REVIEW - HERE

Tidak ada komentar

Guliran waktu seringkali terasa menyeramkan akibat kemampuannya merenggut hal-hal berharga dalam hidup manusia. Tapi terkadang ia juga konsep romantis yang membawa seseorang mengenang baris-baris memori masa lalu, memutar kembali serangkaian cerita yang terekam oleh tempat-tempat sampai sang waktu pun tak kuasa membuatnya terlupakan. 

Melalui Here yang mengadaptasi novel grafis buatan Richard McGuire, Robert Zemeckis berupaya memotret gagasan di atas. Gagasan yang cenderung abstrak, sehingga guna merealisasikannya, sang sutradara merasa perlu bereksperimen, yang mana sudah berulang kali ia lakukan sepanjang karirnya yang membentang lebih dari empat dekade. 

Kali ini Zemeckis (juga menulis naskah bersama Eric Roth) meminta sang sinematografer, Don Burgess, untuk meniadakan gerak kamera. Selama 104 menit durasinya, Here cuma menampilkan satu titik. Penonton diajak mengobservasi bagaimana titik tersebut berevolusi seiring pergerakan waktu. Berawal dari sepetak tanah di era dinosaurus, sebelum kemudian menjadi tempat tinggal manusia dari beragam era. Dia pernah jadi hunian suku Indian, jalan menuju kediaman William Franklin, rumah seorang pilot di era pandemi influenza, tempat penemu dan istrinya bermesraan, hingga tempat berteduh bagi Keluarga Young. 

Al Young (Paul Bettany) dan Rose Young (Kelly Reilly) membeli rumah tersebut pasca Perang Dunia II. Di sanalah keduanya melewati masa-masa sulit sembari membesarkan tiga anak mereka. Richard (Tom Hanks) si putra tertua kelak menikahi Margaret (Robin Wright) dan turut membangun keluarga di situ. 

Kita pun menyaksikan dinamika kehidupan. Kelahiran, kematian, perubahan budaya, perkembangan teknologi, tumbuhnya harapan, hingga kandasnya impian. Era mana pun yang tengah kita saksikan, hal-hal tersebut senantiasa terjadi. Mungkin memang ada yang tidak pernah berubah dalam kehidupan. 

Eksperimen yang Zemeckis lakukan rupanya tidak sebatas menghapus gerak kamera. Dia pun menguji coba teknik unik untuk departemen penyuntingan lewat transisi berbentuk (semacam) kolase, yang membuat lebih dari satu era bisa muncul secara bersamaan. Ada kalanya pilihan itu melahirkan adegan unik. Misal momen pernikahan Richard dan Margaret yang diiringi oleh penampilan The Beatles di televisi, atau ketika Zemeckis mencetuskan cara baru untuk memvisualkan adegan mimpi. 

Sayangnya ada efek negatif yang juga diperoleh. Ketika dikombinasikan dengan penuturan non-linear yang bisa tiba-tiba melompat secara acak dari satu zaman ke zaman lain, teknik penyuntingan itu mengganggu aliran waktu yang semestinya bisa penonton resapi (padahal bukankah itu tujuan awal Zemeckis bereksperimen dengan kameranya?). Ditambah peralihan yang begitu cepat, Here tampil bak kolase yang kacau. 

Presentasinya enak dipandang, namun sulit dirasakan. Kisah yang terus menyediakan varian berbeda membuat pengalaman menontonnya tidak terasa membosankan, tetapi melelahkan. Pengolahan tempo Zemeckis yang tak mengenal kesabaran mungkin bertujuan untuk mewakili kelakar "time flies". Poin itu mampu diwakili, tapi kita jadi kehilangan kesempatan meresapi momen. 

Tapi keberanian eksperimen Zemeckis tetap patut dipuji. Tanpa eksperimen, sinema akan mengalami stagnasi. Apalagi sang sineas nampak tak terbatasi oleh sudut kamera yang tak pernah beranjak, layaknya seorang sutradara teater handal yang piawai mengatur blocking dan membuat aktor-aktornya berdinamika dengan ruang serta benda mati di atas panggung. 

Teknologi de-aging yang dipakai untuk memudakan para aktor, juga tata rias yang membuat mereka tampak lebih tua, memang tidak selalu terlihat meyakinkan, namun kekuatan akting mampu menutupi sedikit kelemahan itu. Khususnya Tom Hanks yang secara gradual membuat gestur karakternya bertransformasi, dari remaja canggung menjadi pria paruh baya yang lelah dihantam oleh kehidupan.

Menyebut Here sama sekali tidak pernah menggerakkan kamera sejatinya kurang tepat. Kelak pergerakan itu bakal terjadi pada waktu yang tepat. Sangat tepat sampai mampu memberi dampak emosi signifikan. Rumah memang indah. Sebuah bangunan yang meskipun kecil, nyatanya bisa menampung segunung peristiwa, juga kenangan milik manusia-manusia yang mendambakan kata "bahagia".

Tidak ada komentar :

Comment Page: