REVIEW - TERSANJUNG THE MOVIE

13 komentar

Suka atau tidak, Tersanjung merupakan salah satu sinetron paling berpengaruh sepanjang sejarah pertelevisian Indonesia. Berlangsung selama tujuh musim dari 1998-2005 (termasuk musim ketujuh yang berganti judul menjadi Adilkah), hampir semua selebritis ternama layar kaca pernah ambil bagian (silahkan cek daftar cast di Wikipedia, saya jamin akan muncul respon, "Lho, si A pernah ikut main juga???"). 

Walau bukan penggemar setia yang hafal detail alur maupun tokohnya, saya cukup familiar dengan beberapa elemen pembentuk pondasi dasarnya, sehingga bisa menyebut bahwa versi layar lebar besutan Hanung Bramantyo dan Pandhu Adjisurya (sebelumnya adalah asisten Hanung di The Gift, Jomblo versi remake, dan Benyamin Biang Kerok) ini, merupakan adaptasi, yang meski cukup lepas, mampu mempertahankan jiwa materi aslinya.

Kedua sutradara turut menulis naskahnya, yang secara cerdik merangkum, kemudian memodifikasi poin-poin dalam 365 episode sinetronnya, menjadi film berdurasi 115 menit. Dari penceritaan, kita bisa menemukan ibu tiri jahat, mertua kejam, romansa beda kasta, kehamilan di luar nikah, penyakit kronis, hingga adegan kejar-kejaran, di mana sewaktu protagonis mulai tersudut, mendadak datang sosok penolong, yang memukul si antagonis dari belakang memakai sebatang kayu. 

Segala hal di atas bakal mengaduk-aduk emosi penonton, membuat kita ingin marah-marah sebagaimana penonton sinetron, namun Hanung dan Pandhu paham betul bahwa butuh penyesuaian agar jangkauan pasar filmnya lebih luas. Alhasil, kesan hiperbolis sedikit ditekan, yang berujung membuat presentasinya lebih berkelas dari perkiraan.

Karakternya pun mengalami modifikasi. Yura (Clara Bernadeth), Christian (Giorgino Abraham), dan Oka (Kevin Ardilova) jelas perwujudan lain dari Indah, Bobby (walau ada juga karakter bernama Bobby yang diperankan Marthino Lio), dan Rama. Bedanya, kali ini ketiganya digambarkan sebagai sahabat, dengan interaksi yang begitu hidup sedari momen perkenalan, sehingga nantinya, transformasi pertemanan hangat itu menjadi romansa manis (plus tragis) sarat pengorbanan, berlangsung mulus. 

Tersanjung lekat dengan penderitaan, dan filmnya tak mengubah itu. Penderitaan Yura berawal saat ia dipaksa menjalani perjodohan oleh ibu tirinya yang diperankan Kinaryosih, Indah Besari (kemungkinan sebuah easter egg, mengingat di sinetron ada karakter Indah Besar dan Indah Kecil). Melunasi hutang keluarga jadi alasan, mengingat karir bermusik sang ayah, Gerry (Nugie), sudah meredup. Berkat bantuan Christian dan Oka, Yura berhasil kabur, namun itu cuma awal penderitaan. 

Alurnya penuh konflik tanpa terasa tumpang tindih, meski beberapa tetap kurang substansial. Sebut saja soal pecahnya konflik 1998, yang di titik ini, kemunculannya bak kewajiban bersifat formalitas di film Indonesia berlatar tahun 90an. Pun bila niatnya adalah menggambarkan kekalutan personal di tengah kekacauan berskala nasional, naskahnya tidak cukup kuat dalam menautkan kedua peristiwa.

Lubang lain dalam naskah, yang biarpun tak mempengaruhi keseluruhan cerita namun membuktikan penulis-penulis kita masih sering mengabaikan ketepatan medis (fisik maupun psikis), tampak saat Yura didiagnosa menderita "depresi berat" oleh dokter (bukan psikolog atau psikiater), pada pertemuan pertama, tanpa melalui pemeriksaan memadai. Para penulisnya punya pola pikir serupa remaja-remaja masa kini, yang di media sosial dengan mudah menyebut diri mereka menderita depresi, bipolar, atau gangguan mental lain.

Sebaliknya, estetika 90an digarap cukup baik melalui kemunculan berbagai properti dan budaya populer masa itu. Setidaknya lebih baik dibanding film Indonesia lain dengan embel-embel "90an" di judulnya, yang belum lama ini rilis. Tapi tugas Tersanjung the Movie bukan cuma membangun latar waktu, melainkan juga cerminan sinetron pada masa itu. Paling terasa adalah ketika latar belakang salah satu tokoh utama terungkap, dan kita dibawa mengunjungi rumah dengan kemewahan luar biasa khas suguhan layar kaca. Aura sinetron (in a positive way) pun terpancar kuat dari obrolan di rumah tersebut. Mungkin berkat manner tokoh-tokohnya, di mana dua pemain sinetronnya berkesempatan tampil sebagai cameo. 

Tapi tidak ada sentuhan nostalgia sebaik penggunaan versi baru dari lagu tema Tersanjung (dibawakan Umimma Khusna, diaransemen ulang oleh Charlie Meliala1) yang dulu dinyanyikan Retno Susanti. Bukan sekadar nostalgia kosong, karena lagunya diperdengarkan di momen yang tepat. Sangat tepat, hingga berhasil menggandakan dampak emosional momen yang diiringinya. Momen romantis nan menyentuh yang jadi titik balik hubungan karakternya. Sayang, alih-alih lagu itu, Salam Rindu dari Tipe-X justru menutup filmnya secara kurang tepat. 

Turut berjasa mengangkat rasa filmnya adalah penampilan memikat tiga pemeran utama. Giorgino Abraham tampil jauh lebih lepas dari biasanya, Kevin Ardilova mencuri hati sebagai pria baik yang hati yang bisa selalu diandalkan, sedangkan Clara Bernadeth, dengan gaya ala Nike Ardilla (posternya terpasang di kamar Yura), mampu menarik simpati, membuat penonton mengharapkan kebahagian bagi Yura, si gadis kuat yang dihantui oleh penderitaan dalam tiap langkahnya. 


Available on NETFLIX

13 komentar :

Comment Page:
Alvan Muqorrobin Assegaf mengatakan...

Saya sudah nonton mas, tapi gak tahu yaa, apa karena ekspektasi yang terlalu tinggi, atau bagaimana. Saya tidak sebegitu terkesan dengan film ini. Kayak setelah kelar yaudah gitu. Padahal saya udah siap2 dibikin mewek hehe. Malah menurut saya untuk film yang diadaptasi dari sinetron masih bagus Keluarga Cemara. Saya masih gak ngerti dengan hadirnya tokoh Boby yang dimainkan Marthino lio. Saya pikir dia yang akan menghamili tokoh Yura sebagaimana di sinetron, terus si tokoh Yura setelah pengalaman yang cukup traumatis berupa pemerkosaan, kok dia bisa dengan gampangnya mau ditidurin sama Tian. Padahal kedua laki-laki ini sama2 janjiin nikah dan dalam pengaruh wine. Menurut saya adegan Boby ngefitnah Yura sehingga ibunya nagih utang terasa dipaksa banget buat fan service. Yang saya suka dari film ini penggambaran ibu tirinya yang jahat tapi gak alay dan marah2 kayak di sinetron, bner2 kayak orang biasa aja tapi tindakannya selalu berdampak merugikan atau setidaknya bikin kita yang nonton kesel.

agoesinema mengatakan...

Terwakilkan, lagu Salam Rindu jadi penutup yg aneh.
Babak 1, babak 2 dan akhir film seperti di kerjakan 2 sutradara berbeda, entah Hanung bagian yg mana, dan Pandhu dibagian mana? Krn sy merasakan fill yg beda, terkadang sy bisa menikmatinya, terkadang tidak.
Bagian terbaiknya adalah pengungkapan jati diri Tian itu sinetron bangetlah apalagi ditambah cameo Ari Wibowo dan Feby Febiola itu keren sih, andai Lulu Tobing bisa muncul sekali pun hanya numpang lewat tanpa dialog pun pasti bakal pecah sih.

Rasyidharry mengatakan...

Bobby-nya Martino Lio emang buat misleading aja, biar penonton kira dia Bobby versi sinetron (sama kayak Indah-nya Kinaryosih). Tapi "the real Bobby" ya Christian (kelihatan juga dari mid-credits scene).

Ya ini sebenernya film yang "memihak" ke korban friendzone. Yura mau tidur sama Tian karena dia kelihatan baik & banyak bantu. Tapi ternyata sama aja, dan in the end, "cowok yg beneran baik" malah yg gak take advantage, berkorban banyak, dan rela cuma ngelihat dari jauh tanpa minta apa-apa

Rasyidharry mengatakan...

Gimana yak jawabnya. Intinya metode "co-directing" ini udah sering dipake Hanung buat "ngangkat" anak didiknya. Dan porsi directing bukan 50:50 :)

Pahem14 mengatakan...

Hmm, karena nggak tau sinetron ini jadi nggak ada perasaan apa apa saat sebelum menontonnya, ingin nonton karena 3 aktor utamanya yg lumayan mencuri perhatian setahun terakhir giorgino(turn on) kevin (guru" gokil) clara (turn on) seneng aja gitu liat kemesraan clara sama giorgino.
Yg dirasa emang kaya sinetron bener sih apalagi setelah dijelaskan disini, dan lumayan mengaduk emosi" penonton. Yg kurang disuka mid credit scene nya sih, terus sama keluarga giorgino yg kurang terjelaskan difilm ini. Sangat nggantung itu yg gak suka😑 apakah akan ada sekuel? Semoga ada sih hehe

Rasyidharry mengatakan...

Credits scene itu emang tease buat sekuel. Kalo nggak pandemi, pasti ada sekuel. Dan emang adegan itu sesuai sama sinetronnya (Boby ganti muka)

Anonim mengatakan...

Buat saya film ini melebihi ekspektasi
Saat liat trailernya kurang tertarik
Pas setelah nonton suka banget
Berhasil mengaduk emosi
Suka sama lagu2nya
Kemunculan Ari Wibowo dan feby febiola dirumah Zainudin (van Der Wick)salah satu bagian terbaik.
Btw, poster Nike Ardila beberapa kali ditampilkan.
Apakah ini semacam clue bahwa Hanung bakal membuat film biographynya?

noons mengatakan...

Pada saat yura main gitar & nyanyi itu ga bgt sih..keliatan bgt clara ga bs main gitar & akting nyanyi nya kaku bgt.
Dan ada bbrp adegan yg agak maksa ya..contohnya pas mkn mlm keluarga nya tian, yura didandanin pakai gaun sementara mama nya tian pakai baju biasa aja ����
Oia, fashion taun 98an kyknya ga gitu deh..

agoesinema mengatakan...

Kalau soal fashion, sbg anak 90an saya gak ada masalah, jaman itu baju emang rada gombrang.
Yang agak aneh tuh utang ibu tiri sampai 5 milyar itu gak masuk akal, gede banget itu utk ukuran jaman itu, katanya buat bayar listrik, what???
Andai utangnya 500 juta, itu lebih masuk akal sih, di jaman itu 500 juta uang yg sangat mahal.

Rasyidharry mengatakan...

Soal poster Nike, kayak udah disinggung di review, sebatas tribute aja, karena look si Yura ambil inspirasi dari Nike. Kalo film biopic malah udah dibuat. Udah siap rilis 2020 kalo bukan karena pandemi

Rasyidharry mengatakan...

Kenapa Yura dandan tapi mama Tian gak dandan? Ya karena dia kandang rendah Yura. "Dia harus dandan buat menghormati saya, tapi saya nggak harus dandan karena nggak perlu menghormati dia"

Soal utang 5M emang gak masuk akal. Tapi ya di situlah ke-lebay-an sinetronnya kena. Biar terkesan utang banyak banget & Tian kaya banget

Thania Fikry mengatakan...

Waktu the end, Tian kembali muncil dg wajah hancur, yg saya bingung ada apa dg tian..?
Krna waktu sinetron dulu saya masih kecil, apa bisa di terangin..?

Rasyidharry mengatakan...

Kalo di sinetron, Bobby kecelakaan, muka rusak, terus operasi ganti muka. Kalo di film belum dijelasin