Anda pernah menonton "Dogtooth"? Film asal Yunani rilisan tahun 2009 itu bercerita tentang orang tua yang mengurung anak-anaknya di dalam rumah dengan alasan bahwa dunia luar terlalu berbahaya. Such a weird and disturbing movie. Wajar bila kita yakin keanehan tersebut tidak mungkin bertempat di kenyataan. Sampai saya menonton "The Wolfpack" karya Crystal Moselle. Dokumenter ini menjadi bukti kekuatan sinema sebagai jendela dunia. Pertama karena menyadarkan saya betapa masih banyak kisah mengejutkan di luar sana. Kedua, berasal dari fakta bagaimana orang-orang selaku subjek film ini menjadikan film sebagai sarana terbesar guna mengetahui seperti apa rupa kehidupan di luar rumah.
"The Wolfpack" memperkenalkan penonton pada Keluarga Angulo yang terdiri dari sembilan orang (ayah, ibu, satu anak perempuan dan enam anak laki-laki). Judul filmnya merujuk pada keenam anak laki-laki keluarga ini. Pada adegan pembuka kita melihat mereka melakukan reka ulang adegan "Reservoir Dogs" di kamar dan lorong sempit dalam rumah lengkap degan setelan jas dan pistol mainan, lalu menonton "Blue Velvet", mencatat dialog lengkap beberapa film, sampai membuat daftar 30 film terbaik sepanjang masa. Mereka semua punya rambut panjang, sehingga lebih tampak sebagai anggota band metal daripada movie geek. Jadi mengapa keenam anak bernama Mukunda, Narayana, Govinda, Bhagavan, Krisna dan Jagadesh ini melakukan semua hal tersebut?
Ternyata selama sekitar 14 tahun, sang ayah (Oscar) melarang anak-anaknya keluar rumah dengan alasan terlalu banyak pengaruh buruk bertebaran. Hanya Oscar yang memegang kunci rumah, dan anggota keluarga lain hanya diberi kesempatan keluar jika dalam keadaan mendesak -keenam anak itu menjalani homeschooling di bawah bimbingan sang ibu. Bahkan pernah selama setahun penuh tidak ada yang meninggalkan rumah. Selama bertahun-tahun, film menjadi media hiburan utama sekaligus sumber pengetahuan terbesar. "The Wolfpack" menyoroti keseharian keluarga Angulo, serta perubahan dalam hidup mereka setelah suatu hari Mukunda nekat keluar rumah tanpa seizin ayahnya.
Terkadang untuk membuat dokumenter bagus, "hanya" butuh keberuntungan yang memperkenalkan sang filmmaker kepada subjek menarik. Crystal Moselle jelas beruntung (entah bagaimana) mendapat kepercayaan keluarga Angulo merekam keseharian mereka. Moselle tidak banyak memberi inovasi dalam cara bertuturnya, melainkan sekedar mendapat akses menuju lingkungan "aneh tapi nyata", menyalakan kamera, lalu membiarkan subjek menuturkan semuanya. Moselle kentara mengambil peran pasif dalam penyutradaraan tanpa melakukan intervensi berlebihan. Sisi positifnya, segala hal di layar hadir natural. Tapi negatifnya, tercipta keterbatasan eksplorasi. Sebagai kisah berisi "twisted family", seperti ada kepingan konflik puncak yang hilang.
Untung pada dasarnya para subjek sudah punya kekuatan lebih, sehingga saat dibiarkan "bicara sendiri" tetap muncul hal-hal menarik untuk penonton saksikan. Segala tingkah laku para wolfpack selalu memunculkan senyum, entah disaat mereka ulang adegan suatu film, menari heboh berlatarkan lagu "Tarzan Boy", atau mendapatkan kebahagiaan hasil dari hal-hal sederhana seperti bermain di pantai sampai menonton film di bioskop untuk kali pertama. Keunikan anak-anak ini sukses membangun atmosfer, bahkan suasana creepy tatkala merayakan Halloween dengan berdandan meniru ikon-ikon film horror (adegan ini layak masuk film horror sungguhan). Saya pun selalu dibuat terpukau melihat properti serta kostum yang diciptakan wolfpack untuk membuat "sweded movie".
Ada isu menarik tentang ketakutan akan dunia modern, meski sayangnya hal ini tak pernah benar-benar tergali karena Moselle jarang memberi fokus pada Oscar. Hanya sekilas kita mempelajari bagaimana sudut pandang sang ayah terhadap dunia, alhasil isu tersebut hanya terasa sebagai sampul. Namun di lain pihak "The Wolfpack" telah berhasil menyampaikan surat cinta pada sinema, memaparkan bagaimana film dapat berarti lebih dari sekedar hiburan ringan. Film pun mampu memberi pengetahuan, berbagai sudut pandang, bahkan penopang hidup seseorang. Namun Crystal Moselle sudah terlanjur mengundang saya menuju dunia aneh ini, jadi akan lebih baik jika ia bertutur secara lebih tajam daripada membiarkan penonton hanya mengamati tampak luar seperti para wolfpack yang melihat hidup hanya dari dalam rumah.
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar