27/12/24

REVIEW - PANGGONAN WINGIT 2: MISS K

0 View

Seiring hampir berakhirnya 2024, saya pun menengok kembali perihal bagaimana horor begitu mendominasi perfilman Indonesia tahun ini. Ada rasa kesal tertinggal akibat lemahnya keseimbangan antara kuantitas dengan kualitas, namun di saat bersamaan muncul pula beberapa anomali positif. Duet Hadrah Daeng Ratu dan Lele Laila akhirnya melahirkan teror mencekam di Pemandi Jenazah, demikian pula Rizal Mantovani dalam Racun Sangga, lalu sebagai penutup, Panggonan Wingit 2: Miss K mampu memutus rantai "film jelek" milik Hitmaker Studios. 

Kembali menyandingkan Guntur Soeharjanto di kursi sutradara dengan Riheam Junianti selaku penulis naskah, Miss K sejatinya tampil seperti soft remake untuk film pertamanya yang rilis tahun lalu. Templat alurnya sama, hanya saja dengan beberapa modifikasi terkait detail. Latar Semarang digeser ke Surabaya, sementara hotel tempat terornya bersemayam diubah jadi apartemen. 

Protagonisnya bernama Alma (Cinta Laura Kiehl). Selepas kematian sang ibu, Alma bersama adiknya, Mia (Callista Arum), pindah ke apartemen yang juga jadi tempatnya bekerja. Seluk-beluk penokohan Alma serupa dengan Raina (Luna Maya) dari film pertama. Bedanya, jika Ardo (Christian Sugiono) selaku mantan pacar Raina bekerja sebagai jurnalis, maka kekasih Alma, Rayyan (Arifin Putra), adalah seorang polisi. 

Rayyan tengah mengusut kasus mutilasi, di mana si korban merupakan penghuni apartemen tersebut. Sampai suatu malam, demi memperbaiki kebocoran di salah satu kamar, Alma nekat memasuki lantai 6 walau sudah dilarang oleh pasutri pemilik apartemen, Aiman (Indra Brasco) bernama "Miss K" yang berkata, "Patang dino, magrib". Setidaknya Alma diberi waktu sedikit lebih lama ketimbang Raina yang mendengar kalimat "Telung dino, tengah wengi" dari si hantu. 

Miss K memang mengakrabi repetisi. Bukan cuma terkait templat film pertama, dia pun mengulangi poin-poin cerita miliknya sendiri. Durasi belum bergulir sampai satu jam dan kita sudah empat kali melihat Miss K menebar kutukan dengan modus operandi sama persis, Bu Rini (Yeyen Lydia) si guru tari yang selalu mengenalkan temannya guna membantu para protagonis menyelesaikan masalah, hingga dua perkelahian bawah air yang hadir secara beruntun. 

Walau demikian, Miss K punya penceritaan yang lebih mulus dibanding pendahulunya. Kuncinya terletak pada fokus yang terjaga. Kali ini Riheam Junianti sepenuhnya berkonsentrasi pada memaparkan investigasi mengenai pembunuhan keji yang terjadi. Tentu bukan investigasi cerdas. Banyak kekonyolan tersebar (alasan Miss K memberi korbannya waktu empat hari, petunjuk berupa gambar dari seorang dukun, sampai asal nama "Miss K"), tapi setidaknya, alurnya konsisten berada di trek yang jelas. 

Apalagi konyol bukan berarti buruk. Justru karena itulah Miss K mampu tampil menghibur. Andai takut menyambangi ranah kekonyolan, ia takkan memiliki klimaks dengan sentuhan aksi super menyenangkan yang menjauhi pola "asal tusuk" khas rumah produksinya, yang memberi peluang pada Cinta Laura memamerkan kapasitas melakoni adegan baku hantam. Kesediaan Cinta mengasah kemampuan melafalkan Bahasa Jawa pun patut dipuji meski belum betul-betul tanpa cela. Untunglah kengawuran Sumala terkait bahasa tidak terulang. 

Sebagai produksi Hitmakers, elemen gore tentu kembali jadi suguhan utama. Di titik ini, saya berharap mereka bersedia mengasah otak demi menambah kreativitas dalam hal presentasi sadisme, namun kebrutalan eksplisit yang Panggonan Wingit 2: Miss K hadirkan masih cukup menyenangkan. Ya, film Hitmakers akhirnya kembali tampil menghibur.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

Posting Komentar