai istri dan ibu. Pada titik itu, naskah buatan Ashe mampu membuat penonton memahami berbagai masalah serta pencapaian dalam karir dua tokoh utama, tanpa harus menenggelamkan kisah cinta selaku fokus utama.

Dan seperti telah disebutkan, Sylvie’s Love menjauh dari tuntutan memasukkan konflik sosial. Sebagai jendela realita, sedikit rasisme kasual memang perlu diselipkan, misal saat istri dari partner bisnis Lacy berkata pada Sylvie, “I couldn’t tell that your husband is a n**** on the telephone. He has such a good diction”. Tapi di luar itu, Sylvie’s Love sepenuhnya memperlihatkan dua manusia tengah memperjuangkan cinta mereka.

Musik gubahan Fabrice Lecomte memperkuat nuansa jazzy, sambil sesekali berpindah ke orkestrasi megah setiap terjadi peningkatan intensitas emosi. Dua aktornya pun demikian. Tessa Thompson bergerak bak irama jazz yang mengalun penuh rasa, sedangkan Nnamdi Asomugha dengan suara berat dan ekspresi wajahnya, mendefinisikan ungkapan “feeling blue”. Keduanya menjalin chemistry kuat, membuat saya tak peduli soal keklisean yang tetap dipertunjukkan filmnya (contoh: adegan kesalahpahaman seorang karakter yang menyaksikan kekasihnya bermesraan dengan orang lain dari jauh). Afterall, this is a throwback to romance from yesteryear. Clichéness is a must.


Available on PRIME VIDEO

5 komentar :

  1. ya bang film jaman sekarang apalagi temanya/pemainnya kulit hitam pasti ada unsur politiknya.
    bang suka nonton film eropa gak minta rekomendasinya dong tapi yang anti mainstream/yang gak terlalu terkenal
    underrated gitu bang

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama yang film asianya juga dong bang hehehe.

      Hapus
    2. Eropa, coba aja felem-felem Bela Tarr. Kalo Asia punya Noboru Iguchi & Yoshihiro Nishimura. Jaminan antimainstream itu

      Hapus
  2. Abdi_khaliq2:35 PM

    Bang Rasyid, pliiissssssssssssss review film paling edan tahun ini dong... "PROMISING YOUNG WOMAN"
    Film bertema balas dendam (feminisme-ish) dengan jalan cerita paling unpredictable, apalagi membahas endingnya yang paling kontroversial itu.
    7/10 dari aku pribadi. Hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih nunggu rilis resmi di ott ini

      Hapus