Setelah Takut: Faces of Fear yang dirilis pada 2008 lalu, Indonesia kembali disuguhi sebuah omnibus yang punya potensi luar biasa besar. Sebuah proyek bernama FISFiC (Fantastic Indonesian Short Film Competition) diadakan oleh sekumpulan sineas lokal yang tidak hanya hebat tapi juga peduli akan kemajuan perfilman nasional. Mereka itu antara lain Joko Anwar, Sheila Timothy, Mo Brothers, Gareth Evans, Ekky Imanjaya dan Rusli Edd. Proyek tersebut akan mengumpulkan skenario-skenario bergenre fantastik (horror, thriller, sci-fi dan fantasi) buatan sineas muda lokal kita yang punya bakat dan potensi namun belum mendapat kesempatan untuk memamerkan karya dan ide brilian mereka. Setelah melalui proses, terkumpul enam skenario dari enam filmmaker yang pada akhirnya diberi kesempatan untuk membuat enam film pendek yang akhirnya disatukan dalam omnibus ini untuk dirilis dalam sebuah paket DVD. Jadi segila apakah ide-ide yang tertuang dalam keenam film pendek ini?
MEALTIME
Disutradarai oleh Ian Salim dan dibintangi oleh Abimana Arya, Mealtime berkisah tentang dua orang sipir yang menjaga sebuah rumah tahanan dimana suatu malam tempat itu kedatangan satu orang petugas lagi yang mengantarkan dua orang narapidana yang akan "bermalam" disana. Tapi sebelum pagi teror berdarah justru menghantui tempat tersebut. Mealtime sedari awal dibuka sebenarnya cukup menarik apalagi saat saya menyadari sebuah selipan humor pada pemilihan nama karakter sipirnya. Tapi sayangnya misteri yang ada dalam film ini adalah sebuah misteri yang tidak sesimpel itu dan dengan durasi hanya 20 menitan saya rasa terlalu pendek. Durasi yang singkat membuat misteri yang ada harus diselesaikan secara terburu-buru dan meninggalkan lubang sekaligus pertanyaan. Pertanyaan yang muncul bukan karena misterinya rumit nan menarik tapi karena eksekusinya yang terburu-buru. Tapi untuk ide cerita Mealtime punya potensi besar jika dijadikan film panjang dan digarap dengan baik. Apalagi ada Abimana yang menampilkan performa terbaik dibandingkan karakter pria lain yang ada dalam omnibus ini.
3/5
RENGASDENGKLOK
Barangkali Rengasdengklok adalah yang punya ide paling nyeleneh diantara keenam film ini. Memodifikasi sejarah tepatnya peristiwa rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 menjadi sebuah pertarungan melawan prajurit Jepang yang sudah menjadi zombie saya rasa termasuk ide yang cerdas. Tapi kecerdasan ide tersebut berbanding terbalik dengan eksekusinya. Jujur saya tidak ingin mengkritisi film-film yang ada disini untuk urusan teknis karena saya tahu para sineas ini hanya diberi waktu singkat dan bujet seadanya. Tapi apa yang muncul di Rengasdengklok jelas dibawah standard. Akting yang amat buruk adalah kelemahan terbesarnya. Saya juga bingung efek visual dimana gambar dibuat supaya terlihat jadul maksudnya untuk apa? Yang ada malah mengganggu. Saya rasa akan lebih baik jika film ini dibuat "bodoh" sekalian saja dalam artian dengan bujet murah buat saja yang murahan semisal dengan me-lebay-kan darah dan potongan tubuh walaupun terlihat palsu saya rasa tidak masalah. Padahal film ini berpotensi menjadi badass apalagi melihat "Pak Presiden" yang beraksi dengan dua pistol harusnya bisa jadi keren tapi akhirnya jauh dari itu. Rengasdengklok adalah yang terburuk dari FISFiC ini.
1.5/5
RECKONING
Berkisah tentang sepasang suami istri yang suatu malam mendapati rumahnya dimasuki beberapa orang tak dikenal yang memakai jubah hitam, Reckoning tidak seperti Rengasdengklok yang mencoba menampilkan visual unik tapi gagal. Reckoning hadir dengan pewarnaan hitam putih yang membuat suasana kelam film ini jadi makin kuat. Akting para pemainnya juga cukup baik. Sayang filmnya terasa terlalu banyak dialog yang membosankan. Hal itu mengakibatkan ketegangan yang berpotensi ada jadi kurang terbangun. Penggunaan Bahasa Inggris di beberapa bagiannya terasa mengganggu. Twist yang ditawarkan juga tidak terlalu mengejutkan. Editing kurang rapi juga terasa di beberapa bagian. Entah kenapa menonton Reckoning membuat saya teringat akan beberapa film-film sineas amatir yang ada di YouTube. Konsepnya cukup menarik meski tidak unik, yaitu dengan sedikit memodernisasi unsur klenik yang kentaldi negara ini.
2.5/5
RUMAH BABI
Disaat saya mulai kebosanan akan omnibus ini, muncul Rumah Babi yang akhirnya membuat kantuk saya menghilang. Konsepnya cukup berani dan menampilkan nuansa tionghoa yang cukup kental dan beberapa kepercayaan seperti kucing hitam melompati jenazah juga ada. Film ini berkisah tentang seorang pembuat film dokumenter tentang kekerasan terhadap etnis Tionghoa yang suatu hari harus mewawancarai sang korban tapi justru bertemu dengan horor di rumah tersebut. Suasana dalam film ini sudah cukup creepy dan beberapa adegan sukses membuat saya kaget dan tegang. Adegan yang dimaksudkan seram cukup berhasil. Film ini juga diakhiri dengan begitu baik, sebuah kelebihan yang tidak dipunyai ketiga film sebelumnya (kecuali Reckoning yang diakhiri lumayan). Secara keseluruhan jika bicara soal tigkat keseraman maka Rumah Babi adalah yang paling seram disini.
3.5/5
EFFECT
Jika Rengasdengklok punya ide paling nyeleneh, maka Effect punya ide cerita yang paling ambisius, kreatif dan sedikit berani kalau tidak boleh dibilang nekat dibanding yang lain. Berkisah tentang seorang wanita yang diawal film mengaku bahwa dia baru saja membunuh boss-nya, Effect punya sebuah ide yang amat menarik. Sebuah efek domino adalah apa yang disajikan dalam film ini. Tapi sayang momen yang seharusnya membuat penonton ternganga karena efek domino yang keren justru kurang maksimal karena ternyata eksekusinya terasa terlalu dipaksakan sehingga justru di beberapa momen akan terasa makin tidak logis dan membuat penontonnya sedikit geli tentang efek domino yang timbul. Tapi toh saya yakin ini hanya masalah aspek teknis dan persiapan yang mepet. Andai ditindaklanjuti dengan lebih serius dan maksimal, Effect berpotensi jadi sebuah thriller yang amat sangat menarik dengan konsep yang berani.
3/5
TAKSI
Film ini adalah film yang menjadi pemenang FISFiC dan nampaknya sengaja ditempatkan paling akhir untuk memberikan kesan yang memuaskan dibenak penontonnya. Tentu saja itu adalah keputusan tepat, karena meski Rumah Babi adalah yang paling seram tapi bagi saya Taksi memang yang paling bagus. Sebenarnya tema dan konsepnya simpel, mungkin yang paling sederhana dibanding yang lain. Tapi aspek teknis, eksekusi dan sinematografi dari film ini adalah yang paling bagus dan paling rapi. Berkisah tentang seorang gadis yang pulang larut malam dan harus mengalami ketakutan dan kengerian saat harus naik taksi sendirian, Taksi ternyata mampu memanfaatkan kesederhanaan itu menjadi sangat superior. Terlihat jelas pula bahwa film ini adalah yang paling pas untuk dijadikan film pendek dibanding kelima film yang lain, hal itulah yang membuat film ini jadi yang paling bagus dan tidak ada yang mengganjal. Twist yang ditawarkan tidak spesial tapi bagus dan menyenangkan. Set yang sempit dimanfaatkan dengan baik meski ada satu adegan yang sangat mengingatkan saya pada adegan di salah satu film favorit saya yaitu I Saw the Devil tapi yang ada justru adegan itu dieksekusi dengan tepat dan keren. Apalagi penampilan gemilang Shareefa Danish makin memperlengkap kualitas dari Taksi.
4/5
Sebuah usaha untuk memajukan perfilman Indonesia yang bagi saya amat sangat perlu diapresiasi. Meskipun secara kualitas tidak semuanya memuaskan, tapi setidaknya semua film disini punya ide dasar yang kesemuanya menarik dan cukup orisinil. Saya yakin jika skenario-skenario tersebut kembali diindak lanjuti dengan serius dan maksimal maka akan menjadi sebuah film panjang yang bagus. Tentu kita ingat saat Dara dibuat menjadi Rumah Dara yang keren itu. Secara keseluruhan FISFiC 6 Vol.1 adalah sebuah suguhan omnibus yang cukup memuaskan.
OVERALL RATING:
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar