12/09/19

WARKOP DKI REBORN (2019)

0 View
Selucu-lucunya film klasik Warkop DKI, rasanya semua setuju kalau media audio, yang dulu banyak beredar dalam rekaman kaset, lebih mewadahi kelucuan mereka (silahkan cari di YouTube dan siap-siap sakit perut). Dalam proyek Reborn ketiga—yang tidak mengusung embel-embel “Part 3”—ini, terdapat usaha memvisualisasikan humor verbal Warkop, yang malah menegaskan ketidakcocokan alih media tersebut. Bahkan secara keseluruhan, Warkop DKI Reborn mungkin pertanda bahwa regenerasi Warkop DKI bukan ide yang baik.

Saya selalu tergelak mendengar banyolan “Marga Batak”, tapi kala filmnya menerjemahkan itu ke layar, biarpun intensinya selaku penghormatan patut diapresiasi, tawa tak juga hadir. Selipan humor-humor Warkop lain pun bernasib sama. Apalagi sewaktu secara beruntun, naskah buatan  Anggoro Santoro (Sang Kiai, Bangkit!, Cahaya Cinta Pesantren) bersama sutradara Rako Prijanto (Sang Kiai, Teman Tapi Menikah, Asal Kau Bahagia) bergantung pada lawakan pervert ala film Warkop produksi Soraya era 90-an.

Ide ceritanya sendiri menarik, yaitu perekrutan trio penyiar radio, Dono (Aliando Syarief), Kasino (Adipati Dolken), Indro (Randy Danistha) oleh Komandan Cok (Indro Warkop) untuk menjadi agen rahasia guna menyibak praktek pencucian uang di industri perfilman tanah air. Jadilah mereka terlibat proyek film buatan rumah produksi milik Amir Muka (Ganindra Bimo), menyulut kekacauan di set, lalu bersinggungan dengan aktris cantik bernama Inka (Salshabilla Adriani).

Sampai di sini, semuanya berjalan lancar, hingga Warkop DKI Reborn memutuskan melebarkan sayap dengan memperbesar skala. Tidak main-main, filmnya membawa Dono-Kasino-Indro berpetualang ke Maroko, bahkan membantu melindungi desa asal gadis setempat (Aurora Ribero) yang dihantui ancaman bandit. Sejak dulu plot film Warkop memang selalu bercabang pula dikemas bak sketsa, tapi fokusnya terjaga, alih-alih terkesan melupakan tema besarnya seperti ini.

Pergantian latar ekstrimnya memang memfasiliasi humor klasik menggelitik soal “Bahasa Arab” hingga nomor musikal absurd Ummi, namun di saat bersamaan, melucuti potensi presentasi kritik tentang industri film. Apalagi sewaktu kisahnya dipaksa berakhir di tengah-tengah, karena (lagi-lagi) Falcon Pictures memilih memecah filmnya menjadi dua bagian.

Padahal pergantian pemeran trio Dono-Kasino-Indro di luar dugaan memberi hasil positif. Adipati tampak lebih natural dan santai ketimbang Vino dalam memerankan Kasino si playboy mulut besar, Randy punya tampilan lebih mirip Indro dibanding Tora, sedangkan Aliando—sebagaimana Abimana—muncul sebagai MVP. Riasan giginya memang mengganggu, tapi baik suara maupun gestur, Aliando berhasil mereplikasi anggota Warkop DKI favorit saya itu.

Penyutradaraan Rako Prijanto juga mengungguli Anggy Umbara berkat gaya yang lebih “sederhana”, biarpun banyaknya penggunaan efek suara konyol layaknya sketsa televisi murahan justru melemahkan daya bunuh komedi, selain menurunkan kelas filmnya. Beberapa kreativitas humornya, sebutlah parodi film-film populer Indonesia, memang mampu memancing senyum. Tapi saya butuh lebih dari sekadar senyum. Saya membutuhkan tawa, yang sayangnya jarang diproduksi oleh Warkop DKI Reborn.

13 komentar :

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. berarti lebih kearah lemah di skrip nya kah mas? yg bikin kurang nendang, karena emang ketawa gw kurang los... tawa paling kenceng justru pas ada si mandra wkwk....

    soal pemain, dulu sebelum diputar, ekspetasi gw dono yg paling mirip disusul indro lanjut kasino, tapi ketika udah nonton jadi malah kebalik, kasinonya paling mirip, lanjut indro trus dono

    BalasHapus
  3. aliando memang mirip sekali almarhum dono, walaupun giginya kadang mengganggu saat dia bicara. adipati memang better than vino, apalagi seandainya suara randi dipindah ke adipati, pasti bakal mirip bgt. sy sering ketuker ketika randi berdialog, sy pikir malah suara kasino itu.randi, jg muka mirip bgt indro, hanya perawakan kurang tinggi aja.tp sejujurnya di banding film warkop dki reborn versi sebelumnya, versi ini lebih mengundang tawa, walaupun ceritanya lompat2 kmn2.setidaknya film ini bkn di sutradarai lg oleh anggy umbara, sy sudah sangat "lelah" sekali nonton film2 anggy

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru nonton, dan yap betul kata bang rasyid... Film ini... Emmm.... Yagitulah..

      Hanya 2 adegan yang bikin saya ketawa lepas

      1. Adegan slow motion Mandra yang jadi Tukang Jait dikelilingi ibu2...

      2. Adegan Mas Dono nendang kepala di gurun pasir.

      Selebihnya saya bosen...

      Hapus
  5. Itu posternya seriusan cuma bgtu doang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim6:14 AM

      Lo maunya gimana? Emang bisa buat poster film nyirnyir saja kerjaannya

      Hapus
    2. Aduh anonim anonim dia itu nanya bukannya nyinyir...biasanya kan poster film itu ada nama director,jajaran cast dll

      Hapus
    3. @Anonim1: Idih kok sewot? Yg gw maksud itu ga ada nama cast dan kru2nya, bukan soal desainnya. Orang dalem lu, ya? Sampah

      Hapus
  6. Belum nonton gundala dan warkop ini, kalau disuruh pilih, kalian pilih mana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Farid5:54 PM

      Ya jelas gundala lah

      Hapus
  7. Mas Rasyid,

    Ada si "anonim" jadi males komen di lapak sampeyan mas.. baper'an orangnya, wkwkwkkwk..

    BalasHapus
  8. Wah keren gan review filmnya. Buat yang belum nonton, bisa download film Indonesia di mari.

    BalasHapus