16/06/22

REVIEW - NAGA NAGA NAGA

0 View

Terakhir kali Deddy Mizwar terlibat di pengonsepan cerita (secara resmi) adalah 15 tahun lalu lewat Nagabonar Jadi 2 yang turut disutradarainya. Di situ ia mendapat kredit "story by". Merupakan kewajaran saat sang aktor senior kembali menduduki dua posisi tersebut di Naga Naga Naga, selaku judul ketiga dari seri Naga Bonar. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada sosok penting industri perfilman, saya merasa Deddy Mizwar masih berada di tahun 2007. Mungkin ia terperangkap dalam lorong waktu. 

Naskah yang ditulis Wiraputra Basri (Sejuta Sayang Untuknya) dari cerita buatan Deddy Mizwar, menghasilkan tuturan yang bakal memancing respon "OK Boomer" dari penonton masa kini. Bahkan bisa jadi kata "oke" digantikan "dasar". Orang-orang di belakang Naga Naga Naga sebenarnya sadar filmnya butuh modernisasi, namun mereka tidak tahu cara menjadi relevan. 

Taktik Naga Naga Naga untuk terlihat relevan adalah membahas perihal gender. Monaga (Cut Beby Tshabina), puteri Monita (Wulan Guritno) dan Bonaga (Tora Sudiro), sekaligus cucu Naga Bonar (Deddy Mizwar), tidak tumbuh layaknya anak perempuan kebanyakan. Dia enggan sekolah, memilih belajar dari alam bersama sang kakek, pula menghabiskan waktu bermain bola bersama anak laki-laki. 

Perdebatan mengenai Monaga pun terjadi, sementara filmnya tenggelam dalam ketidakjelasan sudut pandang. Naga Bonar yang menampik budaya "orang batak harus punya anak laki-laki" namun di lain kesempatan menyatakan bahwa tugas utama istri adalah melayani suami, masih bisa diterima. Masuk akal saat pria berumur 60an berpikiran demikian. 

Lain cerita ketika Monita, si wanita karir independen berpendidikan tinggi yang mengatasnamakan "kesetaraan gender" kala menolak keharusan mempunyai anak laki-laki, menyebut bahwa wanita mesti lembut, karena berperan melembutkan kerasnya dunia. Luar biasa inkonsisten. 

Mungkin naskahnya ingin mengambil jalan tengah, tapi keseimbangan tersebut gagal dibangun. Misal sewaktu Tari (Artta Ivano), teman Monita, mengeluarkan kata-kata yang kurang lebih berbunyi, "Boleh saja kita memikirkan kesetaraan gender, tapi realitanya kan berbeda". Itu wujud kepasrahan, bukan upaya mencari win-win solution. Makin jomplang karena belum lama ini kita baru mendapatkan Ngeri-Ngeri Sedap, yang juga membicarakan budaya batak, gesekan zaman, nilai kekeluargaan, dan gender, secara jauh lebih baik. 

Pun sama sekali tidak bijak ketika filmnya membicarakan gender, namun dua karakternya dengan santai membanggakan status poligami mereka, dalam situasi yang jelas bukan bernuansa satir. 

Beruntung, tiap menyentil isu khas seorang Naga Bonar, (yang tak perlu perspektif kekinian), filmnya menemukan pijakan. Deddy Mizwar masih cukup ahli melempar kritik menggelitik terhadap hal-hal seperti kelas sosial hingga sistem pendidikan. Trio Pomo (Darius Sinathrya), Ronny (Uli Herdiansyah), dan Zacky (Mike Lucock) mewakili sisi yang senantiasa memandang segalanya melalui kacamata materi. Sindiran paling tajam adalah terkait pihak sekolah, yang katanya bertujuan memintarkan murid, tapi justru menolak menerima mereka yang punya nilai buruk. 

Beberapa konflik terlalu gampang diselesaikan, khususnya tentang Mat Budeg (Norman Akyuwen), ayah Nira (Zsa Zsa Utari), pengamen yang berteman dengan Monaga, kesan "berceramah" khas Deddy Mizwar pun masih mendominasi, tapi setidaknya berhasil ditutupi oleh akting solid para pemain. Pastinya Deddy Mizwar sendiri jadi sumber emosi terkuat, berkat kemampuan olah rasa ditambah kehebatan menangani monolog teatrikal. Naga Naga Naga terlihat baik-baik saja tiap tampil sebagai "drama bermoral Deddy Mizwar" biasa. Memang dalam suatu karya seni, kejujuran adalah poin utama. Kalau tidak, apa kata dunia?

6 komentar :

  1. " Mungkin ia terperangkap dalam lorong waktu.".

    Insert Steve Rogers "I understood that reference" meme.

    BalasHapus
  2. Gue lebih prefer Deddy Mizwar membaut remake lorong waktu

    BalasHapus
  3. Anonim9:15 PM

    Mantap banget ulasannya. Pas sama yang aku rasakan di film Naga naga naga.

    BalasHapus
  4. Anonim11:21 PM

    Masih jadi Deddy Mizwar yang narsis rupanya. Ga di film ga di serial,aku heran masih ada produser yang masih mau percayain duitnya ke blio

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim12:20 AM

      Dia sendiri produsernya

      Hapus
  5. Anonim7:52 PM

    Kira2 bisa jadi pijakan kebangkitan akting Tora Sudiro ga bang? Kan lu pernah nulis katanya akting dia jadi agak2 abis sering kolab ama sepupunya(Rako Prijatno)

    BalasHapus