INSTANT FAMILY (2018)

6 komentar
Mungkin banyak yang memandang sebelah mata Instant Family karena statusnya sebagai drama-komedi ringan. Tapi karya terbaru Sean Anders (Horrible Bosses 2, Daddy’s Home, Daddy’s Home 2) ini sejatinya mengusung pesan penting soal parenting. Pun balutan komedi tak melucuti kekuatan ceritanya, sebab seperti perkataan Karen (Octavia Spencer), “It’s important to have sense of humor in this (parenting)”. Mengasuh anak dapat menimbulkan frustrasi, namun tawa tak boleh dienyahkan dari prosesnya.

Instant Family mengajak kita menertawakan sulitnya mengasuh anak, sambil mengaduk emosi lewat drama keluarga menyentuh. Film ini bagai versi ringan dari Shoplifters milik Hirokazu Kore-eda. Walau pendekatannya amat berbeda, kedua film sama-sama mempertanyakan, “What makes a family?”. Apakah ikatan darah merupakan kewajiban? Ataukah besarnya cinta kasih jadi hal terpenting?

Keinginan menimang buah hati mulai timbul dalam benak pasangan suami-istri, Pete (Mark Wahlberg) dan Ellie (Rose Byrne). Tapi mempertimbangkan usianya, Pete khawatir jika kelak ia sudah terlalu tua begitu sang anak mulai beranjak dewasa. Walau dipresentasikan secara jenaka, topik tersebut sebenarnya relevan. Saya sendiri kerap terlibat obrolan serupa dengan ayah. Itulah alasan di balik keputusan mereka memilih mengadopsi anak berusia sekitar lima tahun.

Tapi atensi mereka justru direbut oleh remaja 14 tahun bernama Lizzie (Isabela Moner), yang juga memiliki dua adik, Juan (Gustavo Quiroz) dan Lita (Julianna Gamiz). Pete dan Ellie pun berujung membawa pulan tiga anak. Keduanya boleh mencari nafkah dari bisnis reparasi rumah, namun itu tak otomatis memudahkan pekerjaan “memperbaiki” ketiga anak angkat mereka, yang mempunyai masa lalu suram akibat sosok ibu tak bertanggung jawab.

Hari-hari yang tadinya sunyi mendadak riuh, kacau, dan tentunya penuh tekanan. Lita yang terobsesi pada keripik kentang selalu histerikal, Juan amat sensitif sehingga bisa menangis karena hal kecil, sedangkan Lizzie, well.....remaja. Mayoritas konflik yang menggambarkan repotnya proses mengasuh, dibungkus menggunakan sampul komedi dengan presentasi keberhasilan memancing tawa yang sangat tinggi berkat materi lawakan segar dari naskah buatan Sean Anders bersama John Morris (Hot Tube Time Machine, We’re the Millers, Dumb and Dumber To).

Porsi Mark Wahlberg dan Rose Byrne bagai mencerminkan pembagian peran orang tua. Terlepas dari kesanggupan mereka menangani kedua elemen, terlihat bahwa Byrne—dengan talenta luar biasa dalam merespon segala situasi menggelikan—menyokong porsi komedi, sementara Wahlberg—berbekal kharisma sosok ayah keren—hadir untuk menghangatkan perasaan kita (dan anak-anaknya).

Kesuksesan terbesar Instant Family terletak pada kecakapan beralih antara komedi dan drama secara konstan. Di satu titik, filmnya bisa mengocok perut kita lewat gelak tawa, lalu sejurus kemudian mencengkeram dada melalui rasa haru. Penggambaran ikatan keluarganya selalu kuat, sebab Anders—yang menulis naskah ini berdasarkan cerita hidupnya—tahu, pemandangan terkait hubungan anak dengan orang tua seperti apa yang efektif melelehkan hati. Benang merahnya selalu sama: ungkapan cinta.

Instang Family adalah soal cinta, dan dalam menyampaikan pesannya, film ini beruntung mempunyai kreativitas Sanders perihal menjalin kata-kata, yang ketimbang terdengar murahan atau terlalu melankolis, justru mampu seketika menusuk perasaan penontonnya, sekaligus menggiring kita supaya menyadari, bahwasanya setiap anak di muka Bumi pantas dicintai. Instant Family adalah suguhan kaya rasa, sehingga biarpun bergerak cukup panjang untuk ukuran drama-komedi keluarga (119 menit), saya takkan keberatan bila kisahnya terus digulirkan.

6 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

2 hari yg lalu nonton ini bareng temen, dan suka banget, sebagus itu, sayang sih tipikal film begini gak begitu dilirik masyarakat Indonesia, padahal banyak pelajaran yg bisa diambil dan sangat menghibur.

Dan setelah nonton ini film, jadi makin yakin kalo udah nikah nanti dan mampu secara financial, pengen bgt adopsi anak🙋🏻‍♀️

Rasyidharry mengatakan...

Nah ini pesan yang penting juga. Menghapus persepsi kurang baik masyarakat soal adopsi anak.

Nas mengatakan...

Kurang lucu sih. Tapi pelemna bagus buat ortu angkat. Meski gue jg gak yakin sih ada anak angkat sebrengsek mereka di dunia nyata.

Rasyidharry mengatakan...

Oh trust me, banyak yang jauh lebih brengsek :)

Badminton Battlezone mengatakan...

Baru aja kelar ntn. Kalo masi kebayang cakepnya si Lizzy,tidak termasuk pedo kan?hahaha.

Anyway film keluarga yg must watch. Sempet kukira komedinya 70% dan dramanya 30%,tapi ternyata terbalik. Membuka pikiranku mengenai orang tua dan anak asuh sih. Kerenn!!

Btw si Mark Walberg emang paling bisa ngelawak sambil pasang mimik muka serius mau berantem

Rasyidharry mengatakan...

Nggak dong, udah bukan bawah umur dia. Dari Transformers juga udah naksir haha.

Yeah, "film edukatif" itu harusnya begini. Kasih insight, tapi tetep fun & punya hati.