REVIEW - DUNE: PART TWO
Dune: Part Two menurunkan kadar intrik politik film pertama untuk memberi ruang lebih bagi ledakan-ledakan. Tapi bukan berarti Denis Villeneuve mendadak beralih rupa menjadi Michael Bay. Kalau Dune pertama (2021) ibarat arthouse berkedok blockbuster, maka sekuelnya ini adalah pembuktian bahwa blockbuster bombastis pun bisa dipresentasikan sebagai sebuah "karya nyeni".
Simak set piece aksi di awal, saat Paul Atreides (Timothée Chalamet) dan ibunya, Jessica (Rebecca Ferguson), yang tengah melakukan perjalanan bersama para Fremen, disergap oleh anak buah Baron Vladimir Harkonnen (Stellan Skarsgård). Momen itu tersaji intens, tapi di sisi lain, ketika pasukan Harkonnen melayang di antara bebatuan padang pasir, pengadeganan sang sutradara membuatnya nampak puitis. Memori akan karya-karya Zhang Yimou pun seketika muncul.
Dune: Part Two bukan lagi soal fraksi-fraksi yang saling tusuk dari belakang. Di bawah arahan Stilgar (Javier Bardem), secara perlahan Paul mulai mendapatkan kepercayaan orang-orang Fremen, sedangkan hubungannya dengan Chani (Zendaya) telah berkembang ke arah romansa. Menyandang nama barunya, "Muad'Dib", Paul terang-terangan memimpin perlawanan kaum Fremen terhadap Harkonnen.
Hasilnya adalah 167 menit yang lebih kaya aksi dibanding pendahulunya. Tentu Villeneuve tidak asal meluncurkan hulu ledak. Dibantu Greig Fraser selaku sinematografer, bentangan lanskap berhiaskan objek-objek berukuran masif yang mendapat polesan CGI mumpuni, berjasa memberi sentuhan megah pada seluruh sekuen aksi.
Tapi pemegang kunci dalam terbangunnya atmosfer film ini adalah departemen suara. Kita hafal betul bagaimana musik gubahan Hans Zimmer efektif menggedor jantung, tapi tata suara Dune: Part Two membuatnya jauh lebih menggelegar. Tidak perlulah membahas ledakan atau battle cry para prajurit di medan perang. Suara tubuh yang jatuh ke tanah pun memperdengarkan kesan bombastis.
Dune: Part Two membuktikan bahwa Villeneuve telah berprogres dalam hal mengarahkan aksi, termasuk baku hantam berskala kecil yang di film pertama terkesan tak bertenaga. Segala keunggulannya mencapai puncak di klimaks berisikan pertempuran yang kadar presentasinya mementingkan kualitas ketimbang kuantitas. Singkat namun memikat.
Jangan salah mengira babak kedua dari trilogi ini (naskah adaptasi dari novel Dune Messiah milik Frank Herbert telah ditulis sejak tahun lalu) sebatas menjual aksi. Dune: Part Two masih memberi sorotan kuat pada religiusitas, khususnya kritikan bagi fanatisme yang sukar dipisahkan dalam penerapannya.
Apakah kehadiran Muad'Dib selaku mesias merupakan ramalan yang terpenuhi secara alami atau sebatas masa depan yang telah diatur lewat perhitungan terstruktur? Menyaksikan bagaimana Puteri Irulan (Florence Pugh), anak dari Kaisar Shaddam IV (Christopher Walken) berperan dalam konklusi, muncul pertanyaan berikutnya: Mungkinkah agama dan politik tidak terpisah sejauh yang kita kira?
30 komentar :
Comment Page:Paul Muad'Dib Usul
nggak bakalan ngantuk...tegang kanyut beuh
cuma andalkan badan gede doang guardian of galaxy, sekali tebas tewas 1 detik
gede besar banget
film bocil puber baru gede
film horror fantasy
nafsu birahi dan hewani bercampur menjadi 3 in 1 dalam film fantasy
rugi gue nonton di bioskop banyak banget adegan scene di babat habis sensor
fanatik agama yang mengerikan
bersambung...part III
fight scene silat yuhuyyy keren
film sampah
ngantuk bobo di bioskop
nggak cocok bagi gue ini film
junkfood hamburger movie
film bagus banget, saya beri skor 6/10
politik dan 4 sehat 5 sempurna intisari film
bagusan film Lele Laila
streaming aja
film nggak sama dengan novel nya
imam mahdi datang
Ni orang yang komen 1 orang tapi banyak yaa, kaya dendem kesumat gua liatnya🤣🤣🤣 bang ini lucu bang
film bocil
thanks atas ulasan mas rasyid
kolom komentar positif thanks
ANONIM LAKNAT!
film sampah nggak jelas
1 jam cukup
plot twist konak
wow amburadul film horror
Posting Komentar