REVIEW - GUNJAN SAXENA: THE KARGIL GIRL

Tidak ada komentar

Gunjan Saxena: The Kargil Girl mengundang beberapa kontroversi jelang perilisannya. Pertama, isu nepotisme terkait pemilihan Janhvi Kapoor selaku bagian dinasti Kapoor, yang mencuat sejak kematian Sushant Singh Rajput. Kedua, soal penggambaran seksisme dalam IAF (Indian Air Force) yang dinilai berlebihan. Gunjan Saxena yang asli pun mengakui adanya perbedaan. Tapi menganggap sepenuhnya itu keliru pun kurang tepat. 

Beberapa narasumber menyatakan bahwa (setidaknya dahulu) memang terjadi diskriminasi, juga beberapa kebingungan mengenai cara memperlakukan prajurit wanita. Di luar IAF, angkatan laut India baru memiliki pilot wanita pada 2019, dan divisi penerbangan angkatan darat malah belum membuka pintunya. Artinya, walau akurasi seputar kondisi IAF patut diperdebatkan, seksisme di ruang militer, yang identik dengan maskulinitas, tidaklah mengada-ada.

Alkisah, Gunjan Saxena (Janhvi Kapoor), puteri pensiunan militer berpangkat Letkol, Anup Saxena (Pankaj Tripathi), bercita-cita menjadi pilot. Walau ayahnya memberikan dukungan, sang ibu (Ayesha Raza Mishra) menentang keras, sedangkan kakaknya, Anshuman (Angad Bedi) yang merupakan anggota angkatan darat tak ketinggalan menyatakan ketidaksetujuan. “Aku mengkhawatirkan keselamatan Gunjan”, ungkapnya pada sang ayah. Bukankah kita kerap mendengar seksisme berkedok kepedulian semacam itu? Senada dengan, “Wanita jangan memakai baju seksi, bahaya, bisa digoda laki-laki”. 

Naskah buatan sutradara Sharan Sharma bersama Nikhil Mehrotra merangkum beragam bentuk seksisme, dari yang subtil hingga yang terang-terangan. Paruh pertamanya membawa Gunjan berjuang meruntuhkan tentangan keluarga. Dia akhirnya berhasil jadi satu-satunya wanita yang diterima di IAF. Tapi tantangan berikutnya jauh lebih berat, sebab Gunjan dihadapkan pada stigma-stigma di kesatuan militer. Dia diasingkan dari kehidupan sosial, kerap terlambat akibat tidak ada toilet dan ruang ganti wanita, bahkan tak berkesempatan terbang karena para pilot khawatir, “wanita itu berteriak ketakutan”. Pertanyaannya, “Siapa yang sebenarnya takut?”.

Gunjan Saxena: The Kargil Girl menyoroti rapuhnya maskulinitas pria, yang dirangkum secara sempurna lewat kalimat menohok yang diucapkan protagonis pada atasannya berikut: “Masalahnya bukan kelemahanku, tetapi ketakutanmu. Kau takut jika aku menjadi superior, semua harus memberi hormat. Itu akan menjadi akhir kejantananmu”. Sepanjang film, kalimat-kalimat quotable serupa bakal kerap anda temukan. Kalimat yang dirangkai begitu apik oleh kedua penulis, tanpa kehilangan kejujuran. 

Tapi kalau film ini mengusung empowerment, mengapa Gunjan sering membutuhkan pertolongan pria guna keluar dari masalah? Saya tak melihat itu sebagai narasi “men savior”, melainkan pesan teruntuk para pemegang privilege supaya tidak berpangku tangan. Supaya sebagaimana perkataan Gunjan pada Anshuman, setiap individu harus berubah lebih dulu, dengan begitu, mungkin dunia juga berubah. 

Perlu dicatat, Gunjan tidak menggantungkan diri. Kalau dunia tak memberi kesempatan, diciptakannya sendiri kesempatan tersebut, seperti waktu ia membuat ruang ganti dadakan. Tapi biar bagaimanapun, ada pintu-pintu yang mustahil dimasuki dalam dunia penuh ketidakadilan. Di sini, menjadi tugas Anup maupun Komandan Gautam Sinha (Manav Vij) untuk membukakan pintu itu sebagai pemilik privilege

Melakoni debut penyutradaraan sekaligus penulisan, Sharan Sharma yang sebelumnya merupakan asisten sutradara Karan Johar, membuktikan kebolehan menuturkan drama emosional berbumbu militer. Sekuen udaranya, yang berpuncak di sebuah misi dalam Perang Kargil (1999), dieksekusi cukup solid. Setidaknya, berhasil menghindari kesan artificial

Sebagai penulis naskah bersama Nikhil, Sharan mengikuti winning formula khas Bollywood, di mana apa pun isu yang diangkat, pasti tetap bermuara di lingkup keluarga. Gunjan berjuang bukan cuma untuk diri sendiri, pula bagi sang ayah, dan tanpa sadar, bagi seluruh wanita India. Inilah wanita yang “hanya” ingin mewujudkan cita-cita, lalu berjasa turut serta mengubah wajah negara.

Barisan lagunya mengandung aransemen serta lirik uplifting yang cocok membangun mood positif penuh harap, sementara Sharan unjuk gigi kemampuan mengarahkan momen-momen hangat. Tentu jajaran pemain memberi kontribusi besar. Pankaj selalu mendamaikan, tidak saja untuk Gunjan, juga penonton. Sedangkan Janhvi bakal membuat penonton bersimpati sekaligus percaya kalau dia adalah Gunjan Saxena si pilot bertalenta. Apakah pemilihan Janhvi merupakan wujud nepotisme? Kemungkinan besar begitu. Tapi pantaskah ia mendapat peran ini? Tentu saja!

Available on NETFLIX

Tidak ada komentar :

Comment Page: