Ambyar Mak Byar adalah film yang serba Jawa. Latarnya, orang-orangnya, bahasanya, lagu-lagunya, hingga semangatnya yang membawa kesederhanaan khas Jawa. Kesederhanaan di sini bukanlah "kampungan" (sebagaimana cap yang banyak pihak sematkan bagi orang Jawa), melainkan "apa adanya". Sebuah kisah tentang orang-orang biasa, meski mimpi mereka tidaklah biasa.
Kisahnya mengajak penonton mengunjungi Solo untuk menyaksikan perjalanan band bernama Konco Seneng yang tengah merintis karir. Mereka mendapat tawaran untuk diproduseri oleh Helarius Daru alias Ndarboy Genk, namun menolak akibat sebuah friksi di masa lalu. Konflik tersebut memberi jalan masuk yang masuk akal pula natural bagi keterlibatan sang penyanyi ternama, ketimbang sebatas cameo tiba-tiba yang terkesan dipaksakan.
Jeru (Gilga Sahid) dan Rick (Evan Loss) merupakan sahabat sekaligus pentolan Konco Seneng. Keduanya kerap berbeda pendapat. Jeru menyukai lagu koplo, sedangkan Rick ingin membawakan keroncong. Tapi konflik terbesar di antara keduanya hadir akibat hubungan Jeru dengan Bethari (Happy Asmara) si Putri Keraton Solo. Jika Bethari merupakan anak raja, maka semasa hidupnya, mendiang ayah Jeru adalah tukang sapu keraton.
Begitu besar jurang kelas yang memisahkan keduanya, sehingga rintangan pun banyak muncul. Gusti Argo (Ariyo Wahab) selaku sosok kepercayaan raja menentang bersatunya dua manusia beda kelas itu. Begitu pula Rick, yang menganggap Jeru tak lagi maksimal berkontribusi bagi Konco Seneng sejak berpacaran dengan Bethari. Dua sahabat yang tergabung dalam satu band mengalami perpecahan akibat percintaan salah satu dari mereka. Tidakkah itu kisah yang teramat dekat?
Naskah buatan sang sutradara, Puguh P.S. Admadja, menyertakan cukup banyak subplot. Selain perjuangan Konco Seneng mencapai kesuksesan dan romantika Jeru-Bethari (Gilga Sahid dan Happy Asmara adalah pasutri di dunia nyata), masih ada hubungan Jeru dan Rick dengan orang tua masing-masing, hingga kisah cinta malu-malu antara Rick dan Aruna (Anggie Williams) yang juga personel Konco Seneng.
Deretan subplot tersebut bahkan tampil jauh lebih menarik ketimbang konflik utamanya yang masih berkutat pada keklisean formula cerita cinta beda kasta. Drama keluarganya mengandung bobot emosi paling kuat. Lihat saat ibu Jeru, Istiyah (Dyah Mulani), akhirnya memutuskan mendukung cinta sang anak, sembari menegaskan bahwa rakyat jelata pun memiliki hak atas diri sendiri, walau untuk menyuarakan hak tersebut mereka harus "melawan" keraton.
Selaku sutradara, Puguh tahu betul bagaimana "orang-orang biasa" meluapkan kegelisahan mereka. Lepas, lugas, meledak-ledak, tanpa perlu banyak pemanis, serupa cara bertutur lagu-lagu yang setia mengiringi penceritaan filmnya.
Alhasil Ambyar Mak Byar berhasil jadi tontonan yang berulang kali menusuk hati penontonnya lewat momen-momen sederhana. Sebutlah ketika Rick menyampaikan pada ayahnya (Ibnu Gundul) bahwa ia menyerah mengejar karir di dunia musik, menggunakan kata-kata yang jauh dari kesan puitis, namun justru karena itu mengandung bobot emosi luar biasa.
Sementara humornya, terutama kala dibawakan oleh Erick Estrada dan Yusril Fahriza (memerankan Novian dan Wahyu, dua personel Konco Seneng), mampu tampil menggelitik. Poin menarik ditunjukkan oleh Erick dengan gestur memukul diri sendiri. Di satu titik, hal itu jadi gestur komedik yang efektif memancing tawa, namun di kesempatan lain, gerakan serupa berubah jadi ledakan keputusasaan masyarakat kelas menengah ke bawah menyikapi situasi mereka. Erick ibarat miniatur dari filmnya sendiri, yang bisa menyeimbangkan komedi dengan drama. Ada kalanya manusia biasa seperti kita memang cuma bisa menertawakan kepahitan, kemudian merayakannya dengan nyanyian.
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar