27/07/25

REVIEW - GAK NYANGKA..!!

0 View

Seperti barisan komedi buatan Jeihan Angga sebelumnya, Gak Nyangka..!! mengedepankan kebodohan. Film tentang karakter yang bertingkah bodoh, berusaha menyelesaikan setumpuk masalah bodoh lewat solusi bodoh pula. Bagi penyuka gayanya (termasuk saya), kebodohan itu bersinonim dengan kata "menghibur". Tapi tidak dengan kekacauan ceritanya, yang terlalu jauh melampaui batas-batas kebodohan.

Meski terkesan bodoh, komedi khas Jeihan, yang kali ini berpartner dengan Rahabi Mandra dan Syahrun Ramadhan dalam menulis naskah, tak pernah mengerdilkan inteligensi penonton. Semua soal mewakili selera penyuka keabsurdan yang tak mempermasalahkan absennya logika. Sehingga tidak jadi masalah ketika empat aktor utamanya, yang jika usianya dirata-rata menyentuh angka 36,25 tahun, diharuskan memerankan mahasiswa tingkat akhir.

Alkisah, setelah 17 kali mengalami penolakan dari Bu Pris (Sarah Sechan) si dosen galak, akhirnya proposal skripsi milik Agoy (Ge Pamungkas), Darlina (Prisia Nasution), Cherry (Indah Permatasari), dan Bruno (Arie Kriting), yang berkuliah di Yogyakarta, diterima. Tapi muncul masalah baru, di mana penelitian yang mereka ajukan memerlukan dana 100 juta rupiah. 

Cara apa yang keempatnya tempuh guna mengumpulkan dana? Agoy berinvestasi saham, Darlina mencari saweran lewat TikTok, Cherry meminta uang dari ibunya (Cut Mini Theo), sedangkan Bruno memakai citra intimidatif orang Timur guna memeras bosnya. Semuanya bodoh. Bahkan Cherry yang konon merupakan sosok paling kalkulatif di antara mereka. Semakin bodoh saat Agoy memakai uang yang belum terkumpul setengahnya untuk membeli tanah bodong, dengan harapan bisa menjualnya dengan harga puluhan kali lipat.

Tapi sekali lagi, rangkaian kebodohan di atas bukan bermaksud mengkhianati kepintaran penonton. Jeihan sebatas memindahkan lawakan aneh dalam obrolan jam tiga pagi di tongkrongan ke layar lebar. Saya tertawa lepas menyaksikan siasat-siasat tak berakal yang empat protagonisnya cetuskan. 

Apalagi jajaran pemainnya sungguh memahami kebodohan macam apa yang sang sutradara harapkan. Terutama Ge dengan gaya serba berlebih baik dalam berkomedi maupun menangani momen dramatis, yang membuat kegagalannya menyempurnakan logat medok sedikit bisa dimaafkan, juga Prisia Nasution yang mengingatkan bahwa ia masih salah satu pelakon paling versatile yang negeri ini punya. 

Di satu titik, Agoy yang sudah tak kuat menghadapi tumpukan masalah memilih pulang kampung menemui. Whani Dharmawan yang memerankan ayah Agoy menyuntikkan kehangatan yang tak diduga bisa dipunyai tontonan macam Gak Nyangka..!!, sebelum kemudian kita diajak menyatroni sebuah warung kopi kepunyaan Siti Fauziah, untuk mendengarkan "obrolan ngalor-ngidul" yang meski sarat tawa tetap mengandung kebersahajaan khas sinema berorientasi Jawa. 

Alurnya memang bergerak tanpa sense of direction, tak ubahnya Bruno yang sering tersasar meski berprofesi sebagai pemandu. Tapi kelucuannya efektif memancing tawa, setidaknya bagi para penyuka gaya humor Jeihan Angga. Pesan mengenai bagaimana civitas academica seharusnya mendukung talenta mahasiswa serta menomorsatukan kebergunaan bagi masyarakat, alih-alih sebatas mementingkan IPK pun memiliki relevansi. 

Masalah terletak pada konklusi. Gak Nyangka..!! menumpuk begitu banyak konflik, dari hal sederhana seperti problematika perkuliahan maupun persoalan keluarga tiap karakter, hingga gesekan besar yang melibatkan Pak Kahar (Ebel Cobra) si pebisnis korup, hanya untuk menyelesaikan semuanya dengan cara super instan yang hadir secara mendadak. 

Metode yang naskahnya ambil lebih dari sekadar kebodohan. Entah para pembuatnya ingin segera menyelesaikan filmnya, atau bagian akhir naskahnya terbang tertiup angin sehingga pengambilan gambar tak mampu dilakukan. Jika kebodohan komedinya tidak terasa seperti bentuk merendahkan inteligensi penonton, maka konklusinya bagaikan sikap tidak peduli terhadap mereka yang telah menyisihkan waktu dan uang untuk menonton film ini. 

Tidak ada komentar :

Comment Page:

Posting Komentar