BOMBSHELL (2019)

8 komentar
Bombshell. Membaca judul tersebut, apa yang terlintas di benak anda? Pasti tidak akan jauh-jauh dari bombastis, eksplosif, dan melesat cepat. Filmnya sendiri digarap demikian. Dipacu kencang, penuh penyuntingan liar demi merangkum setumpuk persoalan yang melibatkan begitu banyak nama. Tidak mengejutkan, sebab penulis naskahnya, Charles Randolph, merupakan co-writer dari The Big Short (2015). Bahkan di sini dapat ditemukan pula adegan breaking the fourth wall kala Megyn Kelly (Charlize Theron) membawa penonton mengelilingi kantor Fox News.

Tapi perlukah keliaran itu? Sayangnya tidak. Apalagi kala sutradara Jay Roach (trilogi Austin Powers, Trumbo), yang belakangan meninggalkan skena komedi untuk menjajal ranah drama biografi, belum begitu lihai menangani gaya tutur semacam itu. Tapi bukan berarti Bombshell buruk. Daya hiburnya memadai, punya beberapa poin memukau, termasuk transformasi Theron menjadi Kelly—si pembaca berita kontroversial yang di awal film terlibat perselisihan dengan Donald Trump kala mengonfrontasi pernyataan seksisnya mengenai wanita—lewat riasan prostetik memukau buatan (The Great) Kazu Hiro, serta akting solid sang aktris sendiri.

Theron mengatur suaranya supaya terdengar serak, memancarkan kharisma dan kekokohan yang bisa membuat seisi ruangan dia memperhatikan kata-katanya. Sosoknya sulit dikenali sekalipun anda mengetahui partisipasinya di film ini. Melalui unggahan di Instagram miliknya, Kelly bercerita bagaimana puteranya bingung saat melihat wajah sang ibu di poster Bombshell. Mungkin peristiwa itu benar adanya. Bahkan berkat penampilan Theron, bisa jadi banyak penonton melupakan sisi kontroversial Kelly di dunia nyata.

Tapi serupa kalimat penutup filmnya, kita tidak harus menyukai para wanita ini. Kita cukup percaya atas cerita mereka. Cerita soal pelecehan seksual yang mengakar dan membudaya di Fox News, khususnya yang dilakukan oleh sang bos, Roger Ailes (John Lithgow). Ailes kerap melontarkan pernyataan ofensif, menyuruh para pembaca berita wanita mengenakan gaun sependek mungkin, sampai melakukan pelecehan fisik di ruangannya. Semua bungkam. Ada yang memang terbutakan oleh “kemurahan hati” Ailes termasuk beberapa wanita yang getol mendukungnya, ada pula yang menghkawatirkan keberlangsungan karirnya.

Salah satu korbannya adalah Kayla Pospisil (Margot Robbie), seorang karakter fiktif yang berasal dari keluarga Kristen konservatif dan bercita-cita menjadi pembaca berita di Fox. Robbie paling bersinar di dua momen. Pertama, saat tangis Pospisil pecah kala menghubungi rekan kerjanya, Jess Carr (Kate McKinnon). Kedua, sewaktu ia jadi korban nafsu Ailes. Bagaimana Robbie tampak menahan ketakutan yang nyata, memperkuat suasana menyesakkan yang berhasil dibangun Jay Roach dengan meniadakan musik.

Nasib Gretchen Carlson (Nicole Kidman) ibarat sebuah peringatan bagi mereka yang ingin mengungkap tindakan Ailes. Sempat membawakan acara ternama Fox and Friends, ia dipindahkan ke program tak popular di sore hari karena dianggap membangkang. Dari ekspresi Kidman, bahkan saat Carlson memaksakan senyum pun, kita bisa merasakan amarah yang berkecamuk dalam batinnya. Akhirnya Carlson menolak diam, kemudian mendatangi pengacara guna merencanakan tuntutan hukum terhadap pelecehan yang diperbuat Ailes. Tapi prosesnya tidak mudah. Sebab kembali, risikonya tidak main-main.

Randolph sempat menampilkan sebuah peristiwa miris sekaligus menggelitik, sewaktu jajaran pembawa acara wanita Fox menyampaikan sangkalan mereka atas tindakan Ailes, sembari sibuk berusaha mengamankan tubuh mereka yang dipaksa diobral di layar kaca. Situasi tersebut menggambarkan kegelisahan luar biasa. Kegelisahan akibat tubuh mereka dieksploitasi, pula kegelisahan perihal memberikan pengakuan jujur. Dilema itu menarik dieksplorasi, namun paparannya cuma hadir di permukaan via deretan dialog eksposisi. Padahal bayangkan saja, betapa besar film ini bisa berdampak pada dunia nyata untuk mendukung keberanian korban-korban pelecehan mengungkap kebusukan si pelaku.

Potensi menggali lebih dalam tenggelam oleh keliaran progresi cerita dan pengadeganan. Deretan peristiwa gagal dipresentasikan secara rapi, berondongan dialog dilepaskan membabi buta, sementara tokoh-tokoh datang dan pergi. Bombshell membutuhkan lebih banyak suntikan rasa ketimbang gaya. Beruntung, di beberapa titik terbaiknya, film ini mampu bersinar. Momen uplifting kala para wanita akhirnya memilih untuk melawan, sedikit kejutan apabila anda tidak sepenuhnya mengikuti perkembangan proses hukum Ailes, juga konklusi bernada positif yang tetap menyiratkan kengerian berupa siklus seksisme yang tak kunjung menampakkan ujung.

8 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Mas Rasyid,

Jujur aja ya, tanpa liat trailer dan baca siopsis (tanpa menunggu review dari Mas Rasyid jugak), gw langsung nuntun film ini di hari dan jam tayang reguler pertama, dengan jumlah penonton yang sangat sedikit..

Hanya liat posternya saja, berharap film ini film action macem ocean 8 🤣🤣🤣

Overall, menghibur sih..
Baru kali ini gw nuntun film "drama serius (baca:biography)" dan nggk ngantuk 🤭🤭🤭

Yang gw suka dari film ini, backsound instrumental ringan yang mengiringi acting memukau Margot Robbie..

Review Under Water donk Mas, sebelum gw nuntun hari ini..
Hari pertama dan jam pertama tayang, ahahahaha..

Unknown mengatakan...

Saya baru saja mulai nonton serial the morning shownya jennifer aniston,ceritanya juga mirip2 dengan peristiwa di film ini,apa juga terinspirasi dari kejadian ini,mas?

rahmadamazing mengatakan...

Pemainnya layak dapet Oscar?

Rasyidharry mengatakan...

Beda. Serial yang terinspirasi dari kasus Gretchen Carlson itu "The Loudest Voice"

Sony Abu Maqil mengatakan...

Penulisan nama di posternya salah bang... kebalik ,

Anonim mengatakan...

Lihat lagi baik-baik

Sony Abu Maqil mengatakan...

Maksudnya di poster ,urutan fotonya nicole kidman, charlize theron, dn margot robbie .. tp tulisan nama diposternya urutannya salah gak sesuai foto wajah aktrees nya...

Rasyidharry mengatakan...

Bener kok itu. Theron-Kidman-Robbie