04/12/23

REVIEW - TUHAN, IZINKAN AKU BERDOSA

0 View

Ada kalanya nama Hanung Bramantyo identik dengan film beraroma religi yang memantik kontroversi. Tengok saja Doa yang Mengancam (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2009), Sang Pencerah (2010), hingga Tanda Tanya (2011). Pada masa itu, tiap Hanung merilis film, pertanyaan yang muncul di benak saya adalah, "Keributan apa lagi yang bakal menyusul?". 

Lebih dari satu dekade berselang, setelah berkutat di film-film komersil dengan kualitas naik turun, Tuhan, Izinkan Aku Berdosa membawa kembali sang sutradara ke wajah lamanya. Mengadaptasi novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhiddin M. Dahlan, Hanung siap membuat para radikal kebakaran jenggot melalui kritikan tajam dari kisah seorang wanita yang mengutuk Tuhan. 

Dibuka oleh peringatan bahwa filmnya mengandung konten yang bakal terasa ofensif bagi beberapa kalangan, kita diajak berkenalan dengan Kiran (Aghniny Haque), mahasiswi alim nan cerdas yang terseret masuk ke organisasi Islam radikal. Awalnya Kiran merasa nyaman, sampai ia mendapati kemunafikan orang-orang di sana. 

Naskah buatan Ifan Ismail menerapkan gaya non-linear, yang terus melompat antara masa kini dan masa lampau. Latar masa kini memperlihatkan Kiran yang sudah berubah 180 derajat, dari gadis religius menjadi pelacur dengan klien para politikus munafik yang memakai topeng agama. Penceritaannya tak selalu mulus. Terutama di paruh awal saat peristiwa dua masanya terkesan disusun acak, pun dengan transisi yang cenderung kasar. 

Seiring waktu, kekurangan tersebut membaik, dan teknik non-linear miliknya makin menunjukkan fungsi sebagai alat bantu memahami dinamika batin si tokoh utama. Melihat cobaan demi cobaan yang dihadapi Kiran, ketika hal yang ia percaya berbalik menyudutkannya, mudah memahami alasan keimanannya terkikis. 

Selain melempar kritik pada radikalisme, Tuhan, Izinkan Aku Berdosa juga membahas manipulasi laki-laki terhadap perempuan. Bukan cuma laki-laki dengan citra religius macam Ustaz Darda (Ridwan Roull Rohaz) atau Alim Suganda (Nugie) si politikus, mereka yang tak mengenakan topeng agama seperti Tomo (Donny Damara), dosen Kiran, pun demikian. Jika Kiran berhadapan melawan para lelaki pemegang kuasa tersebut, di mata masyarakat kita yang gemar melempar slut-shaming kepada perempuan, siapa yang bakal lebih dipercaya?  

Skala penceritaan film ini membesar seiring meingkatnya level ancaman yang menghantui Kiran di tengah upayanya menghukum para laki-laki munafik. Bahkan ia tak ragu menanggalkan pendekatan realis demi tuturan yang lebih over-the-top ala b-movie bertema balas dendam.

Hasilnya memuaskan, meski aroma male gaze dalam caranya menyampaikan penderitaan perempuan tetap tercium, pun narasinya masih menyisakan beberapa lubang, sebutlah sedikit elemen deus-ex-machina di paruh akhir, serta ambiguitas terkait karakter Ami yang diperankan Djenar Maesa Ayu (Kenapa ia kembali memasuki rumah? Apakah ia mengkhianati Kiran?)

Titik terbaik film ini terjadi saat narasinya mencapai titik balik, yang menandai peralihan fokus narasi dari latar masa lalu ke masa kini, melalui adegan menggelegar berlatar puncak gunung tatkala Kiran meneriakkan tantangannya kepada Tuhan. Di situlah saya berujar, "Hanung yang lama sudah kembali". 

(JAFF 2023)

25 komentar :

  1. Anonim5:32 PM

    OMG WTF THE BEST MOVIE EVER

    BalasHapus
  2. Anonim5:33 PM

    siap siap di boikot tayang di bioskop

    BalasHapus
  3. Anonim5:33 PM

    yaqin banyak yang menghujat dan demo berjilid jilid ini

    film terbaik

    BalasHapus
  4. Anonim6:33 PM

    Aku suka novel dan film ini

    film yang menyenangkan, jadi ingin kenal hanung lebih dekat dalam filmnya

    BalasHapus
  5. Anonim6:35 PM

    film bisa digunakan untuk menjalankan bisnis dengan lebih efektif memancing penonton, membuat produk film laris manis luar biasa, dan mengubah perilaku manusia dalam nenonton film dari saduran bovel

    BalasHapus
  6. Anonim6:36 PM

    saya jatuh hati pada hanung dan novel seeta film TUHAN, IZINKAN AKU BERDOSA

    BalasHapus
  7. Anonim6:37 PM

    jika judul nya tetap seperti novel nya pasti lebih menarik dan original banget

    BalasHapus
  8. Anonim6:39 PM

    Bagi orang yang suka membaca novel, ini adalah film yang harus wajib ditonton

    BalasHapus
  9. Anonim6:40 PM

    This is definitely a must watch film about mental health

    BalasHapus
  10. Anonim6:40 PM

    hanung epik dan luar biasa

    BalasHapus
  11. Anonim6:45 PM

    nggak dulu, terlalu muna

    BalasHapus
  12. Anonim6:50 PM

    stealing scene : nugie & donny damara

    BalasHapus
  13. Anonim1:51 AM

    alur cerita yang mencemaskan, terbaik

    BalasHapus
  14. Anonim1:52 AM

    good movie

    BalasHapus
  15. Anonim1:52 AM

    film dan novel terbaik

    BalasHapus
  16. Anonim8:35 AM

    Djenar Maesa Ayu, sang ratu horror sesungguhnya

    BalasHapus
  17. Anonim8:35 AM

    film dan novel saling bertabrakan, novel total menelanjangi kemunafikan, film masih berbahasa halus

    BalasHapus
  18. Anonim12:28 PM

    semoga tidak di boikot pas tayang reguler di bioskop, please...2024

    BalasHapus
  19. Anonim12:28 PM

    sudah pasti tembus 6 juta penonton di bioskop, bagi penikmat film

    BalasHapus
  20. Anonim12:33 PM

    polemik politik, religion, religius & komunitas

    BalasHapus
  21. Budi Darmawan3:08 AM

    Anonim Bacot

    BalasHapus
  22. Anonim6:32 AM

    thanks mas rasyid atas review dan kolom komentar

    BalasHapus
  23. Anonim6:33 AM

    mas rasyid luar biasa, thanks

    BalasHapus
  24. Anonim6:33 AM

    stres depresi ketika hujatan mengalir, good film

    BalasHapus
  25. Anonim6:34 AM

    film pembelajaran positif radikal, keren

    BalasHapus