Saya belum pernah menonton versi original film ini. Bahkan sejujurnya saya belum pernah menonton satupun seri "Living Dead" karya George Romero yang sekarang sudah berjumlah enam film. Biasanya saya juga tidak terlalu berhasrat menonton sebuah remake apalagi yang ditujukan untuk film horror klasik karena sudah bukan rahasia lagi biasanya hal itu akan berujung pada kebusukan. Tapi Dawn of the Dead ini berbeda. Tanggapan yang diberikan pada film ini cenderung positif. Dan lagi ini adalah debut penyutradaraan dari seorang Zack Snyder yang tiga tahun setelah film ini akan menyuguhkan sajian epic tentang para pria berbody six pack saling bunuh di medan perang dan disusul menampilkan gerombolan superhero yang amat manusiawi dan punya permasalahan kompleks 2 tahun setelahnya. Walaupun bukan film pertama yang menampilkan zombie yang bisa bergerak cepat, tapi Dawn of the Dead versi remake ini boleh dikatakan makin mempopulerkan hal tersebut.
Kisah dalam film ini sederhana saja dimana awalnya kita akan diajak berkenalan dengan seorang suster bernama Ana (Sarah Polley) yang setelah pulang bekerja justru dikejutkan dengan kemunculan anak tetangganya yang menyerang sang suami. Ternyata anak itu telah berubah menjadi zombie dan itu juga yang menyebabkan suami Ana berubah menjadi zombie. Diluar ternyata kondisi sudah sangat parah dimana zombie-zombie mulai menyerang kota. Ana yang berusaha melarikan diri bertemu dengan para survivor lainnya seperti Sersan Kenneth (Ving Rhames), Michael (Jake Weber), lalu ada Andre (Mekhi Phifer) yang bersama istrinya yang tengah hamil tua, Luda (Inna Korobkina). Mereka berlima lalu memutuskan untuk bersembunyi dalam sebuah mall sambil menunggu suasana mereda atau syukur-syukur ada bantuan datang. Disana mereka mulai bertemu para survivor lain. Tapi tentu saja mall itu tidak akan aman selamanya karena ratusan zombie ganas terus berusaha mendobrak masuk.
Zack Snyder nampaknya memang tidak mau berlama-lama membuat penontonnya menunggu. Saat durasi film baru mencapai 7 menit film ini sudah mulai menegangkan. Bahkan menurut saya momen awal kemunculan zombie itu malah masih jauh lebih menegangkan daripada momen-momen yang terjadi didalam mall. Zombie yang bergerak cepat memang banyak diprotes dan dicela oleh para pemuja zombie termasuk George Romero sang kreator film aslinya. Tapi harus diakui zombie yang bergerak cepat itu menyeramkan. Melihat zombie dengan make-up yang seram ditambah anggota tubuh yang tidak lengkap berlari dengan sangat cepat memang menegangkan. Harus diakui zombie cepat memang berpotensi membuat filmnya lebih bernuansa action daripada horror. Film inipun unsur action yang ada lebih kental daripada horrornya. Untuk membangun kengerian dari zombie lambat memang butuh kemampuan ekstra dalam membangun suasana filmnya. Sedangkan untuk zombie cepat tugas sang sutradara apalagi sutradara yang berorientasi action macam Snyder zombie cepat memang lebih tepat.
Sayangnya film ini terasa kurang pada pengembangan karakternya. Saya tidak mempermasalahkan jika sebuah film memulai ketegangannya sedari awal asalkan ditengahnya juga diselipkan character development yang cukup sehingga film tersebut tidak terasa hambar dan penonton lebih peduli pada karakternya. Snyder sendiri nampaknya agak malas memasukkan unsur tersebut. Tapi untungnya beberapa karakter sudah punya dasar karakterisasi yang cukup seperti Kenneth atau C.J. Sayangnya karakter Ana yang diplot sebagai salah satu tokoh utama justru terasa tidak menarik. Hal itu lebih dikarenakan akting seorang Sarah Polley yang mengecewakan. Terasa datar di banyak sekali momen. Padahal karakternya bisa jadi menarik mengingat dirinya baru saja kehilangan sang suami yang didepan matanya berubah jadi zombie dan kini harus bertarung dengan makhluk-makhluk tersebut. Kisah cintanya dengan Michael juga terasa dangkal. Jumlah survivor dalam film ini juga agak kebanyakan sehingga tidak terjadi ikatan yang meyakinkan antar karakternya.
Saya dengar film aslinya mengandung muatan kritik sosial yang amat kental. Sedangkan untuk versi Snyder ini saya tidak terlalu merasakan hal itu. Kritik sosial hanya tertuang dalam beberapa baris kalimat. Yang paling terasa tentunya saat ada acara televisi yang membahas mengenai apa sebab kemunculan para zombie tersebut dimana sang pembawa acara menyinggung mengenai berbagai maksiat yang dilakukan manusia sehingga Tuhan mengirimkan balasan dari neraka. Sebenarnya hal itu bisa disinggung lebih jauh tapi Snyder mengesampingkannya sehingga kritik sosial itu hanya terasa lewat begitu saja dan tidak mengena.
Seringkali sebuah remake dikatakan buruk bukan karena kualitasnya yang memang sampah tapi lebih karena tidak bisa menandingi kehebatan film aslinya atau merusak beberapa hal penting yang ada di film aslinya. Saya sendiri belum menonton versi asli yang dibuat George Romero yang menampilkan zombie lambat, tapi jika dilihat sebagai sebuah film yang berdiri sendirid an bukan remake, karya Zack Snyder ini bukanlah sebuah horror zombie yang buruk bahkan lumayan menghibur. Cukup menegangkan, meskipun karakternya kurang menarik. Ada potensi menampilkan zombie berbentuk bayi yang tidak terlalu diekspose karena mungkin akan sangat kontroversial.
Saya jg belum nonton versi originalnya, tapi film ini jadi salah satu film zombie-zombiean favorit saya. Menghibur. :)
BalasHapussalah sati film zombie terbaik selain 28 days n weeks
BalasHapusMenurut saya film ini lebih bagus dari aslinya. Soal kritik sosial, mungkin pemahaman anda keliru dengan apa yang dimaksud "kritik sosial". Kritik sosial yang dimaksud bukanlah kutipan-kutipan ceramah atau kata-kata bijaksana (kalau seperti itu sih jangan nonton film, nonton Mario Teguh Golden Ways aja). Kritik sosial yang dimaksud lebih pada eksplorasi (secara implisit) yang dilakukan George Romero terhadap sifat manusia. Snyder pun mampu menampung muatan kritik yang sama, bagaimana sifat manusia yang bisa jadi begitu antipati, serakah, dan egois dalam situasi yang sedemikian rupa ditunjukkan lewat film ini. Bukan saja itu, zombie di sini juga menjadi semacam alegori/simbol/satir terhadap masyarakat modern yang hidup hanya untuk mengikuti trend, mudah terbawa arus, tak punya idealisme, sehingga mereka hidup tapi tidak benar-benar hidup, tidak hidup juga tidak mati seperti zombie.
BalasHapusSebenernya film ini lumayan bagus menurut saya cuma di awal film ada scene yg sedikit menyinggung saat menampilkan potrait kegiatan muslim melaksanakan sholat di sebuah masjid. Jadi ngebuat pengertian lain tentang tampilan scene itu
BalasHapusNice blog and informative thanks for share with us.
BalasHapusMedia stuff