A WHISKER AWAY (2020)

1 komentar
Lelah menjalani hidup? Membenci diri sendiri? Pernah berkelakar ingin berubah menjadi kucing agar sepanjang hari bisa terus-terusan makan dan tidur, dimanja tanpa mengkhawatirkan apa pun? A Whisker Away mewujudkan kelakar tersebut melalui perjalanan protagonisnya, Miyo (Mirai Shida), yang menyadari bahwa menjadi orang lain (atau dalam konteks ini makhluk lain), tidaklah semenyenangkan itu. Bahwa selalu ada yang menaruh kepedulian selama kita bersedia membuka hati.

Selain sahabatnya sejak kecil, Yoriko (Minako Kotobuki), mungkin tak ada yang menyangka hidup Miyo tidaklah bahagia. Di sekolah (ia duduk di bangku SMP), tingkahnya selalu ceria, bahkan gemar melakukan keanehan-keanehan yang membuatnya dipanggil Muge (dalam versi terjemahan Bahasa Inggris diartikan sebagai Miss Ultra Gaga and Enigmatic). Sikap serupa diperlihatkan Miyo kepada siswa pujaannya, Hinode (Natsuki Hanae), yang tanpa henti dikejarnya, meski senantiasa memberi respon dingin.

Tapi sebenarnya dia memakai topeng. Miyo memandang rendah dirinya, pun merasa tak punya tempat di rumah, di mana ia mesti tinggal bersama ibu tirinya, Kaoru (Ayako Kawasumi). Mari Okada (The Anthem of the Heart, Her Blue Sky) mengangkat tema teen angst lewat naskahnya yang memahami kompleksitas proses coming-of-age, khususnya pada remaja yang kehidupannya jauh dari “baik-baik saja". Dinamika batin si remaja pasti diwarnai banyak kebingungan. Contoh terbaik adalah soal masakan hambar Kaoru. Miyo tidak menyukai makanan hambar. Tapi dia menikmati ketidaksukaan itu, sebab baginya, tidak suka terhadap seorang wanita asing yang “memaksa” masuk ke hidupnya merupakan kewajaran. Kemudian Kaoru mulai menambahkan bumbu lebih dimasakannya. Miyo makan dengan lahap, namun ia membenci situasi tersebut. “Tidak seharusnya aku menikmati ini”, pikirnya.

Di adegan pembuka, Miyo bertemu dengan seekor kucing berukuran manusia yang menjual topeng di festival kembang api. Beberapa waktu berselang, Miyo bercerita pada Yoriko tentang bagaimana dia dan Hinode berpelukan mesra selama festival. Tentu Yoriko tidak percaya. Toh Miyo memang sering berimajinasi—penokohan yang oleh dua sutradaranya, Junichi Sato (dikenal lewat deretan anime bertema magical girl seperti Sailor Moon dan Magical DoReMi) dan Tomotaka Shibayama, guna menyelipkan beberapa visual bernuansa fantasi di antara realisme slice of life.

Rupanya itu benar-benar terjadi, hanya saja, Miyo berada dalam wujud kucing. Mengenakan topeng kucing yang dibelinya, Miyo dapat bertransformasi. Sebagai kucing yang diberi nama Taro oleh Hinode, setiap hari Miyo menyambangi rumah pujaannya itu. Tapi tenang. Kisahnya takkan terasa seperti romantisasi seorang penguntit. Miyo bukan sebatas ingin curi-curi kesempatan, pula mencari suaka atas kebenciannya terhadap diri sendiri. Hingga garis pemisah antara sisi kemanusiaan dan kucing Miyo makin memudar, lalu membawanya mempelajari banyak hal.

Dan naskahnya memang merangkum banyak hal seputar nilai-nilai kehidupan, yang walau dipenuhi lika-liku rumit (perceraian, penerimaan diri, bullying, keterasingan, dan lain-lain), tak pernah tampil terlalu kelam. Perspektif positif yang akan membuat penontonnya tersenyum begitu film usai, diusung tanpa harus jadi tontonan inspiraitf yang kerap memandang sebelah mata dinamika psikis manusia. Deretan humor, ditambah polah eksentrik Miyo turut serta menyegarkan suasana.

Menjelang babak akhir, elemen fantasi mulai mengental, menggantikan slice of life dengan perjalanan magis, yang sayangnya sedikit berantakan perihal rules. Suguhan fantasi, meski memperluas cakupan eksplorasi, bukan berarti memperbolehkan naskahnya bertindak sesuka hati. A Whisker Away sempat jatuh ke lubang itu. Seolah penulisnya mengarang hal-hal baru di tengah perjalanan hanya demi menambah rintangan yang mesti protagonisnya tempuh.

Sejauh apa pun filmnya menyambangi keajaiban-keajaiban, pada akhirnya, kekuatan terbesarnya tetap terletak di drama. Sato dan Shibayama piawai memainkan emosi. Misalnya sewaktu Miyo mendengar ungkapan kebencian Hinode. “Kamera” mengambil gambar close up, meletakkan fokus ke ekspresi Miyo yang biarpun tersenyum lebar, pipinya dibasahi air mata yang mengalir deras. Sebuah pengadeganan yang membuat momen itu semakin heartbreaking. Dan seringkali, dampak momen-momen emosionalnya bertambah berkat visual cantik, juga musik melankolis gubahan Yorushika.


Available on NETFLIX

1 komentar :

Comment Page:
Semesta K.S mengatakan...

https://ceritasemesta.home.blog/2020/06/18/premis-menarikeksekusi-kurang-asik-a-whisker-away-filmtalks/ itu link ulasan saya tentang film itu juga bang rasyid...siapa tau bang rasyid mau baca ulasan saya atau bahkan mau mengkoreksinya..makasih :")