Jika bukan karena talenta-talenta di dalamnya, jujur "Talak 3" tampak kurang menjanjikan akibat trailer berisi lelucon-lelucon "receh" acak. Kesannya, film ini hanya akan tersusun atas humor demi humor tanpa mempedulikan bobot penceritaan. Tapi keberadaan duet Hanung Bramantyo dan Ismael Basbeth pada kursi penyutradaraan mencuatkan daya tarik. Saya menyukai Hanung saat memasuki "mode santai", dimana ia bisa memberi hiburan menyenangkan sembari menyentil beberapa isu kehidupan. Penasaran pula bagaimana hasilnya bila Ismail Basbeth yang selama ini identik dengan "film festival" mengemas tontonan ringan seperti ini. Ditambah lagi Vino G. Bastian, Laudya Cynthia Bella dan Reza Rahadian dalam jajaran cast meyakinkan saya bahwa film ini tidak semurah trailer-nya.
Bagas (Vino G. Bastian) dan Risa (Laudya Cynthia Bella) adalah sepasang suami istri yang sering terlibat pertengkaran hebat, hingga keputusan bercerai pun diambil. Namun sebuah proyek bernilai milyaran rupiah mengharuskan keduanya kembali bersama. Bisa ditebak, kebersamaan itu mengembalikan benih cinta di antara mereka. Bagus dan Risa pun memutuskan untuk rujuk. Masalahnya, karena tak mampu menahan emosi, Bagas menjatuhkan talak 3 pada sang istri. Berdasarkan aturan Islam, hal itu berarti mereka tidak boleh rujuk sebelum melalui Muhalil (pria lain menikahi pihak istri sebelum kemudian bercerai). Guna mengakali peraturan tersebut, dimulailah pencarian calon suami untuk Risa. Pilihan berujung pada Bimo (Reza Rahadian), teman Risa sedari kecil sekaligus rekan kerja yang telah lama setia mendampingi Bagas.
"Talak 3" bagai dibagi menjadi dua babak. Babak pertama didominasi komedi, sedangkan paruh kedua berfokus pada drama-romansa serius. Pilihan ini tepat, karena Hanung dan Ismail tak perlu direpotkan oleh permasalahan inkonsistensi tone akibat humor serta drama datang silih berganti. Selain itu, menyuguhkan kesenangan sebelum menampar lewat konflik dramatis terbukti jadi ramuan efektif supaya dampak emosional konfliknya bisa lebih dirasakan oleh penonton. Bayangkan setelah melalui momen penuh kebahagiaan mendadak anda diberikan problema pelik nan dilematis, pasti terasa jauh lebih menyakitkan dibanding apabila telah terbiasa oleh banyak masalah sedari awal. Poin minusnya, dua fase "Talak 3" bagai dua film berbeda saat absurditas komedi bersanding dengan drama realis.
Komedinya memang luar biasa absurd. Ini bukan satir menggelitik layaknya "Hijab", ini parade kekonyolan dari karakter bertingkah polah aneh tak jarang bodoh, mengingatkan pada karya Hanung lainnya, yaitu "Jomblo". Tidak mengejutkan mengingat nama-nama seperti Cak Lontong dan Dodit Mulyanto hadir di sini. Sejatinya tipikal komedi begitu bukan selera saya, dimana tidak terlalu sering saya tertawa lepas. Sebagai dampak lain "membagi" film ke dalam dua babak, paruh pertama "Talak 3" terlalu memaksakan diri menjadikan setiap momen sebagai komedi tanpa mempedulikan timing, tanpa jeda, tanpa ruang bagi saya bernafas sejenak. Namun pace cepat, totalitas pemain ketika melakoni adegan komedik, serta tingginya semangat bersenang-senang dalam bertutur, mampu menjaga stabilitas film. Berbagai keunikan tokohnya (penulisan karakternya kreatif!) menjadikan kemunculan mereka memorable.
Justru pesona "Talak 3" hadir tatkala konflik serius mulai mengambil sentral cerita. Terbukti seusai diberondong kekonyolan, dampak emosional drama lebih mudah merasuk. Tercatat beberapa kali filmnya berhasil membuat saya tersenyum sekaligus terenyuh oleh sisi bittersweet romansa. Trio Vino, Bella dan Reza memegang kunci atas keberhasilan tersebut. Vino dan Bella tak hanya total ber-komedi lewat antusiasme akting tinggi, tapi kala dituntut melakoni porsi drama, keduanya menjalin chemistry kuat. Dalam adegan pertengkaran, teriakan Vino, juga tangisan Bella memberikan nyawa. Namun sungguh Reza Rahadian-lah suguhan akting terbaik di sini. Setelah karakternya lebih banyak pasif di paruh pertama, paruh kedua jadi lahan baginya memamerkan ledakan emosi yang sanggup membuat saya tercekat. Adegan favorit adalah disaat pertikaian Bimo, Bagas dan Risa mencapai puncaknya. Saat itu saya terdiam, ikut merasakan hancurnya perasaan mereka bertiga.
Warna seorang Hanung Bramantyo tentu lebih kuat dari Ismail Basbeth, dan itu bukan hal buruk, karena Hanung tahu formula tepat untuk menyajikan hiburan yang dapat diterima semua orang. Tapi bukan berarti kehadiran Ismail tak terasa. Beberapa isi frame adegan, seperti penggunaan cermin atau landscape alam menyuguhkan keindahan puitis ala-arthouse cinema, yang seperti kita tahu kerap menghiasi karya-karyanya. Secara keseluruhan, film ini memang murni hiburan, dimana beberapa kritik semisal tentang korupsi serta penyelewengan aturan tidak sampai menohok. Berkaca dari situ, "Talak 3" sudah berhasil mencapai tujuan sebagai hiburan menyenangkan bermodalkan gempuran komedi sekaligus drama romantika emosional berkat jajaran cast memikat. Salam cinta!
emang sdh tayang di bioskop apa min bukan nya tanggal 4 februari baru tayang
BalasHapusKemaren sempet ada nobar bbareng cast di Jogja :)
Hapusoo kirain sdh tayang bro..
Hapusasyik dong bisa nobar bareng cast nya.hehehe..
:D
Yah, sempet "menginterogasi" Vino juga :)
HapusReza Rahardian gak usah dipertanyakan lagi gan. still the best actor in Indonesia. walau saya fans Vino, tapi i have to admit, Reza still the number one.
BalasHapuspas meliat trailernya, saya udah yakin kalo film ini sedikit 'menipu' lewat trailernya, ya karna keberadaan Reza Rahardian sendiri.
kayaknya memang hampir sama kayak 'Jomblo' ya narasinya.
Yah walaupun terlalu ada dimana-mana, Reza harus diakui memang bunglon kok. Trailer garapan MD ent. seringnya begini sih
Hapussaya juga menyukai akting Reza setuju dia bgai bunglon bisa jadi apa saja..
HapusCast nya kenapa gak chiko jeriko gantikan vino jadi bisa lihat mantan maen bareng hehee
Kalo Chicco, jadinya Februari ada 6 dong filem dia haha
Hapusemang film apa ajah dia..dibulan februari iniini?
HapusA Copy of My Mind, Aach Aku Jatuh Cinta, Terjebak Nostalgia, sama Surat Dari Praha kan itungannya condong ke Februari juga
Hapusterjebak nostalgia yg maen penyanyi raisa kan..saya agak pisimis dgn akting dia secara film itu debut dia pertama berakting
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMas review film jelek lagi dong.
BalasHapusWahaha tersiksa tahu nonton yang jelek
Hapussaya tertarik mas Rasyid Harry kalau sudah review film jelek, ntar nonton Dia Pasti Datang ya mas, horrornya Amel Alvi, terus bikin reviewnya xixixi
BalasHapusAnjrit, udah kayak web Sinema-Indonesia yang legendaris itu aja review film jeleknya ditungguin
HapusApakah film ini talak 3 layak ditonton ???
BalasHapusRating 3 ke atas itu layak tonton :)
HapusNah ternyata bukan cuma ane yg ngarepin review pelem jelek..wakakak
BalasHapusFilm jelek - ternyata - adalah sebuah film yg tidak ada reviewnya di blog para penikmat film sejati.
BalasHapusBerarti film itu sebegitu buruk, sampe para penulis blog film tidak ada yg tertarik menulis review, padahal mereka nonton filmnya.
Film apakah yang dimaksud? :D
HapusWah janganlah kita yg penuh dosa ini berani2 menuliskan judul film yg dimaksud. Biarlah, pembaca bisa google-ing sendiri :D
HapusHaha soalnya saya juga nggak paham film apa yang dimaksud
Hapus
HapusSetahuku "Ketika Mas Gagah Pergi"
hanya blog ini yg mereview
Haha "film itu" toh. Kayaknya blogger yang nonton total ada 3, tapi yang otaknya bebal dan bertahan nge-review cuma disini
Hapusparuh komedinya ada bebrapa scane yg berasa garing menurut saya...
BalasHapuspas cerita mulai ke sisi dramatis saya lebih menyukainya adegan di kamar kos itu puncak emosi tdk hanya bagi pemain nya juga bagi penonton...
Untungnya Hanung & Basbeth ngemas pace-nya cepet, jadi tetep fun. Yeah, that's the best scene :)
Hapusiya benar2 best scane itu mah...
Hapus