Menduetkan Dedy Mercy (Hagesu, Pelet Tali Pocong) dan Tema Patrosza (Tumbal: The Ritual, Sakral) di kursi sutradara, premis beraroma religi usang, ditambah deretan materi promosi medioker, aroma keburukan tercium kental dari Jin Khodam. Sampai muncul twist: filmnya solid.
Saya takkan menyebutnya "keren". Tidak, Jin Khodam masih sangat jauh dari status tersebut. Tapi ia bukan horor asal jadi yang cuma peduli melempar penampakan dan terlalu malas merangkai cerita. Bahkan kalian takkan menemukan jumpscare konvensional di dalamnya.
Bagas (Boy Hamzah) memutuskan pulang dari pesantren guna memenuhi permintaan sang ibu (Ayu Dyah Pasha), dan mendapati kampungnya sudah terjerumus terlalu jauh ke dalam jurang maksiat. Di bawah kekuasaan Wirya (Ray Sahetapy), aliran air wudu berganti air tuak, uang dihamburkan di meja judi ketimbang kotak infak, dan suara pesta menggantikan lantunan ayat suci.
Wirya makin ditakuti karena semua pihak berada di belakangnya, baik pemerintah desa maupun dukun bernama Kliwon (Egy Fedly). Bagas yang berusaha menyadarkan warga justru berakhir kehilangan nyawa, dibunuh oleh Wirya beserta anak buahnya. Informasi ini bukan spoiler, sebab trailernya telah menjadikan itu sebagai jualan utama.
Satu hal yang tidak muncul di trailer adalah fakta bahwa kematian Bagas baru terjadi tatkala durasi menginjak satu jam (dari total 96 menit). Sebelumnya, naskah buatan Imam Salimy (Kukira Kau Rumah) dan Ahmad Madani mengambil opsi yang seolah tabu bagi kebanyakan horor kita: bercerita.
Bagaimana upaya Bagas memperbaiki moral desa, tindakan Wirya untuk menghalangi itu, hingga rahasia sang protagonis yang pelan-pelan diraba oleh Kliwon, jadi elemen-elemen penyusun sejam pertama. Bukan cerita yang seberapa mengikat, pun selain identitas seorang pria berambut putih, naskahnya minim misteri untuk memancing rasa penasaran, namun penuturannya cukup nyaman diikuti karena mengalir dengan rapi.
Penampilan beberapa pemainnya turut membantu menjaga atensi penonton. Boy Hamzah sebagai pemuda ahli agama karismatik yang tidak kaku, dan Ray Sahetapy dengan kegemarannya meneriakkan "Sundal!" jadi penggerak utama.
Bukan hiperbola saat saya menyebut Jin Khodam tidak punya jumpscare konvensional, terutama di 60 menit pertama. Tetap ada segelintir penampakan, namun tujuannya bukanlah memancing rasa kaget atau mengulur durasi, melainkan menjaga agar penonton tidak lupa kalau sedang menyaksikan film horor (salah satu aturan tak tertulis bagi pembuat horor bergaya alternatif).
Bisa dibayangkan, di banyak horor lokal medioker, momen-momen seperti penampakan genderuwo bermata merah bakal selalu dibarengi hentakan musik berisik. Di sini, Dedy dan Tema berhasil menahan diri, paham bahwa tak semua peristiwa aneh mesti dijadikan alat penggedor jantung.
Pendekatan itu dipertahankan saat memasuki 30 menit terakhir, di mana kuantitas terornya berlipat ganda, meski kalau membicarakan kualitas, kengeriannya tidak pernah mencapai titik tertinggi. Belum maksimalnya penggunaan bel sepeda Bagas selaku media pembangun atmosfer, pula adegan kematian yang masih canggung jadi beberapa penyebab. Andai wujud si jin khodam lebih "grounded" alih-alih genderuwo CGI, bisa jadi hasilnya jauh lebih menyeramkan.
Babak ketiganya membawa penonton pada misteri terbesar, "Bagaimana Bagas dapat hidup kembali?". Presentasinya lumayan menyita perhatian, tapi sayang, naskahnya enggan memberi jawaban tuntas terkait kematian Bagas. Bukannya mengeluhkan ambiguitas, namun tanpa adanya penjelasan detail, kejadian tersebut terkesan bagai kecurangan yang dibuat guna mengecoh penonton.
Ya, kelemahan masih bertebaran di Jin Khodam, tapi siapa menduga ia bersedia meluangkan upaya lebih untuk bercerita? Apalagi jika menilik detailnya, film ini bersedia menjauh dari pakem. Tidak ada hantu wanita korban pembunuhan (terkadang ditambah pemerkosaan). Posisi itu diberikan pada pria, yang tewas di tangan seorang pria jahat yang "kejantanannya" dipertanyakan oleh sang istri.
Baru liat trailernya di bioskop langsung tertarik
BalasHapusSepertinya bagus
Sama halnya tahun 2012 ketika liat trailer Tali Pocong Perawan 2 kok terlihat menarik
Pas nonton di bioskop ternyata memang beneran bagus
Masih ada cerita dramanya
Ga asal penampakan bombastis
berarti yg bikin promosi trailer sama poster film nya harus diturunkan gajinya
BalasHapusfilm drama keren, saya nonton kaget juga ternyata alur ceritanya bagus dengan panorama desa air terjun sunda teduh
BalasHapus•
plot twist genderuwo yang membagongkan
•
bersambung...
Widi Dwinanda merupakan pemeran Lilis dalam film JIN KHODAM benar benar wanita badass smart powerfull menyajikan endingnya yang tidak terduga sebagai superhero vigilante
BalasHapusseriusan?? padahal liat posternya udah agak pesimis
BalasHapusBanyak bgt kritikus kritikus bilang ini film ny keren dan diluar dugaan, ok ramaikan film jin khodam sebelum turun layar perlahan
BalasHapusSebagai reviewer, Jin Khodam cukup layak diberikan label patut ditonton.
BalasHapusPov kritikus mungkin fokus pada pesan-pesan yang disampikan film ini.
Di mana pesan-pesannya memang baik, dan penggambaran Jin Khodam pun tidak terlalu mengikuti horor Indonesia yang terkenal dengan jumpscare.
Jin Khodam dipercaya masyarakat sunda ada yang sebagai pelindung, sebagaimana disampaikan pada film ini cukup baik.
Overall, filmnya ga jelek, ga bagus-bagus banget, tapi ok ditonton.
skor film jin khodam = 8/10
BalasHapusdrama yang menyenangkan dan cocok juga di tonton semua umur dengan pengawasan orangtua
BalasHapusDedy filmnya lagi lagi keren daripada joko anwar, lebih masuk akal, nggak banyak gimmick
BalasHapusDitunggu karya berikutnya ORANG KETIGA dari Dedy Mercy
BalasHapusCari film bagus, kagak di tonton, bisanya cuma protes doang...hadeuh
BalasHapusDedy Mercy Cinematic Universe bagus ini film, slowburn
BalasHapusluarbiasa, film jin khadam masih bertahan di layar bioskop sampai saat ini
BalasHapusanjir ini film, keren
BalasHapusArtikel yang menarik. Silakan Kunjungi Web Saya di www.profesionalmassage.com
BalasHapus