CATS (2019)

25 komentar
Menjadi pertunjukan Broadway terlama keempat sepanjang sejarah, yaitu 18 tahun, dengan total 7.485 pertunjukan (belum termasuk 593 penampilan dalam revival-nya di tahun 2016), adaptasi layar lebar Cats di atas kertas punya prospek besar, apalagi pada masa di mana deretan musikal seperti La La Land dan The Greatest Showman menuai kesuksean. Lalu trailer-nya dirilis, menyebar kabar mulut ke mulu negatif perihal kualitas CGI. Filmnya dicela habis kritikus, pun hancur lebur di pasaran dengan raihan opening weekend $6,5 juta. Setidaknya film ini bisa membuat penonton umum dan kritikus satu suara.

Andrew Lloyd Webber menyusun musikalnya berdasarkan buku kumpulan puisi Old Possum's Book of Practical Cats karya T. S. Eliot, melahirkan kisah tentang sekelompok kucing Jellicle, yang bersiap menghadapi malam istimewa, tatkala beberapa dari mereka berkompetisi memperebutkan kesempatan “diangkat” ke Heaviside Layer guna terlahir kembali dalam kehidupan sesuai keinginan sang pemenang. Kompetisi macam apa? Satu per satu kucing harus menyanyikan lagu tentang diri mereka, menjelaskan alasan mengapa mereka pantas dipilih oleh Old Deuteronomy (Judi Dench) selaku tetua Jellicle.

Lalu apa lagi? Well, that’s it. Cats adalah 110 menit berisi perkenalan karakter. Apa kriteria pemenangnya? Jangankan itu, membedakan nyanyian mana yang bersifat “kampanye” dan mana yang sekadar bentuk perkenalan (baca: penambal durasi) saya susah. Cukup sekali bernyanyi, kemudian selesai. Tidak ada penggalian lebih jauh mengenai “kenapa si A pantas sedangkan si B tidak”, hingga Old Deuteronomy memilih pemenang karena tersentuh oleh balada mengharu biru soal penderitaan. Rupanya ini merupakan kontes berupa “siapa yang lebih menderita”.

Saya membenci kucing yang terpilih. Sebagaimana sinetron kita, yang dia lakukan sepanjang film hanya menangis, meratapi kesialan, lalu menangis lagi. Saya juga benci Victoria (Francesca Hayward), selaku protagonis dengan fungsi eksistensi mendekati nol. Lagu-lagu catchy cenderung cheesy yang mengisi nyaris sepanjang durasi pun tak kuasa meredam kebencian itu. Bahkan kebanyakan lagunya seperti sakarin. Manis bila dikonsumsi secukupnya, tapi bikin mual kalau berlebihan, yang mana dilakukan film ini.

Konon Cats menyimpan alegori bernada religi. Benarkah? Andrew Lloyd Webber meyakini itu, dan sepertinya, Lee Hall (Pride and Prejudice, Rocketman) dan sutradara Tom Hooper (The King’s Speech, Les Misérables) sebagai penulis naskah juga berpikiran sama. Masalahnya, kisah ini berasal dari light poetry, yang seperti namanya, memang bersifat kasual, lucu, ringan (walau beberapa penulis menjadikan medium ini untuk menuturkan pokok bahasan serius secara subtil). Dan Cats menanggapi keganjilan yang dituangkan T. S. Eliot dengan serius. Terlalu serius, filmnya menganggap polah kucing, yang sering terdiam sambil menatap kosong sebagai aktivitas spiritual.

Bagaimana dengan CGI yang ramai dibicarakan itu? Harus dipahami dulu kenapa Cats versi musikal tidak menderita masalah serupa. Poinnya adalah garis batas realita dan dunia rekaan, yang coba ditembus masing-masing versi. Pertunjukan panggungnya tak coba menjadi realis. Sedetail apa pun, pasti ada elemen estetis hiperbolis atau eksprsionisme dalam dekorasi panggung, tata kostum, dan rias. Alhasil, kejanggalan yang tak sesuai realita bersedia penonton terima. Sebaliknya, Cats versi film memakai pendekatan fotorealistik, lewat teknologi digital fur dan motion capture. Filmnya ingin penonton mendapat pengalaman senyata mungkin.

Dampaknya? Sedikit saja kejanggalan bakal mengganggu, dan kejanggalan pada Cats tidaklah sedikit. Kucing-kucingnya tampak bak produk eksperimen laboratorium gagal. Judi Dench dalam balutan bulu-bulu lebat duduk dengan empat kaki, pasukan kecoa serta tikus berwajah manusia yang penempatannya tak sinkron, Idris Elba sebagai Macavity si antagonis dengan kontur tubuh terlihat jelas—berbeda dengan kucing lain, bulunya tipis—hingga membuatnya seperti telanjang bulat, merupakan beberapa contoh pemandangan yang berpotensi membuat penonton bermimpi buruk. Pun tak seperti musikalnya, hampir seluruh wajah aktor dibiarkan layaknya manusia biasa, tanpa riasan, menjadikannya makin aneh. Makin hancur filmnya, ketika nama-nama seperti James Corden dan Rebel Wilson berusaha melucu, melakukan gestur-gestur konyol, yang justru tampak menyeramkan akibat rendahnya kualitas CGI. 

Tidak adakah poin positif di sini? Ada beberapa. Ian McKellen sebagai Gus the Theatre Cat menghantarkan satu-satunya nomor musikal berperasaan tanpa harus bercucuran air mata dan ingus seperti Jennifer Hudson; sekuen perkenalan Skimbleshanks (Steven McRae) si kucing penunggu rel kereta api dikemas cerita, cukup imajinatif, lengkap dengan lagu Skimbleshanks: The Railway Cat yang unik dan menyenangkan; sementara Taylor Swift sebagai Bombalurina si kucing betina penggoda yang jahat mungkin jadi satu-satunya penampil yang sadar sedang berada di film seperti apa, lalu memerankan karakternya bak antagonis film-film kelas B yang over-the-top. Tapi segelintir keunggulan di atas ibarat satu hari terang dalam seminggu yang dipenuhi hujan badai dan banjir bandang.  

25 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Seenggaknya birahi furries gw terpenuhi pas nonton film ini :') . Keluar 2x dibioskop :/

Houtreki mengatakan...

hah?

aan mengatakan...

Protes penonton termasuk ke tangan kiri judi dench yg masih 'manusia' dan memakai cincin...😅

Eldwin Muhammad mengatakan...

Rupanya ini merupakan kontes berupa, "siapa yang lebih menderita."

Fix ini Mikrofon Pelunas Utang versi Hollywood.

Gary Lucass mengatakan...

Waduh gajadi nonton deh padahal awal ngira ini bakal jafi film musikal terobosan award season karena liat directed by tom hooper inget kings speech sama menggetarnya les miserables yg etos kerja dia gamain main, sebuah downward bgt dong ya bang ini

iqbalkurniaone mengatakan...

Stop it, get some help

Nouvaleka mengatakan...

Bang mau nanya dong. Kmrn kmrn sempet liat berita Little Women tayang di indo. Tp kok ke sini2 kabarnua ilang ya. Gaads di upcoming xxi juga. Apa Little Women ga tayang di indo?? :((

Scott Temple Weiland mengatakan...

review film lighthouse bang

Saftira Fajarini mengatakan...

Sempet tertarik mau nonton, tapi ragu. Abis baca ini, fix gajadi. Mending dananya dipake buat beli cilor. Selera orang terhadap film bisa jadi emang beda, pengalaman personal dan sudut pandang itu memang sangat berperan. Tapi kalau sampai dapet bintang setengah dari kamu sih, aku beneran tidak senekat itu juga😂. Sebagai pecinta kucing, takutnya ntar abis nonton film ini aku jadi phobia sama mereka. Untunglah aku membaca review kamu dulu😅

Saftira Fajarini mengatakan...

Satu setengah*

Fajar mengatakan...

Bukan buat pecinta kucing, tapi buat pecinta furries.

Febi mengatakan...

Untunglah dirimu review berdasarkan fakta & perbandingan sm teater musikalnya. Kebanyakan reviewer lain hanya berkomentar jelek tanpa tahu sejarah & asal usul Cats play ini. So your review is acceptable.
Gw udah lama sekali nonton yg Broadway nya & sama sekali gak ingat ceritanya. Tp lagu2 di film ini pakai repertoire yg sama dgn musical theatre nya, jadi di bbrp bagian masih bisa ikutan nyanyi, coz I remember the songs. Sayangnya iconic song "Memory" jadi kurang indah gara2 Jennifer Hudson yg meler terus 🙊

gilang mengatakan...

Label : JELEK
hehehe 😁

Anonim mengatakan...

Njir c-li di bioskop

Rasyidharry mengatakan...

Proyek yang udah ambyar dari fase pengonsepan sih ini

Rasyidharry mengatakan...

Tunggu nominasi Oscar. Kalau dapet, kemungkinan tayangnya besar, apalagi kalau menang

Rasyidharry mengatakan...

Belum ada di platform legal

Rasyidharry mengatakan...

Makin cinta sama kucing (kayak saya) malah makin benci 😂

Rasyidharry mengatakan...

Because I almost tried to adapt the broadway....sebelum akhirnya mikir "Bentar, ini salah dikit art-nya bakal konyol" 😂
Risky banget soalnya Cats ini.

Bah, Hooper kira ngelihatin ingus siluman kucing itu menyentuh kali

Mahendrata Iragan Kusumawijaya mengatakan...

Bang. Bakal bikin list film of this decade ga?

Panca mengatakan...

yg gabisa diterima dari film ini adalah sutradaranya, sutradaranya yg bikin king's speech n les miserables . :(

Unknown mengatakan...

mau tanya dong kenapa ip man 4 blm ditayangin di indo ya?

Anonim mengatakan...

bsk tgl 31 tayang

Anonim mengatakan...

biarkan bintang berbicara hehe

SAHABATQQ mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.