Musim keempat dari American Horror Story dibuka dengan Monsters Among Us, sebuah episode yang berfokus pada pengenalan tiap-tiap karakter dan universe dari musim ini. Bukan sebuah episode yang buruk tapi juga bukan sesuatu yang spesial. Bahkan dibandingkan dengan epsiode pertama dari musim-musim sebelumnya yang biasanya memang tidak terlalu kuat, pembuka dari Freak Show ini termasuk lemah, berjalan lambat dan agak membosankan di beberapa bagian. Akting Jessica Lange masih memukau tapi bagi penonton setia serial ini karakter yang ia mainkan memang selalu sama dari tiap musim. Ditambah lagi nomor musikal yang mengecewakan membuat episode tersebut terasa kurang greget. Untungnya ada Twisty the Clown dengan aksi brutalnya yang mencuri perhatian. Harus diakui juga karakter freak-nya cukup menyegarkan. Tapi AHS jelas butuh sebuah booster untuk meningkatkan daya tarik musim keempatnya, dan seperti yang selalu berhasil dilakukan tiga musim sebelumnya, episode keduanya berhasil memenuhi semua harapan saya. Massacres and Matinees adalah saat dimana Freak Show mulai tancap gas.
Ceritanya mulai berkembang dengan kehadiran berbagai karakter baru seperti Dell si "Strongman" (Michael Chiklis) dan istrinya yang punya tiga payudara, Desiree (Angela Bassett). Kehadiran mereka berdua menyuntikkan konflik baru diantara rombongan Freaks. Disisi lain Twisty the Clown masih beraksi dengan brutal dan masih menyimpan misteri akan identitas yang sesungguhnya. Bedanya kali ini karakternya mendapat sedikit pengembangan sejak pertemuan dengan Dandy, si pemuda manja yang nampaknya masih menyimpan sebuah rahasia. Episode ini memberikan tease akan perkembangan hubungan twisted antara keduanya. Yang menjadikan serial American Horror Story menarik adalah disamping berbagai kegilaannya ada konflik batin yang dialami masing-masing karakter, dan seperti biasa karakter yang paling banyak mengalami konflik internal dan menciptakan garis buram antara hitam dan putih adalah karakter yang diperankan Jessica Lange. Elsa Mars di episode ini makin memperlihatkan kegundahan berkaitan dengan ambisinya untuk menjadi bintang, apalagi sejak Bette memperlihatkan bakatnya bernyanyi.
Saya suka Massacres and Matinees karena temponya yang bergerak lebih cepat dan tidak lagi hanya berputar pada pengenalan karakter. Bukan berarti penggalian karakternya dilupakan, tapi hal itu beralan beriringan dengan konflik-konflik lain dan kegilaan yang menjadi ciri khas American Horror Story selama ini. Serial ini adalah sajian horror yang dibumbui drama psikologis karakter, bukan seperti episode pertamanya yang seolah mengesampingkan segala aspek horror untuk pengenalan karakter. Disaat semua karakternya mulai terasa abu-abu dan konflik masing-masing tokoh mulai nampak, disitulah titik puncak serial ini dimulai dan saya senang episode kedua ini sudah berhasil memenuhi harapan tersebut. Aspek horrornya makin terasa, khususnya berkat Twisty the Clown, dan pada episode ini akhirnya kita bisa melihat apa yang tersembunyi di balik topeng seramnya itu, and that's disgusting. Karakter para freaks semakin menonjol disini meski untuk sebuah kisah yang katanya terinspirasi film Freaks, momen creepy dari tokoh-tokoh anehnya masih kurang terasa.
Tentu saja ini adalah serial buatan Ryan Murphy sang kreator Glee yang pastinya bakal menyimpan kisah tentang orang-orang yang dianggap remeh. Meski lewat tiga musim sebelumnya hal itu sudah terasa, Freak Show adalah medium paling sesuai bagi Murphy untuk mengeksplorasi hal tersebut, dan itu cukup berhasil. Dengan sebuah ending yang cukup menyesakkan dan disturbing, makin nyatalah fakta bahwa American Horror Story: Freak Show telah tancap gas dan menunjukkan tajinya pada episode kedua ini. Massacres and Matinees mengingatkan asalan kenapa saya begitu menyukai serial ini meski harus diakui banyak kebodohan yang hadir dalam ceritanya sepanjang empat musim serial ini berjalan.
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar