Kapasitas Wanita Ahli Neraka dalam menghantarkan teror mungkin tidak bisa disebut spesial karena masih berkutat pada amunisi yang "itu-itu saja". Tapi ketika banyak horor Indonesia terkesan kurang bersahabat dengan perempuan (sebatas menjadi korban, atau hantu penasaran yang hanya bisa menuntut keadilan setelah tak bernyawa), keputusan film buatan Farishad I. Latjuba ini untuk tampil sebaliknya, sembari menolak paham konservatif meski memakai sampul religi, mampu membawa sedikit angin segar.
Judulnya memang memancing kekhawatiran. Tapi ternyata, ketimbang mendukung paham yang menyudutkan perempuan dengan kedok agama, naskah buatan Lele Laila (salah satu naskah terbaik buatannya sejauh ini) malah bertindak selaku sentilan terhadap perspektif tersebut.
Farah (Febby Rastanty) tinggal di pondok milik Ustaz Irfan (Alfie Alfandi) dan Umi Harum (Elma Theana) yang telah menganggapnya sebagai putri sendiri. Setiap hari Farah rutin menonton video pengajian yang fokus ceramahnya berpusat pada hal-hal seperti kewajiban istri menuruti suami, atau bagaimana neraka lebih banyak dihuni oleh wanita.
Alhasil terbentuklah harapan di benak Farah untuk membangun rumah tangga. Dia lebih bercita-cita menjadi istri yang patuh ketimbang melanjutkan pendidikan. Semua atas nama surga. Tidak butuh waktu lama bagi naskahnya untuk memperlihatkan, betapa misinterpretasi bernuansa misogini terhadap ayat maupun hadis dapat menghadirkan dampak mematikan.
Wahab (Oka Antara), seorang politikus muda yang hendak memulai proses kampanye, datang ke pondok guna mencari istri. Seketika Farah mencalonkan diri, dan keduanya pun menikah. Rumah tangga mereka terlihat harmonis. Farah setia mendampingi kampanye sang suami, sedangkan Wahab menunjukkan sisinya yang lembut dalam bertutur kata.
Tapi kelembutan Wahab justru dijadikan pengingat oleh naskahnya, bahwa monster bernama "suami jahat" tidak melulu harus mengeluarkan bentakan. Bagaimana Wahab dengan senyum simpulnya mengerdilkan perasaan Farah dan menganggapnya angin lalu, pula tak memandang serius gagasan-gagasan sang istri, juga wujud kejahatan. Sampai Farah mulai curiga bahwa demi memenangkan kampanye, Wahab memakai bantuan ilmu hitam.
Kecurigaan itu timbul setelah Farah kerap melihat sosok wanita berkerudung hitam, yang tampak lebih mengerikan dengan kostum serta riasan "sederhana" miliknya, daripada banyak hantu bermuka rusak di banyak horor lokal. Farishad I. Latjuba masih mengandalkan jumpscare berisik nan generik dalam memunculkan teror si hantu, tapi minimnya inovasi itu mampu ditutupi oleh ketepatan timing. Memang tidak seberapa kreatif, namun perihal mengageti penonton, ia tampil efektif.
Terdapat satu sekuen yang paling menonjol, yaitu saat Ustaz Irfan berusaha merukiah Farah. Tatkala horor lain sebatas berkutat pada trik sederhana seperti kayang untuk membungkus adegan kesurupan, Wanita Ahli Neraka melipatgandakan skalanya, dengan membuat si karakter melakoni gerakan-gerakan yang jauh lebih ekstrim. Hasilnya seru. Apalagi didukung totalitas Febby Rastanty mengolah emosi, yang membuktikan kelayakannya mengisi daftar "scream queen Indonesia".
Babak ketiganya mengalami penurunan intensitas akibat pacing berlarut-larut akibat guliran cerita yang bertele-tele. Dampak dari puncak pertikaiannya pun berkurang drastis. Wanita Ahli Neraka, dengan kemampuannya mengolah elemen religi (hadis, ayat suci, ceramah) sebagai bagian substansial daripada sebatas pernak-pernik, layak mendapat klimaks dan resolusi yang lebih menggigit. Tidak banyak horor religi Indonesia yang menjauh dari paham konservatif terkait gender, dengan mengingatkan bahwa "mematuhi" bukan berarti bersedia untuk diperbudak.
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar