Menceritakan seorang pemuda yang
menyembunyikan pekerjaannya sebagai tukang ojek dari kelurga, Bike Man bukan kisah mengada-ada di mana
si tokoh utama ingin mempertahankan profesi ala kadarnya untuk selamanya karena
cinta. Di luar kemasan konyolnya, Bike
Man merupakan tontonan dengan relevansi cukup tinggi terkait penggambaran konflik
dan rintangan di dunia (pencarian) kerja.
Sakkarin (Pachara Chirathivat)
membuat sang ibu (Jennifer Kim) bangga, karena serupa mendiang ayahnya, ia
berhasil bekerja di sebuah bank. Bahkan Sakkarin baru saja dipromosikan menjadi
asisten manajer. Tapi siapa sangka, dandanan rapi tiap pagi itu cuma kedok
belaka. Sesampainya di kota, Sakkarin langsung berganti atribut, “beraksi”
sebagai tukang ojek pangkalan akibat selalu gagal dalam proses melamar kerja di
bank.
Sakkarin menyembunyikan fakta
tersebut dari sang ibu dan Paman Preecha (Kom Chauncheun), mantan polisi
sekaligus teman lama ayahnnya, yang selalu menaruh curiga. Dia takut membuat
malu keluarga. Tapi apa takaran suatu pekerjaan disebut baik dan buruk? Uang? Prestise?
Definisi baik/buruk itu makin kabur kala Sakkarin bertemu Jai (Sananthachat
Thanapatpisal), teman lama sekaligus gadis yang dari dulu diam-diam ia taksir.
Jai bekerja di bank impian
Sakkarin, namun kebahagiaannya tak seberapa. Bercita-cita menjadi pilot, Jai
merasa terkekang. Terlebih saat mesti menghadapi tingkah A (Pramote Pathan),
kekasih sekaligus atasannya yang playboy dan semau sendiri. Dari sinilah Bike Man menyinggung perihal nilai sebuah
profesi, yang berbeda-beda tergantung pemiliknya.
Contohnya, bagi Jai, bekerja di
bank mungkin buruk dan penuh kepenatan, namun profesi itu tidak serta merta
dicap buruk, sebagaimana dilakukan banyak film bertema worklife kebanyakan. Sebaliknya, bagi Sakkarin, bank adalah
mimpinya. Karenanya, kita tidak berhak begitu saja menghakimi suatu profesi,
mau itu karyawan bank atau tukang ojek.
Di luar urusan pekerjaan, Bike Man juga komedi-romantis menggemaskan,
yang dibuat berlandaskan cair dan solidnya chemistry
dua pemeran utama. Mengkuti formula romansa Asia, khususnya Thailand dan
Korea, hubungan Sakkarin dan Jai adalah kisah cinta berbalut tawa, di mana
tidak peduli secantik dan seanggun apa pun si wanita, karakternya selalu
mempunyai “cacat” sehingga kerap melakukan kebodohan. Justru di situ inti
keberhasilannya melahirkan percintaan membumi yang menyenangkan diikuti.
Secara keseluruhan, komedi Bike Man pun mengikuti formula kekonyolan
absurd khas sinema Thailand, yang langsung ditegaskan oleh adegan pembuka ketika
Sakkarin mengebut di jalan sembari memboncengkan ibu dan neneknya, melintasi
jalanan kota bak pembalap di lintasan. Banyak humornya berasal dari usaha
Sakkarin mengelabui keluarganya. Menyenangkan, namun acap kali, kucing-kucingannya
terasa tidak perlu. Sering timbul pertanyaan soal dampak andai Sakkarin
tertangkap basah di beberapa situasi (contoh: pasar malam).
Bergerak dengan kekonyolan beruntun,
Bike Man mendadak menghentak lewat
konklusi dramatik, sewaktu tema mengejar mimpi dan keluarga bersinggungan,
menciptakan babak akhir mengharukan ketika sutradara Prueksa Amaruji berhasil
memadukan tiga elemen: penceritaan (pengungkapan sebuah rahasia), akting
emosional Jennifer Kim, dan iringan musik sendu.
sampai bikin nangis haru gak bang filmnya lagi pengen nonton film yg bikin nangis soalnya..
BalasHapusBisa jadi, tergantung kedekatan personal sama ceritanya
HapusBang saya cari link subtitle film ini belum nemu.. Ada infokah dmna bisa dapat??
BalasHapuscari di filmapik gan
BalasHapusterus cari bikeman dah ketemu