22/11/19

RUMAH KENTANG: THE BEGINNING (2019)

0 View
Be careful what you wish for. Karena terlalu sering diulang dalam empat tahun belakangan, setelah Mata Batin 2 awal tahun ini, saya berharap Hitmaker Studios mau beralih dari pola khas Rocky Soraya. Dibuat oleh Rizal Mantovani (film pertama Hitmaker yang bukan disutradarai Rocky Soraya sejak Tarot empat tahun lalu), Rumah Kentang: The Beginning menerapkan gaya berbeda, dan berujung melahirkan horor terburuk milik rumah produksi tersebut.

Kisahnya tak memiliki kaitan dengan Rumah Kentang (2012, juga produksi Hitmaker), dan sesuai dugaan, embel-embel “The Beginning” di judulnya sebatas omong kosong. Anda bisa mengganti kentang dengan jagung, lobak, terong, atau petai, dan takkan berdampak.  Kenapa dalam meneror korbannya, si hantu memakai kentang sebagai medium? Pertanyaan itu pun tak terjawab. Padahal bila mengacu pada legenda lokal, baik di Jakarta, Bandung, maupun Yogyakarta, bukan itu alasan pemberian julukan “rumah kentang”.

Berlatar tahun 1983 yang berakhir sebatas angka karena detail tata kostum, set, sampai propertinya kurang mendukung, Rumah Kentang: The Beginning tak ada bedanya dibanding film bertema rumah angker lain. Sepasang suami istri, Adrian (Christian Sugiono) dan Sofie (Luna Maya), kembali ke rumah masa kecil Sofie yang telah lama kosong sejak kedua orang tuanya menghilang secara misterius. Alasan mereka adalah membantu Adrian mendapat inspirasi untuk menulis novel terbaru.

Bisa ditebak, ada rahasia kelam di masa lalu keluarga Sofie, yang mendorong munculnya teror. Kata “teror” di sini seringkali berupa banjir kentang. Beberapa kali karakternya tewas karena terkubur kentang. Benar-benar cara mati yang “kentang”.  Ini bukan suguhan campy, sebutlah seperti Attack of the Killer Tomatoes (1978). Baik naskah buatan Agam Suharto maupun penyutradaraan Rizal Mantovani memposisikan serbuan kentang sebagai hal serius, kelam, mengerikan. Masalahnya, semakin dianggap serius pemandangan tersebut semakin konyol. Apakah karena orang tua Sofie petani kentang ototmatis membuat kentang jadi senjata sang hantu? Kasihan sekali hantu kita ini.

Soal menakut-nakuti, sebenarnya saya mencium niat baik dari naskah buatan Agam Suharto, yang menolak terlampau sering mengeksploitasi jump scare. Tapi di saat bersamaan, tidak ada “ganti rugi” yang ditawarkan, entah misteri, atmosfer, atau creepy imageries. Hasilnya adalah perjalanan membosankan yang berulang kali membuat saya terlelap selama sepersekian detik. Padahal ada modal menjanjikan berupa tata rias mumpuni bagi para makhluk halus, pula senyum menyeramkan Luna Maya.

Satu-satunya usaha merangkai alur yang Agam lakukan hanya menghilangkan satu demi satu anak Adrian dan Sofie, yang disajikan repetitif. Salah satu anak hilang, orang tuanya mencari di sekeliling rumah, sampai di gudang tempat belanga raksasa disimpan, menyadari anak mereka hilang di situ, lalu ditutup oleh jeritan pilu Luna Maya sedangkan Christian Sugiono sibuk menendang kentang-kentang di lantai. Terus ulangi saja pola ini sampai lebaran kentang.

Ketika Nina (Davina Karamoy) si puteri sulung hilang, pihak kepolisian berjanji bakal melakukan pencarian intensif di hutan. Kita tidak pernah melihat pencarian itu terjadi. Faktanya, naskah film ini sering melupakan poin-poin yang diperkenalkan beberapa saat sebelumnya. Semisal karakter Dadang (Epy Kusnandar). Awalnya, ia tampak misterius, seram, pelit bicara. Sampai di kemunculan kedua, saat ia bicara dengan Uwak (Jajang C. Noer), sosoknya berubah. Lebih ramah, lebih manusiawi, lebih banyak menyimpan rasa takut. Inkonsisten. Sama inkonsistennya dengan penokohan Adrian, seorang penulis novel horor berpengalaman yang sangat bodoh sampai bisa begitu mudah termakan tipu daya setan.

Saya bosan dengan formula Rocky Soraya, itu betul. Tapi setidaknya tak ada dorongan untuk terlelap, dan hanya butuh beberapa modifikasi sebagai penyegar. Di Rumah Kentang: The Beginning, sentuhan gore khas Rocky di klimaks berhasil meningkatkan intensitas. Peningkatan yang datang sangat terlambat. Saya sudah terlanjur tidak sabar ingin melangkah keluar dari studio. Lebih baik saya makan kentang rebus atau mashed potato.

3 komentar :

  1. I think this movie is not that bad, cuma emang setting 80-an nya rada kurang sih. Apalagi sama gaya bicaranya yg terlalu kekinian.

    BalasHapus
  2. Iya bener, Hitmaker sejak Mata Batin 2 jadi membosankan..

    Padahal dulu bagus², Rumah Kentang, 308 (paling bagus menurut ane), Mall Klender, Rumah Gurita, Tarot, The Doll 1,2, Sabrina, sampai Mata Batin 1 masih bagus..

    Ane belom nuntun Rumah Kentang yang ini sih, karena jumlah layar yang sedikit, liat trailer'nya kayanya kurang menarik, ditambah review'an Mas Rasyid seperti ini menambah penasaran ane untuk membuktikan seberapa membosankan film ini, wkwkwkwk..

    Abis nuntun nih film, ane balik lagi mas ke lapak ini 😁😁😁

    BalasHapus
  3. Thank you bang rasyid udah nambah referensi saya. Padahal dari trailer keliatan menjanjikan. Tapi lagi2 rizal mantovani,menipu di trailer 😂 ini berarti sayang banget potensi dua aktor utamanya ya bang. Apalagi luna maya yang makin naik kelas sejak jadi suzzanna.

    BalasHapus