17/08/22

REVIEW - FALL

0 View

Dua orang terjebak di menara radio setinggi 600 meter, alias setara dua kali lipat tinggi menara Eiffel. Tanpa mengidap akrofobia pun, kondisi tersebut mengerikan bagi semua orang. Selama 107 menit durasinya, Fall selalu mengandalkan itu guna membangun intensitas. Apakah berarti film ini sebuah one-trick pony? Mungkin, tapi melihat judul, poster, premis, hingga trailer miliknya, jika berharap lebih, sama artinya kita ngotot memesan ayam geprek di warung bakso. 

Becky (Grace Fulton) masih belum mampu beranjak dari peristiwa traumatis kala sang suami, Dan (Mason Gooding), tewas di depan matanya akibat terjatuh saat mereka sedang memanjat tebing. Upaya James (Jeffrey Dean Morgan), ayah Becky, untuk membangkitkan semangat sang puteri tak kunjung menemui hasil. Sampai sang sahabat, Hunter (Virginia Gardner), yang juga saksi mata tragedi itu, melempar ide gila. 

Menurut Hunter, Becky harus melawan rasa takutnya, dan cara terbaik adalah dengan ikut memanjat menara radio 600 meter yang berlokasi di area terpencil. Meski sempat ragu, pasca melewati perenungan mendalam selama.....well, satu malam, Becky akhirnya bersedia. Seperti kita tahu, akibat suatu kecelakaan, Becky dan Hunter berujung terperangkan di atas menara itu. 

"Let's climb that stupid tower", ucap Becky saat akhirnya mengiyakan ajakan Hunter. Tapi menara itu jelas tidak sebodoh dua orang karakternya (terutama Hunter). Karena menara tua berbeda dengan tebing, yang mana sudah sangat berisiko. Bahkan di menara rapuh itu, Hunter masih sempat melompat-lompat di tangga untuk mengusili sahabatnya. Hunter pun berencana mengunggah aksi gila mereka di kanal Youtube-nya demi views. Bodoh. Tapi di era saat banyak orang berlomba mencari ketenaran di internet memakai segala cara, kebodohan karakternya tidak mengada-ada. 

Pun sekali lagi, di luar persoalan membangun teror, merupakan kekeliruan bila mencari kecerdasan dalam naskah buatan Jonathan Frank bersama sang sutradara, Scott Mann. Penuturannya klise, tampak dari beberapa elemen, semisal dampak emosional yang dihadirkan melalui twist yang dapat ditebak sejak salah satu karakternya melihat sebuah foto, hingga "obligatory nightmare" yang kerap dialami Becky. Walau adegan mimpi itu nantinya bakal menjadi kecohan cerdik sewaktu muncul twist lain. Twist yang juga klise. Tapi sekali lagi, apakah di film macam ini keklisean merupakan dosa? Jelas bukan. 

Berhasil atau tidaknya Fall cukup dilihat dari tujuan tunggalnya, yakni memancing ketegangan dan ketakutan berbasis lokasi tunggalnya. Bahkan sebelum Becky dan Hunter memanjat, Scott Mann telah sukses memenuhi golnya. Derit menara tua, besi keropos yang bergoyang diterpa angin, juga sekrup yang mulai terlepas, melahirkan sensasi audiovisual yang efektif menciptakan kecemasan. 

Dibantu sinematografi MacGregor, Mann tahu apa saja yang mesti ditangkap kamera, dan dengan sudut seperti apa. Di satu kesempatan, karakternya membuang barang ke bawah, lalu kamera mengikuti seolah mengajak penonton terjun bebas. Wide shot banyak dipakai, entah menyorot menara dari jauh, atau bird's eye view guna mengingatkan kita betapa tinggi latarnya. 

Sudut yang disebut kedua menimbulkan kekaguman tersendiri dari segi teknis. Penggunaan CGI-nya sempurna. Tampak meyakinkan, hingga kadang keberhasilan memisahkan mana efek komputer mana sungguhan, murni berasal dari pemahaman logis "mustahil cast-nya benar-benar berada di tempat seberbahaya itu". Tapi faktanya, Fall memang melakukan pengambilan gambar di menara 30 meter, yang berjasa menguatkan realisme. 

Setiap kameranya beralih dari eksplorasi latar menuju dua tokoh utama, intensitas langsung menurun. Deretan kalimat bodoh maupun lemahnya eksplorasi drama jadi penyebab. Tapi kalau pembahasan kita fokuskan pada perihal pemaksimalan premis, naskahnya cukup solid. Terdapat banyak varian rintangan yang harus karakternya hadapi, pun Fall tidak ragu untuk "menjadi kejam". Sebagai thriller bertema "usaha bertahan hidup", itu keputusan tepat. 

9 komentar :

  1. Kayaknya setipe ama Frozen?Seru mana Bang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sensasinya beda sih. Nonton Frozen kayak dicekek, sesek. Kalo Fall kayak dilempar-lempar

      Hapus
  2. Anonim8:07 AM

    Membaca ide cerita awalnya udah keburu emosi duluan
    Biasanya kalau nonton film dengan ide cerita/karakter bodoh, gue berharap mereka mati aja.
    Secara otomatis ketegangan menguap begitu saja.
    Sama halnya beberapa waktu lalu nonton film survival tentang hiu
    Saking keselnya gue ngarep ya sudah mati aja lo
    Hehehe...
    Justru kalau mereka selamat jadi ga seru & berkesan

    Tapi liat trailer Fall ini terlihat sangat menarik & memanjakan mata

    BalasHapus
  3. "deretan kalimat bodoh"
    Udh cukup buat gw

    BalasHapus
  4. Abdi_Khaliq12:22 PM

    Bang aku mau nonton film NOPE-nya Jordan Peele di bioskop, kira2 kena gunting sensor gak ya? Soalnya aku paling malas kalo nonton horror pake acara sensor segala. Padahal jelas2 rating R untuk dewasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sensor gak sensor tontonlah di bioskop :)

      Hapus
  5. Anonim10:58 PM

    Premis film yg sangat bodoh

    BalasHapus
  6. Anonim6:21 PM

    nonton film ini membuat semua bulu merinding....mengerikan lebih daripada horror....plot twist yang membagongkan...keren

    BalasHapus
  7. Anonim11:23 PM

    Mungkin bagi sebagian orang premisnya keliatan bodoh yah, tp setelah nonton , film ini ga bodoh bodoh amat kok wkwkkwwk plot nya solid , twist nya ya walopun klise tapi masih keren. Juaranya ada di build up menuju puncaknya, sukses bikin cemas

    BalasHapus