01/05/19

THE VANISHING (2018)

0 View
Didasari kisah nyata menghilangnya tiga penjaga mercusuar Pulau Flannan, walau mampu mengembangkan tuturan drama psikologis secara layak, The Vanishing (punya judul awal Keepers) gagal mencapai potensinya akibat memilih pendekatan sederhana cenderung klise terhadap kisah mengenai keserakahan, ketakutan, dan rasa bersalah, yang mendorong karakternya ke dalam jurang ketidakwarasan.

Perlu saya peringatkan, jangan mengharapkan thriller menegangkan beroktan tinggi, sebab The Vanishing adalah lantunan cerita lambat, khususnnya sebelum konflik utama menerjang. Kita diperkenalkan pada tiga protagonis: Thomas (Peter Mullan) yang berpengalaman 25 tahun menjaga mercusuar dan baru kehilangan sang istri; James (Gerard Butler) si pria kuat dengan keluarga bahagia; dan Donald (Connor Swindells) si pekerja baru. Mereka harus menghabiskan enam minggu tinggal di Pulau Flannan yang terpencil.

The Vanishing terlebih dahulu memaparkan keseharian di Flannan, yang menariknya dapat dijadikan satu film tersendiri dengan sentuhan thriller unik, tatkala aktivitas mereka dipenuhi pekerjaan berbahaya seperti memperbaiki lampu mercusuar, atau pemandangan tak wajar saat di suatu pagi puluhan bangkai burung camar bertebaran di luar mercusuar. Hal-hal tersebut merupakan keputusan cermat dari dua penulis naskah, Celyn Jones (Set Fire to the Stars) dan Joe Bone, untuk menjaga filmnya tetap berada di koridor thriller sebelum menu utama disajikan.

Sekali waktu kita akan melihat interaksi kasual ketiga tokoh utama, menunjukkan bahwa kehidupan terisolasi tak menghalangi pria-pria ini tertawa dan berbuat hal-hal konyol untuk mengisi waktu. Tapi bagi filmnya itu bukan sekadar pengisi waktu, melainkan aspek penting guna memandingkan kondisi mental mereka, sebelum dan sesudah “peristiwa”.

Segalanya bermula kala Donald menemukan sesosok pria terbaring di jurang. Di sebelahnya tergeletak sebuah peti, yang kela terungkap berisi emas batangan. James dan Donald ingin membaginya rata, namun Thomas khawatir jika muncul orang lain mencari emas tersebut. Firasat Thomas terbukti, walau ada satu hal yang ia tidak prediksi. Betapa ancaman paling berbahaya justru bukan datang dari pihak luar, melainkan dalam: Gejolak psikis mereka bertiga.

Seperti telah disebutkan, The Vanishing cukup baik membangun drama psikologis. Tersemat alasan kuat di balik keruntuhan pondasi mental karakternya. Tapi mempertimbangkan misteri legendaris yang mengelilingi sumber inspirasinya, film ini telah memilih jalur miskin kreativitas, yang melucuti keseruan proses mencari jawaban. Begitu The Vanishing mengungkap perspektifnya, saya kehilangan ketertarikan, terlebih setelah bersabar mengarungi tempo lambat dengan hanya segelintir momen apik, yang mayoritas bersumber dari jajaran pemainnya.

Ketiga aktor menampilkan proses degradasi mental secara meyakinkan, tapi Butler paling menyenangkan disimak. Ketika tampilan fisik luarnya kokoh seperti biasa, Butler menghembuskan kerapuhan psikis dalam diri James. Begitu ia seutuhnya “terjatuh”, mata tajam itu berubah kosong, sedangkan jenggot lebat yang tadinya diasosiasikan dengan kejantanan menjadi simbol kekacauan hati seorang manusia.

Melakoni debut layar lebar, penyutradaraan Kristoffer Nyholm sejatinya tidak buruk. Sewaktu tiga penjaga mercusuar kita pertama kali bertatap muka dengan para tamu tak diundang, Nyholm mampu menciptakan obrolan intens lewat pemanfaatan close-up serta permainan tempo. Demikian pula sinematografi arahan Jørgen Johansson (Flame & Citron, Terribly Happy, Prague) yang memberi kita nuansa atmosferik saat kedua belah pihak, pasca menyadari intensi masing-masing, saling mengawasi dari kejauhan di antara kesunyian malam yang mulai menjelang. Sayangnya, lagi-lagi momen-momen memikat di atas cuma muncul sesekali.

5 komentar :

  1. Kemarin liat trailernya, and i can feel the atmosphere is so thrilling. Tapi rupanya cuma dapet bintang 3. Apakah minusnya karena kurang thrilling, seperti bang rasyid katakan bahwa momen hanya muncul sesekalo, atau memang pondasi naskah yg ala kadarnya thrilling saja ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya saling berpengaruh itu. Sejago-jago sutradara & dop bikin atmosfer, kalau naskah emang nggak menyediakan momen buat diolah ya percuma. Tapi sekalinya ada, eksekusinya bagus. Makanya kebanyakan review positif tapi nggak glorious

      Hapus
  2. Atmosfer nya dapet kebantu krena performa aktor trutama butler sungguh menghibur waktu dia turning point bagai monster, tapi nonton ini kok berasa critanya sama bgt kaya cold skin tahun lalu bahkan buat misteri dan payoff nya masi mending cold skin apakah sumber mitologinya sama tapi yg dihadapin berbeda apa gimana

    BalasHapus
  3. Cold Skin? Beda dong. Itu mah sci-fi+horror. Adaptasi novel. Kalau The Vanishing thriller psikologis yang realis, dan bukan dari novel, tapi peristiwa nyata

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oiya baru tau klo dari novel, soalnya kidahnya mirip tentang penjaga mercusuar yang lama"kena degradasi moral cuma lebih memikat aja klo cold skin

      Hapus