HOMESTAY (2018)

7 komentar
Homestay, selaku adaptasi novel Jepang berjudul Colorful karya Eto Mori, adalah proyek ambisius berupa peleburan elemen fantasi, romansa, drama keluarga, thriller, dan misteri. Bahkan tone-nya terus berganti, antara sajian ringan menggemaskan khas percintaan remaja Thailand dan suasana kelam dari isu bunuh diri, disfungsi keluarga, hingga penelusuran makna kehidupan.

Kisahnya dibuka saat protagonis tanpa nama kita (Teeradon Supapunpinyo) terbangun di kamar mayat dalam tubuh remaja bernama Min yang baru saja meninggal bunuh diri. Di tengah kebingungan tersebut, ia bertemu sosok misterius yang mengaku sebagai penjaganya. Pertemuan keduanya dibungkus oleh momen melawan gravitasi yang akan kita lihat beberapa kali lagi, sebagai bentuk unjuk gigi kualitas efek visual filmnya dan kepiawaian sutradara Parkpoom Wongpoom (Shutter, Alone, 4bia) menangani adegan bergaya.

Sang penjaga—yang nantinya muncul dalam wujud berbeda-beda termasuk cameo Laila Boonyasak sebagai suster nakal—memberi protagonis kita tugas untuk mencari alasan Min bunuh diri. Dia diberi waktu 100 hari. Jika berhasil, ia mendapat kesempatan kedua untuk hidup, namun bila gagal, ia bakal tewas secara permanen dan kehilangan kesempatan reinkarnasi. Investigasi “Min palsu”, yang dibalut tempo lampat sehingga durasi Homestay membengkak sampai 131 menit—membawa beberapa pemahaman. Min adalah remaja tertutup, hidup di bawah tekanan, selalu menyendiri dan berdiam diri.

Keluarga Min pun jauh dari harmonis. Ayahnya (Roj Kwantham) berhenti mengajar untuk menjalankan bisnis MLM menjual suplemen, Ibunya (Suquan Bulakul) tinggal di kota lain karena tuntutan pekerjaan, sementara sang kakak, Menn (Natthasit Kotimanuswanich), tampak begitu membencinya. Asumsi pun timbul, bahwa Min memilih mengakhiri hidupnya karena tidak tahan menghadapi kondisi keluarganya.

Walau bergerak lambat, investigasi terhadap motivasi Min mampu menciptakan misteri menarik berkat kemampuan naskahnya, yang digarap lima penulis (Thodsapon Thiptinnakorn, Jirassaya Wongsutin, Abhichoke Chandrasen, Eakasit Thairaat, Parkpoom Wongpoom), untuk secara cermat memilah, kapan harus melempar pertanyaan, kapan harus menjawab, atau setidaknya menebar petunjuk. Beberapa twist sempat hadir, yang walau tak sulit ditebak, efektif menambah dinamika.

Kemudian diperkenalkanlah Pi (diperankan Cherprang Areekul, kapten BNK48), gadis cerdas anggota tim Olimpiade sains yang  juga peer tutor bagi Min. “Min palsu” jatuh cinta pada Pi dan dari situlah ia memutuskan bertransformasi. Dia buang gaya rambut dan berpakaian emo, menciptakan Min yang lebih ceria, bersemangat, dan penuh warna. Pi pun terpikat pada Min yang baru, membuka jalan bagi Homestay berpindah sejenak menuju fase bernuansa ringan sebagai kisah cinta remaja menggemaskan yang berhasil memancing senyum. Kuatnya chemistry kedua pemeran utama juga berkontribusi memproduksi romantika bernyawa.

Sampai Homestay kembali melempar penonton menuju keseriusan, yang kali ini lebih kelam dibanding sebelumnya, pula mengoyak perasaan. Serupa protagonisnya, pada titik ini kita dibawa menjalani kehidupan bak neraka milik Min, lalu pelan-pelan memahami, bahkan bisa jadi merasakan hal yang sama dengan remaja malang tersebut. Bukan mustahil pula anda dibuat berandai-andai, apakah bakal mengambil tindakan seperti Min apabila ditempatkan di kondisi yang sama.

Sayangnya di situlah puncak rasa Homestay, sebab konklusi yang menyusul kemudian, hadir terburu-buru juga dengan penuturan sedikit kacau. Alhasil dampak emosional yang semestinya dipunyai, bahkan jadi “gong” bagi momen penutup film semacam ini, tak dapat ditemukan. Pesannya bermakna, namun persepsinya soal isu bunuh diri terkesan dangkal bahkan cenderung kurang sensitif. Homestay mampu membuat penonton memahami pesan tentang “mensyukuri hidup” yang diusung, tapi tak sampai ikut merasakannya.

7 komentar :

Comment Page:
Gary Lucass mengatakan...

Bang rasyid ga nge bahas ato review sedikit buat season terakhir game of thrones krena hype nya tinggi bgt nyamain endgame sayang ga ditayangin di bioskop (ada niatan dari hbo tadinya padahal)

Anonim mengatakan...

Menurut bang rasyid lebih bagus ini apa bad genius yg sama2 produksi gdh?

Anonim mengatakan...

Ini kayaknya pernah jadi film anime juga deh, Colorful (2010) kalo gak salah

Rasyidharry mengatakan...

Bad Genius lebih rapi & lebih berhasil menyampaikan tujuannya

Rasyidharry mengatakan...

Yak betul

Rasyidharry mengatakan...

Nanti kalo season ini kelar baru nonton lagi

Mustar Silalahi, ST.,SE.,SH.,MM mengatakan...

Sebenarnya, penyebab bunuh diri Min itu apa?