NIGHTMARE SIDE: DELUSIONAL (2019)
Rasyidharry
November 30, 2019
Ajil Ditto
,
Dewi Fita
,
Didin Syamsudin
,
Fay Nabila
,
Gege Elisa
,
horror
,
Indonesian Film
,
Jelek
,
Joel Fadly
,
Melissa Karim
,
Raisya Rahma Kamilah
,
REVIEW
,
Yovan Nainggolan
6 komentar
Hanya dalam 10
menit pertama—yang menampilkan dua sitasi, yaitu seorang pria yang vespanya
mogok dan dua penjaga malam sekolah—Nightmare
Side: Delusional sudah empat kali melempar jump scare, dan semuanya dibarengi hentakan musik berisik yang
membuat penonton seketika ingin mengunjungi dokter spesialis THT. Kemudian
judul film terpampang di layar, dan hanya selang beberapa detik, jump scare berikutnya langsung menyusul
dengan gaya serupa. Saya langsung tahu sedang berhadapan dengan film seperti
apa.
Nightmare Side: Delusional merupakan film kedua yang dibuat berdasarkan program horor milik radio Ardan,
setelah Nightmare Side enam tahun
lalu yang cuma beredar empat hari di dua bioskop Bandung dan Jakarta. Dari
sebuah antologi, bentuk filmnya diubah jadi satu kisah panjang berlatar SMA.
Shelly (Gege Elisa) merupakan gadis berkemampuan indigo. Alhasil dia pun kerap
tiba-tiba dikejutkan oleh penampakan makhluk menyeramkan. Hal itu mendatangkan
masalah. Di rumah, sang ibu (Melissa Karim) tak percaya dan sering memarahi
Shelly, sementara di sekolah ia dianggap aneh sehingga jadi korban perundungan.
Hanya sahabatnya
yang diperankan Ajil Ditto (saya lupa nama karakternya, dan baik media sosial
maupun sinopsis resmi filmnya tak mencantumkan itu), yang memahami Shelly. Lalu
datanglah Naya (Fay Nabila), seorang siswi baru yang rupanya memiliki kemampuan
serupa. Ada situasi unik saat Shelly dan Naya pertama bertatap muka. Kalau
biasanya si murid baru duduk diam seorang diri di pojokan, kali ini sebaliknya.
Naya lebih dulu menghampiri Shelly yang selalu menundukkan wajah sambil
memainkan jam pasir. Bahkan setelah mengetahui bahwa Shelly juga indigo, Naya berusaha
keras mencarinya.
Lalu dari mana
datangnya teror film ini? Ada beberapa. Penampakan yang dilihat Shelly atau
Naya, visualisasi siaran acara Nightmare
Side yang didengar karakternya, sampai gangguan hantu misterius yang selalu
berbisik “Aku nggak salah, aku nggak aneh” terhadap trio tukang bully di sekolah. Biarpun datang dari
beragam sumber, kemasannya selalu sama. Sutradara Joel Fadly (My Stupid Boyfriend, Membabi-Buta)
sepenuhnya bergantung pada dentuman musik dengan volume selangit. Mengagetkan?
Ya. Beberapa kali. Tapi jangankan hantu, kartun My Little Pony saja pasti membuat kaget bila diberi tata suara
semacam itu.
Bergulir selama
100 menit, Nightmare Side: Delusional adalah
apa yang sering saya sebut sebagai “kompilasi jump scare berisik”. Sewaktu otak dan hati tidak mendapat asupan
cukup, telinga saya terus dijejali polusi suara. Pesan anti-bullying pun tenggelam, demikian pula paparan subtil terkait
pola asuh yang hendak diselipkan trio penulis naskah Joel Fadly, Dewi Fita, dan
Yovan Nainggolan. Shelly menderita karena selalu dihakimi dan kurang mendapat
perhatian ibunya. Sebaliknya, ibu Naya menerima, malah sempat terlibat obrolan
singkat dengan sang puteri mengenai hal tersebut.
Setidaknya, tata
rias garapan Didin Syamsudin yang pernah terlibat dalam judul-judul mumpuni
seperti Modus Anomali dan Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak masih
bisa dinikmati. Beberapa terjebak pada pola “hantu-muka-hitam-pekat-beroleskan-arang”,
tapi ada pula beberapa yang memperlihatkan jejak-jejak kreativitas yang patut
dihargai.
Menjelang babak
akhir, alurnya melempar twist yang
bermain-main dengan struktur timeline.
Idenya menarik, pun harus diakui mengejutkan, namun hanya sebatas trik tanpa mempengaruhi
aspek emosional atau memunculkan dampak lain. Tanpanya tidak ada yang berubah.
Kemudian teror klimaksnya diselesaikan oleh penjaga kuburan yang mengingatkan
pada sosok ustaz pengusir setan di horor lokal masa lampau. Apa perlunya
menjadikan Naya seorang indigo kalau ujungnya semua selesai lewat membaca doa?
Apalagi drama seputar “usaha indigo menyesuaikan diri di lingkungan sosial”
tampil bagai hiasan kecil semata.
Menjelang akhir
film, sewaktu saya sudah sangat lelah (ditambah rasa sakit di telinga), muncul Raisya
Rahma Kamilah, aktris cilik pemeran adik Shelly. Dia bermonolog, menuangkan
seluruh isi hati karakternya. Air matanya mengalir, tapi itu bukan tangisan
sembarangan. Ada gradasi emosi yang natural. Awalnya ia sekuat tenaga menahan tangis,
tapi setelah kesedihan itu makin menyesakkan, air mata tak lagi terbendung.
Hebat betul bocah ini. Cuma butuh screen
time beberapa menit, aktingnya sudah berkali-kali lipat jauh lebih bagus
dari para remaja lawan mainnya. Untuk talenta masa depan ini, saya bersedia menambahkan
setengah bintang bagi Nightmare Side:
Delusional.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
6 komentar :
Comment Page:Bang review the irishman donggg
Gak review trinity bang?
Mas Rasyid,
Nggk review Sang Prawira?
Kayanya banyak pejabat² ikut terlibat dalam film tersebut..
Tapi liat poster film'nya aja, ane jadi males nuntun nya, sebelum baca review'an dari mas Rasyid..
Aseeeek.. 😂😂😂
Mas, nonton midnight ntar gk? Kalo iya nonton Knives Out dong. Penasaran nih mas pengen tau tanggapannya gimana. Soalnya diluaran hypenya gede bgt.
Yoi.
Bener nih.
pengen liat nilai dari bg Rasyid dulu. Baru nonton tuh filem
Sumpah akting anak kecil raisya kamilah di nightmare side the movie dapet banget bikin gw nangis bombay ...kapan lagi gw nonton horor tapinya mewek kaya kebawa perasaan , top bgt lah utk pendatang baru angkat topi ..masi kecil pula
Posting Komentar