18/11/22

REVIEW - SRI ASIH

0 View

Alpha male dengan toxic masculinity, polisi korup, pengusaha bergelimang harta yang terang-terangan membenci rakyat jelata, semua itu jadi lawan Sri Asih. Terkesan kurang subtil dalam melempar kritik? Mungkin. Apalagi di skena film superhero sekarang, antagonis dengan kompleksitas yang bisa memecah simpati penonton adalah primadona. Tapi di sisi lain, figur-figur di atas memang sampah masyarakat yang jadi musuh bersama, sehingga tidak sulit bagi kita berdiri di belakang Sri Asih sambil berkata, "Ini pahlawan kami!". 

Filmnya mengetengahkan Alana (Pevita Pearce). Dia lahir di tengah letusan gunung Merapi yang menewaskan kedua orang tuanya, sebelum diadopsi oleh Sarita (Jenny Chang), yang mengajarinya teknik bertarung. Ketangguhan Alana menarik perhatian Mateo (Randy Pangalila), putera Prayogo Adinegara (Surya Saputra) si pengusaha korup. 

Mateo menantang Alana berduel di atas ring, yang tersaji meyakinkan berkat Pevita dan Randy (ingat, dia atlet MMA di kehidupan nyata), sekaligus jadi awal terseretnya protagonis kita ke dalam intrik rumit yang telah berlangsung entah berapa lama. Pertemuan dengan Eyang Mariani (Christine Hakim) dan sang cucu, Kala (Dimas Anggara), membawa Alana menyadari takdirnya sebagai titisan Dewi Asih yang mesti melindungi dunia dari ancaman Dewi Api (Dian Sastrowardoyo). 

Penceritaan Sri Asih memang agak terbata-bata. Pacing-nya inkonsisten. Kadang berlarut-larut hingga menyelipkan peristiwa yang tak perlu, namun sebaliknya, tidak jarang pergerakan antar momen terasa buru-buru. Tapi perihal mitologi lain cerita. Naskah buatan Upi dan Joko Anwar mampu menggaet atensi. Disampaikan oleh Eyang Mariani, kita diajak menyelami mitologi yang menyiratkan masa depan ambisius Jagat Bumilangit. Sulit untuk tak bersemangat menantikan kelanjutannya.

Ceritanya kembali meluas kala memperkenalkan Jatmiko (Reza Rahadian), polisi yang mulai jengah dikontrol oleh Prayogo, juga Tangguh (Jefri Nichol), wartawan idealis sekaligus teman masa kecil Alana. Syukurlah tiada subplot romansa segitiga antara Alana, Tangguh, dan Kala. Dunia Sri Asih sudah cukup penuh serta sarat kekisruhan untuk memberi ruang pada benih-benih asmara. 

Bangunan dunianya menyimpan plus minus. Kekacauan sistem politik dan hukum, penindasan oleh si kaya, sampai kemiskinan yang mengakar, membuat Sri Asih benar-benar terasa eksis di dunia yang sama dengan Gundala (2019). Dampak negatifnya, karena kesamaan nuansa industrial, kita lagi-lagi banyak disuguhi momen penting berlatarkan pabrik. Unggul di konsistensi, namun lemah dalam hal variasi. 

Repetisi latar tersebut untungnya bukan masalah besar tatkala Upi mampu merangkai sekuen aksi dengan baik (keunggulan terbesar Sri Asih dibanding Gundala). Camerawork-nya sesekali tampak canggung, tapi keberhasilan memanfaatkan kualitas olah tubuh Pevita, gaya bertarung unik Sri Asih yang bersenjatakan selendang, juga kualitas CGI mumpuni (penundaan jadwal rilisnya terbayar lunas), menutupi kelemahan tersebut. Terutama di klimaks.

Klimaks Sri Asih membuat segala kekurangan filmnya patut dimaafkan. Klimaks ini wajib jadi patokan bagi blockbuster superhero Indonesia yang segera membanjiri layar bioskop kita di tahun-tahun mendatang. Seru, megah (shot Dewi Api muncul di belakang si antagonis itu luar biasa), dengan porsi yang tepat. Tidak berakhir prematur, tidak juga terasa diulur-ulur. 

Dua figur yang saling beradu pun jadi kunci kesuksesan klimaksnya. Pevita dengan senyum bak jagoan yang menikmati pertempuran (mengingatkan ke penampilan ikonik Gal Gadot di Batman v Superman: Dawn of Justice), bertemu antagonis yang berkarakter berkat kepiawaian sang pemeran. Meski lubang di naskah membuat beberapa detail mengenai si antagonis mengundang pertanyaan. 

Sri Asih masih meninggalkan setumpuk pekerjaan rumah bagi Jagat Bumilangit untuk dibenahi di installment berikutnya. Tapi ia jelas film superhero terbaik kita, setidaknya untuk saat ini. Karya yang pantas dibanggakan, tentang seorang jagoan yang juga layak dipuja sebagai pahlawan.

25 komentar :

  1. Anonim3:13 AM

    Lumayan kaget sih sama mas-mas yang itu, dulu ditawarin jadi villain di universe superhero studio sebelah nggak mau, mungkin karena Upi yang minta kali ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim3:54 PM

      Rumor kali dia nolak film sebelah karna gak mau jadi villain. Mungkin karna dia kurang suka aja sama produksi filmnya.

      Hapus
  2. Anonim4:48 AM

    "gue alergi sama orang miskin...anak setan...emak loe bisa naik haji...tai loe..."

    BalasHapus
  3. Anonim4:49 AM

    hai, mata najwa, tumben mau nongol juga nih

    BalasHapus
  4. Anonim4:51 AM

    wow adegan awal sudah ada easter egg PATRIOT sebagai tim adisatria ala Justice League dan Avengers

    BalasHapus
  5. Anonim5:04 AM

    Hayati sekarang sudah tidak pernah lelah dalam menghadapi aziz

    BalasHapus
  6. Saya sempat kasih opininbahwa kalau misalnya fighting coreonya digarap uwais team pasti bakal lebih mantep. Dan ternyata saya salah, film ini udah pake uwais team. Adegan aksi yg beberapa shoot masih canggung itu berarti murni karena camerawork dan editing ya? Saya terlalu memuja benchmark fighting ala the raid soalnya haha .

    BalasHapus
  7. Anonim9:24 AM

    Bagus banget keren nilai 8.5 dari 10.suka di fighting lawan villaiin

    BalasHapus
  8. Anonim12:36 PM

    Sri Asih vs Ashiap Man

    BalasHapus
  9. Anonim1:02 PM

    adegan fighting nya slow banget ringan tidak bertenaga namun mematikan ala bela diri tai chi

    BalasHapus
  10. Anonim1:04 PM

    easter egg ada aquanus penguasa atlantis bisa dipastikan termasuk tetangga salah satu kerajaan namor dan aquaman

    BalasHapus
  11. Anonim5:04 PM

    Banyak adegan kroco kroco bawa pistol atau riffle tapi bukannya nembak dari jauh malah ngedeket. Adegan alana teriak di rumah sakit itu juga aneh, kroco kroconya bukan pada mental ke belakang tapi cuma melayang ke atas terus jatoh lagi. Fighting scenes yg ramean sih masih kurang, tapi kalo yg one on one lebih dari oke.

    BalasHapus
  12. Lagi nonton biopic budiman sudjatmiko

    BalasHapus
  13. Sempat ngantuk di tengah film, untung final fightnya menyelamatkanku dari kebosanan dan kegaringan beberapa dialognya.

    BalasHapus
  14. Anonim11:50 PM

    Sebenernya pengen banget liat adegan fighting di ruang kota. Tapi kita lagi2 di bawa ke nuansa pabrik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi inget Ksatria Baja Hitam, kalo tarung ama monster selalu di daerah kayak bekas tambang gitu.

      Hapus
  15. Anonim3:13 AM

    6/10
    Overrated film

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, utk kedua kalinya sy tertipu rating.

      Hapus
  16. Anonim8:31 AM

    Saya mulai bosan dengan pengaruh di Joko Anwar di film ini.. Tone film, pilihan dialog, dan keseringan kasih puzzle. Upi bisa bikin Serigala Trakhir dengan asik.. harusnya biarlah Sri Asih dibuat dengan style Upi, bukan Jokan.

    BalasHapus
  17. Anonim1:57 PM

    sri asih hanya di kunjungi 100 ribuan penonton di hari ke-2...apa ada masalah ini ?, selain serbuan wakanda forever

    BalasHapus
  18. Harusnya area fightingnya lebih luas, biar kelebihan bisa terbangnya gak sia-sia. lagipula kekuatan supernya selalu muncul tiba2, dibilang twist? iya, tapi terlalu instan untuk orang yang gak baca komiknya.

    BalasHapus
  19. Anonim12:01 PM

    biasanya muncul update laporan jumlah penonton, kali ini film sri asih tidak menginformasikan tiap hari....hadeuhhhhh ada apa dengan film ini ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim4:33 AM

      Orang Indonesia belum terbiasa dengan film superhero lokal..

      Hapus
  20. Anonim11:14 PM

    film sri asih termasuk genre nano nano beraneka ragam rasa, ada rasa superhero, mistis, horror, drama, petualangan, thriller, komedi, tragedi, sampai romance

    BalasHapus